Jaga Kualitas Udara

Siapa tak miris, kualitas udara pada langit ibukota (Jakarta) dinyatakan sebagai salahsatu yang terburuk di dunia?Penyedia data kualitas udara, AirVisual, mencatatkan ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) mencapai 188. Sebelumnya (26 Juni) malah mencapai 206, kategori tidak sehat. Namun sebenarnya, polusi udara di Jakarta telah dipahami, karena emisi gas buang semakin membubung. Kemacetan lalulintas, dan banyaknya kendaraan menjadi “biang” polusi udara.
Sebagai kota megapolitan (terbesar ke-empat) di dunia, Jakarta disesaki sebanyak 19 juta kendaraan bermotor. Angka ini tumbuh sebesar 5%. Komposisinya terdiri dari sepedamotor 49%, mobil 38%, dan angkutan umum 13%. Ironisnya, jumlah armada angkutan umum makinberkurang. Banyak bus, telah “dikandangkan,” karena kondisinya sangat buruk.Seluruh kendaraan niscaya mengeluarkan emisi gas buang.
Tetapi pertambahan jumlah kendaraan tidak diikuti penambahan jalan secara memadai, termasuk pembangunan jalan tol. Pertambahan jalan hanya sekitar 0,1% per-tahun, terasa tak cukup. Hal itu disebabkan penyediaan (dan pembebasan) lahan di Jakarta, tidak mudah, serta memerlukan biaya tinggi. Kemacetan sampai nyaris tak bergerak menjadi kelaziman kota-kota megapolitan dunia lainnya (Tokyo, Beijing, London, dan New York).
Polusi udara telah menjadi konsekuensi logis banyaknya kendaraan. Namun masyarakat internasional sepakat mengurangi emisi gas buang. Telah terdapat “Protokol Kyoto”(tahun 1997), dan hasil kesepakatan Konvensi Iklim di Bali (tahun 2007). Seluruhnya sebagai upaya bersama internasional perbaikan lingkungan udara. Termasuk memperbesar suplai zat karbon.
Maka Jakarta (dan kota metropolitan lain di Indonesia) memerlukan cara meminimalisir efek emisi gas buang. Termasuk cara “alamiyah” penyerapan karbon dioksida.Di Surabaya, misalnya, cara “alamiyah”sistemik mengurangi polusi udara dilakukan dengan memperbanyak tanaman. Terutama yang efektif menyerap zat karbon dioksida, yakni, tanaman “lidah mertua” (sanseviera trifasciata).
Sejak tahun 2012, “lidah mertua” (dalam ribuan pot tong bekas) telah ditebar di lokasi kesibukan lalulintas. Serta memperbanyak taman kota (di Surabaya terdapat 500 area). Hasilnya, ISPU Surabaya berkisar pada angka 50 hingga 60, kategori baik. Sedangkan di Jakarta, di stasiun pantau kualitas udara bundaran HI, tercatat 95 miligram per-meterkubik. Sebenarnya masih tergolong sedang, tetapi mendekati tidak sehat.
Secara umum, IKU (Indeks Kualitas Umum) di Jawa Timur masih tergolong baik, berkisar 89,4. Pencatatan ISPU berbeda (kebalikan nilai) dengan IKU. ISPU semakin kecil, menandakan kualitas udara yang baik. Sedangkan IKU yang rendah (kurang dari 66) tergolong buruk. Sehingga ISPU yang rendah akan memperoleh nilai IKU yang besar. Beberapa daerah di Jawa Timur menjadi biosfer tingkat dunia. Diantaranya, Taman Nasional Alas Purwo, menyokong zat karbon untuk men-dingin-kan bumi.
Alas Purwo, sitetapkan sebagai cagar biosfer dunia pada sidang UNESCO ke-28 di kota Lima (Peru), 20 Maret 2016. Sidang “International Coordinating Council ” (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) menetapkan sebagai Cagar Biosfer Blambangan, bersama hutan tetangganya. Yakni, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran. Seluruhnya seluas 679 ribu hektar.
UNESCO (United Nations Educational Scientific And Cultural Organization) sekaligus meminta Alas Purwo, sebagai laboratorium eko-sistem. Yakni aksi jaminan kelangsungan hidup fauna dengan dukungan flora yang memadai. Di Indonesia, lingkungan hidup yang bersih, dijamin konstitusi. Tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1).
Pemerintah DKI Jakarta, patut mencontoh cara “alamiyah” Surabaya untuk mendinginkan ibukota. Tanaman dalam pot dapat ditebar di median,dan pembatas (kiri dan kanan) seluruh jalan, termasuk jalan tol, tanpa ongkos pembebasan lahan!

——— 000 ———

Rate this article!
Jaga Kualitas Udara,5 / 5 ( 1votes )
Tags: