Kadis Terima Remunerasi Hingga Rp48 Juta Per Bulan

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo saat menjadi pembina upacara HUT ke-47 Korpri di Gedung Grahadi, Sabtu (1/12).

Pemprov, Bhirawa
Pemberian tunjangan bagi PNS di lingkungan Pemprov Jatim akan diringkas dalam satu nomenklatur berupa remunerasi. Dengan sistem poin yang terukur, pendapatan tambahan bagi ASN ini akan ditentukan besarannya sesuai kinerja. Jika kinerjanya bagus dan memenuhi poin, kepala dinas atau setingkat pejabat tinggi pratama bisa menerima remunerasi hingga Rp 48 juta per bulan.
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menuturkan, remunerasi menggunakan ukuran produktifitas kerja. Dengan alat ukur menggunakan APIP, maka tidak ada ASN yang nantinya tidak mendapatkan pekerjaan. “Siapa berbuat apa itu ditentukan kepala OPD masing-masing secara detail dibantu dengan administratornya (Kepala bidang),” tutur Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim usai memimpin upacara Korpri di Gedung Grahadi, Sabtu (1/12).
Pakde Karwo mengaku, remunerasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan ASN. Terlebih, APIP di Jatim telah memperoleh predikat A. Predikat ini merupakan skor paling tinggi. Dengan kata lain, alat ukur kinerja otomatis sangat baik. “Dengan remunerasi ada basic (Gaji) ada produktifitas (Tambahan pendapatan), dan ukurannya cukup bagi Jatim. Bahkan untuk pejabat tinggi pratama itu cukup,” tutur Pakde Karwo.
Ditanya lebih detail tentang penerimaan remunerasi yang diterima ASN, Pakde Karwo mengaku sedang dihitung dan dibicarakan. Sebab, jangan sampai nilai remunerasi ini menjadi harapan yang terlalu berlebihan. Karena ada faktor produktifitas yang sangat menentukan di dalamnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim Anom Surahno menuturkan, pelaksanaan remunerasi telah mendapat persetujuan dari KemenPAN-RB. Hal itu ditunjukkan dengan turunnya SK tentang penentuan kelas jabatan. “Setiap orang pasti memiliki kelas jabatan masing-masing. Misalnya kalau eselon dua kalau bisa 100 persen bisa Rp 48 juta. Tapi sudah tidak dapat tunjangan apa-apa lagi, TPP tidak ada, transport tidak ada,” tutur Anom.
Saat ini, lanjut Anom, pembahasan tentang remunerasi masih dalam kajian terkait beban dan nilai komponen kerja. Sebab, dengan beban kerja yang saat ini berlaku hampir tidak mungkin tercapai hingga 100 persen dalam sebulan. Paling tinggi diperkirakan hanya bisa mencapai 70 – 80 persen. “Kalau mau mengejar sampai 100 persen bisa tidak pulang seharian. Karena satu hari itu hanya 24 jam, tidak mungkin ada yang 36 jam,” canda Anom.
Persentase itu akan didasarkan terhadap nilai poin dan terakumulasi setiap bulannya. Dengan beratnya beban kerja dengan nilai poin ini, maka diperlukan pertimbangan terkait penambahan nilai terhadap komponen kerja. Misal, satu poin itu Rp 5.700 menjadi Rp 6.500. Karena pengurangan poin tidak mungkin dilakukan. Sebab, hal tersebut berhubungan dengan produktifitas kinerja. “Prinsipnya dengan penerapan remunerasi ini jangan sampai ASN pendapatannya justru turun. Karena itu harus menambah bobot poinnya,” ungkap Anom.
Kendati tidak ada penambahan tunjangan, ASN masih diperbolehkan menerima honor dengan status ad hoc. Misal membuka acara di daerah lain, atau kegiatan dia datang. “Atau saya diundang kemudian, datang tapi bukan kegiatan saya,” tutur dia.
Remunerasi, lanjut Anom, merupakan tuntutan KPK. Karena dengan remunerasi itu tidak ada pendapatan lain, maka akan lebih mudah untuk mengontrol pendapatan pegawai. Saat ini, provinsi yang telah mendapat persetujuan dari KemenPAN-RB untuk melaksanakan remunerasi baru empat. Di antaranya ialah Jatim, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
“Setiap provinsi membutuhkan SK dari KemenPAN-RB. Selanjutnya, penilaian komponen itu diatur dengan kesepakatan sendiri dan diatur dalam Pergub,” pungkas Anom. [tam]

Tags: