Jangan Cemas Konsumsi Telur Asal Jatim

Gubernur Jatim Khofifah bersama Bupati Malang saat meninjau langsung lokasi peternakan ayam petelur di Desa Kambingan, Tumpang, Malang. Khofifah memastikan perawatan hewan ternak dan produksi telur di lokasi tersebut aman untuk konsumsi masyarakat.

Sudah Terapkan Good Farming Practices
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengimbau masyarakat tidak perlu cemas untuk mengonsumsi telur yang diproduksi peternak ayam petelur di Jatim. Hal ini karena, telur yang beredar di masyarakat adalah telur yang sehat dan diproduksi dengan menerapkan pola good farming practices.
Pola peternakan tersebut meliputi aktivitas teknis dan higinis dalam hal pemeliharaan sehari-hari, cara dan sistem pemberian pakan, sanitasi, serta pencegahan dan pengobatan penyakit.
“Sebanyak 96,3 persen telur di Jatim dihasilkan dari ayam ras petelur yang sudah menerapkan good farming practices, dan sisanya 3,7 persen telur dari ayam buras/kampung yang belum dikandangkan secara permanen, diantaranya ditemukan di daerah Tropodo,” tutur Khofifah sapaan akrab Gubernur Jatim saat melakukan kunjungan ke Kelompok Telur Intan di Kecamatan Tumpang, Malang, Minggu (17/11).
Untuk itu, lanjut dia, masyarakat tak perlu khawatir karena telur dari Jatim sehat dan tidak mengandung racun.
Khofifah mengungkapkan, imbauan ini sekaligus menindaklanjuti hasil penelitian jaringan kesehatan global (IPEN) yang menyebutkan bahwa ayam buras/kampung yang dipelihara secara umbaran dan mencari makan di tumpukan plastik di daerah Tropodo, Sidoarjo, memiliki tingkat kontaminasi dioksin terparah kedua sedunia.
Untuk memastikan bahwa peternakan rakyat sudah menerapkan good farming practices maka gubernur khofifah didampingi dinas peternakan provinsi Jatim, bupati Malang serta dekan fakultas peternakan Universitas Brawijaya melakukan kunjungan langsung ke daerah peternakan rakyat ayam petelur di Plumpang – Malang.
Kunjungan tersebut difokuskan di peternakan milik H Kholik yang memiliki populasi sekitar 300 ribu ekor ayam, dengan produksi telur sekitar 14 ton/hari atau setara 210 ribu butir/hari. Dimana, di peternakan ini quality controlnya sangat terjaga. Bahkan, telur-telur yang dipasarkan peternakan ini hanya yang Grade A atau kualitas terbaik. “Telur-telur yang dipasarkan peternakan ini hanya yang grade A dengan kualitas terbaik. Sedangkan yang Grade B tidak dipasarkan. Untuk itu, telur-telur ini sangat aman dikonsumsi masyarakat,” kata Khofifah.
Orang nomor satu di Jatim ini menambahkan, pemeliharaan unggas dengan penerapan good farming practices terhadap 92,5 persen unggas penghasil telur di Jatim telah menggunakan pakan yang memiliki Nomor Pendaftaran Pakan (NPP). Terlebih lagi, produksi telur unggas di Jatim pada tahun 2018 mencapai 543,56 ribu Ton atau setara 8,2 milyar butir telur. Serta berkontribusi sebesar 29 persen terhadap nasional atau peringkat 1 nasional. “Jatim telah surplus telur unggas mencapai 2,8 milyar butir telur, dan telah mampu mensuplai provinsi lain di Indonesia,” urai mantan Menteri Sosial ini.
Gubernur perempuan pertama di Jatim ini meminta, bagi masyarakat yang memihara ayam kampung dengan cara dilepas (diumbar) untuk segera beralih pemeliharaan unggas dengan skala bisnis dan dikandangkan. “Bagi masyarakat yang memelihara ayam kampung dengan cara diumbar, harap segera beralih dengan mengkandangkan ayam peliharaannya. Hal ini penting dilakukan untuk menjamin telur yang dihasilkan,” tuturnya.
Secara khusus untuk Pemkab Sidoarjo, pihaknya berharap agar segera melakukan koordinasi dengan camat,lurah dan kades setempat. Utamanya untuk melakukan pembinaan kepada peternak ayam petelur agar melakukan budidaya secara higienis.
“Saya harap Pemkab Sidoarjo segera koordinasi dengan seluruh jajarannya, agar bisa melakukan pembinaan untuk budidaya higenis maupun kandangisasi. Hal ini penting, karena tugas pemerintah adalah memberikan solusi terbaik bagi masyarakat termasuk peternak,” pungkas Khofifah.
Sementara itu, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Prof Suyadi juga menyampaikan, telur-telur yang dihasilkan di peternakan seperti milik H Kholik aman untuk dikonsumsi. Apalagi, telur-telur di sini diproduksi dengan sistem industri yang mementingkan input, proses dan output. “Ketika kita lihat di sini tidak ditemukan adanya proses pembakaran sampah plastik seperti yang ditemukan di Tropodo. Ditambah lagi karena disini menggunakan pakan komersial, sehingga terjamin mutu dan kualitasnya,” jelas Prof. Suyadi.
Produksi telur ayam di peternakan ayam untuk komersial selalu menggunakan sistem industri. Input pakan, air minum, dan juga udara sangat penting sebagai faktor output produksi telur. “Teknik produksi antara ayam kampung dengan ayam komersial beda. Untuk ayam petelor komersial apa yang dihasilkan ayam adalah akumulasi yang masuk tubuh, pakan, air, dan udara. Kita lihat disini, tidak ada pembakaran signifikan,” urai Prof Suyadi.
Sedangkan untuk yang dirilis IPEN terkait temuan kasus di Tropodo adalah ayam kampung yang hasil telurnya non komersil. Yang di sana lokasinya dekat dengan pembakaran sampah. Senyawa dioksin yang ditemukan di sana adalah senyawa yang merupakan racun karena sulit dicerna dalam metabolisme tubuh. Biasanya senyawa tersebut terkontaminasi dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari limbah plastik.
“Yang dari pembakaran itu, asapnya menguap, terhirup dan terakumulasi dalam tubuh. Nah untuk ayam komersial beda. Yang dalam tubuh adalah akumulasi yang masuk tubuh, lewat pakan, air, dan udara. Dari situ kami berikan informasi kondisi peternakan ayam di sini ini terpisah dari kontaminan. Maka hasil poduksi telurnya aman,” pungkasnya. [tam]

Tags: