Jelang New Normal, Negara Harus Hadir Membantu Pesantren

Diskusi daring (webinar) yang digelar Pengurus Cabang Lembaga Ta’lif wan Nasyir Nahdlatul Ulama (PC LTN NU) Jember dengan tajuk NU dan Pesantren di Era New Normal yang digelar pada Minggu (7/8) malam. [effendi]

Jember, Bhirawa
Jelang pemberlakuan new normal (normal baru) yang dicanangkan pemerintah dalam menghadapi Pandemi Covid-19, menjadi tantangan tersendiri bagi kalangan pesatren. Sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki karakteristik khusus, pesantren harus melakukan serangkaian penyesuaian yang tidak mudah untuk mengikuti Protokol Pencegahan Covid-19.
Hal itu menjadi tema perbincangan dinamis yang mengemuka dalam diskusi daring (webinar) yang digelar Pengurus Cabang Lembaga Ta’lif wan Nasyir Nahdlatul Ulama (PC LTN NU) Jember. Diskusi dalam rangka halal bi halal itu dikemas dengan tajuk NU dan Pesantren di Era New Normal, yang digelar Minggu (7/8) malam.
“Pesantren selama bertahun – tahun telah melewati berbagai jenis ujian. Dan kini, pesantren menghadapi sebuah tantangan baru yang benar – benar tidak mudah, yakni Pandemi Covid-19,” ujar Dr Akhmad Taufiq SS MPd, salah satu penasehat LTN NU Jember yang malam itu menjadi salah satu pemantik diskusi.
Tantangan itu antara lain terkait pengaturan jarak atau physical distancing. Kondisi ini membuat pengasuh pesantren harus menyediakan ruang yang lebih luas, mulai dari bilik pesantren hingga tempat belajar.
“Dengan adanya kebijakan New Normal, maka kalangan pondok pesantren harus bersiap untuk memulai kembali aktivitas belajar termasuk mengaji (madrasah diniyah) dengan pengaturan jarak. Ini menjadi tantangan tersendiri dengan waktu yang cukup singkat. Dengan kondisi saat ini, mungkin hanya Bandung Bondowoso yang bisa membangun kamar baru dalam waktu singkat,” ujar Wakil Ketua PC NU Jember ini kemarin.
Karena itu, Taufiq berharap, LTN NU bisa ikut berperan dalam menyuarakan aspirasi pesantren, termasuk kepada pengambil kebijakan. ”Ini menjadi problem serius bagi kita. Sejak dua bulan lalu, santri ‘dimobilisasi’ untuk keluar, lalu sekarang akan ‘dimobiliasi” untuk kembali. Di sinilah, LTN NU bisa berperan strategis untuk mencatat semua kegelisahan itu,” papar doktor bidang sastra ini.
Dalam konteks ini, Taufiq mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para kiai dan pengasuh pesantren, yang sudah mengambil keputusan yang tepat bagi kondisi dan konteks pesantrennya masing – masing atas kebijakan pada masa Pandemi ini, termasuk pada saat New Normal. ”Frase proses mobilisasi ini sengaja ini saya beri tanda petik, karena patut kita kritisi,” lanjut staf pengajar di FKIP Universitas Jember ini.
Catatan menarik juga dipaparkan Adam Muhshi, anggota bidang Riset dan Pengembangan LTN NU yang juga menjadi pemantik diskusi. Menurut pengajar hukum tata negara di FH Unej ini, secara konstitusional, negara punya kewajiban atas pemenuhan hak – hak terhadap warga negaranya. Salah satunya di bidang pendidikan. Hal ini dihubungkan dengan kesiapan pesantren dalam menghadapi New Normal.
“Untuk konteks Jawa Timur misalnya, ada empat opsi yang ditawarkan Kemenag terhadap pesantren. Pertama, santri tetap kembali ke pesantren secara bertahap. Kedua, santri kembali ke pesantren secara bertahap. Ketiga, santri kembali ke pesantren setelah pesantren disterilkan. Dan yang keempat adalah santri baru kembali ke pesantren setelah pandemi benar – benar selesai,” ujar Adam.
Dari empat opsi ini, Adam menekankan, negara idealnya harus memberi ruang kepada pesantren untuk memilih sendiri, opsi mana yang akan diambil. Sebab, pesantren yang lebih memahami kondisi masing – masing. ”Titik tekannya adalah, apapun opsi yang dipilih oleh masing – masing pesantren itu, negara tetap harus hadir dan tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya. Ini terkait dengan kewajiban negara untuk memberikan pemenuhan hak atas kesehatan terhadap warganya,” ujar mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Airlangga ini.
Tantangan pesantren tidak sekedar menghadapi pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung saat ini. Menurut pengasuh Pondok Pesantren MHI Bangsalsari, KH Mirhabun Nadir, pengajaran di pesantren jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang sudah baku berlangsung bertahun-tahun. ”Jangan Cuma sekedar mengajarkan bagaimana praktik ibadah selama perjalanan misalnya. Karena itu sudah bertahun – tahun. Tetapi juga perlu diajarkan praktik keagamaan di kampus misalnya,” tutur Ketua Bidang Literasi dan Kepustakaan LTN NU Jember ini.
Desakan agar pemerintah lebih proaktif dalam membantu kesiapan pesantren menghadapi New Normal, disuarakan Ketua LTN NU Jember, Muhammad Fauzinuudin Faiz. ”New Normal memang sebuah keharusan. Tidak hanya soal rutininas ekonomi yang harus terus berjalan, namun juga rutinas menuntut ilmu. Dalam dunia pendidikan Islam, hanya beberapa pesantren yang memulai menentukan kepulangan para santri. Sebagian mereka sudah mandiri menghadirkan alat protokol kesehatan. Namun tidak sedikit dari kalangan pesantren yang belum bisa menyediakan itu,” ujar pria yang juga staf pengajar di Pondok Pesantren Yasppibis, Wuluhan Jember ini.
Kebijakan terkait pesantren, saat ini menjadi ranah lintas sektoral. Mulai dari Pemkab, Pemprov hingga pemerintah pusat melalui Kementerian Agama, diharapkan bisa sinergis dalam membantu pesantren menyiapkan New Normal. ”Kaidahnya jelas, tak hanya ekonomi yang perlu diperhatikan untuk menopang hidup. Merawat akal dengan menuntut ilmu juga sebuah keniscayaan. Keduaya sama-sama terakomodir dalam Maqasid Syariah (lima prinsip tujuan beragama),” pungkas pengajar Ushul Fiqh di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember ini. [efi]

Tags: