Kampung Madu Lumbang Satu-satunya di Kabupaten Probolinggo

Bupati Tantri saat panen madu di kampung madu Lumbang.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Jadi Jujukan Wisatawan Dalam dan Luar Negeri
Probolinggo, Bhirawa
Kabupaten Probolinggo memiliki satu-satunya Kampung Madu yang ada di Kecamatan Lumbang. Saat ini Kampung Madu itu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing yang datang. Kampung Madu Lumbang itu terletak di sisi utara kantor Kecamatan Lumbang. Lokasinya sangat strategis, yaitu di tepi jalan kabupaten.
Tidak heran, Kampung Madu Lumbang ini cepat dikenal. Terutama oleh para wisatawan yang hendak menuju Gunung Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Seperti rombongan wisatawan asal Meksiko yang berkunjung Minggu (14/6). Mereka antusias sekali berkunjung ke Kampung Madu Lumbang.
Jerry, ketua rombongan wisatawan asal Meksiko itu sangat tertarik datang ke Kampung Madu Lumbang. Selain itu, Jerry bersama 10 temannya ingin menikmati kebudayaan lokal Probolinggo sebelum melanjutkan perjalanan ke kawasan wisata Gunung Bromo.
Rombongan wisatawan asal Meksiko itu tiba di Kampung Madu Lumbang sekitar pukul 13.00. Nah, di bangunan rumah yang diberi nama Kampung Madu Lumbang itu, wisawatan bisa melihat dan merasakan berbagai pengalaman tentang madu. Mulai melihat dan memegang langsung rumah lebah. Lalu, mencicipi langsung madu dari rumah lebah. Juga mengetahui proses singkat cara panen madu dan perawatan lebah penghasil madu.
”Terima kasih atas penyajiannya. Bagi saya dan teman-teman, ini menjadi pengalaman menarik dan baru pertama kali. Kami bisa belajar langsung soal lebah dan produksi madu,” kata Jerry, wisatawan asal Meksiko itu.
Bambang Heri Wahjudi di sapa Yudi yang menjadi person in charge (PIC) Kampung Madu Lumbang mengatakan, Kampung Madu Lumbang dibuka tahun 2017. Saat itu ada Program Kemitraan Wilayah (PKW) Sentral Madu dari Kemenristik Dikti melalui Ubaya dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
PKW Sentral Madu itu membangun Kampung Madu dan dikelola oleh Koperasi Hidup Makmur Sejahtera. Koperasi itu terbentuk dari hasil PKW Sentral Madu. ”Nah, Kecamatan Lumbang merupakan penghasil madu terbesar di Kabupaten Probolinggo. Jadi, program kemitraan wilayah sentral madu itu masuk di Kecamatan Lumbang. Kebetulan, saat itu saya sebagai Camat Lumbang,” kata Yudi.
Yudi yang kini menjabat sebagai Camat Sukapura mengungkapkan, melalui PKW sentral madu itu, terbangun Kampung Madu Lumbang. Sejumlah hal dikembangkan di sana. Mulai penataan usaha madu, pakan lebah, cara beternak, pengolahan, sampai pemasaran madu.
”PWK Sentral Madu ini berlangsung selama tiga tahun dan berakhir tahun ini. Tapi, kami berharap dan berusaha Kampung Madu Lumbang itu tetap berjalan meski program sentral madu sudah berakhir,” paparnya.
Dikatakan Yudi, Kampung Madu Lumbang yang menjadi satu-satunya di Kabupaten Probolinggo menjadi wisata edukasi. Selama ini, dalam sebulan selalu ada rombongan yang datang berkunjung untuk belajar tentang lebah, produksi madu, dan lainnya.
”Kampung Madu Lumbang ini sudah berjalan. Yang datang biasanya rombongan pengunjung wisatawan asing atau lokal, dan rombongan siswa dari Kabupaten Probolinggo atau luar daerah,” katanya.
Hanya saja, diakuinya, Kampung Madu Lumbang ini tidak tiap hari dibuka. Karena keterbatasan dana yang dimiliki koperasi. Sehingga, tidak bisa membayar petugas untuk tiap hari berjaga di Kampung Madu Lumbang. Karena itu, wisatawan atau rombongan yang hendak berkunjung, harus memberitahu jadwal lebih dulu. Sehingga, para pelaku Kampung Madu itu bisa mempersiapkan semuanya.
”Memang penggiat Kampung Madu ini memiliki pekerjaan tetap di luar itu. Minimnya modal dana yang dimiliki koperasi, juga belum bisa membayar orang tiap hari berjaga di sini,” tegasnya. Dengan berakhirnya program sentral madu, diharapkan, ada sinergisitas dari OPD (organisasi perangkat daerah) untuk mengembangkan Kampung Madu Lumbang. Karena di dalam Kampung Madu Lumbang itu, ada peternak lebah, pelaku usaha wisata edukasi, dan pemasarannya.
”Harus ada sinergisitas dari OPD terkait untuk bersama-sama mengembangkan Kampung Madu Lumbang sebagai satu-satunya di Kabupaten Probolinggo,” harapnya. Jumlah yang dipanen cukup banyak. Yaitu, sekitar 150 kotak rumah lebah. Dari jumlah itu, bisa dihasilkan sekitar 6 – 7 kuintal madu.
”Biasanya, saya tidak langsung jual madu hasil panen. Tapi saya diamkan dulu untuk menjaga harga. Apalagi madu ini tidak ada kedaluwarsanya. Malah makin lama disimpan, makin kental,” ungkapnya.
Harga madu sendiri, kalau langsung dijual per 1 kg sekitar Rp 65 ribu. Namun, jika cara menyimpan dan mengolahnya tepat, harga madu randu bisa lebih mahal. Yaitu, Rp 80 ribu – Rp 90 ribu per kg. ”Saya di Lumbang itu ada empat tempat ternak lebah madu. Kamis (20/6, Red.) rencana panen di dua desa. Yaitu, di Wonogoro dan Lumbang,” tuturnya.
Selama ini dikatakan Pendik, madu yang dia panen banyak dipesan oleh pembeli dari luar daerah. Terutama Jawa Tengah (Jateng). ”Biasanya panen madu itu tiap sepuluh hari. Tapi untuk hasil madu maksimal, saya panen tiap dua belas hari,” lanjutnya.
Di balik suka duka sebagai peternak lebah, menurut Pendik, para peternak harus pintar-pintar menabung. Tiap hasil panen, harus ada yang disisihkan untuk ditabung. Sebab, saat musim hujan, peternak lebah tidak bisa lagi panen madu. Musim hujan adalah waktu peternak lebah merawat dan memelihara lebah di kotak rumah lebah. Caranya, dengan memberikan gula sebagai makanan lebah itu.
”Selama musim hujan kemarin misalnya, saya habiskan 6 sampai 7 ton gula untuk memelihara lebah. Jika tidak, lebah akan mati atau tidak bisa memproduksi madu,” ungkapnya.
Pendik juga mengaku pernah mengalami musim paceklik. Saat itu, setahun penuh terjadi hujan abu akibat erupsi Gunung Bromo di Lumbang. Akibatnya, selama itu pula peternak tidak bisa panen madu. Namun, mereka harus tetap memelihara lebah-lebah di dalam rumah. Karena itu, dia pun berharap tidak ada lagi masa paceklik, tambahnya.(Wap)

Tags: