Karawitan Campursari Membuat Siswa Berbudi Pakerti

Para siswa sangat antusias latihan, mempersiapkan tampil di TVRI pada 6 Januari 2019 mendatang yang rencananya dihadiri Bupati Sidoarjo H. Saiful Ilah.

SMP PGRI 1 Buduran Uri-Uri Budaya Jawi
Sidoarjo, Bhirawa
Alunan kelembutan Gamelan Jawa bisa mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanannya akan tumbuh dengan baik. Karena mereka dalam kegiatannya selalu bekerjasama dengan baik untuk mendapat lantunan suara gamelan yang merdu dan indah.
Mereka selalu bertegur sapa secara halus, tingkah lakunya santun, mempunyai tatakrama ‘unggah-ungguh’ tiap langkahnya, bernyali budi pakerti kesehariannya. Itulah yang ditanamkan SMP PGRI 1 Buduran kepada siswa-siswinya, yakni dengan memberikan ekstra ‘Uri-uri Budaya Jawi’ dengan realisasi Karawitan, Campursari, Drama Jawa dan pelajaran bahasa Jawa yang masih berjalan hingga sekarang ini.
Humas SMP PGRI 1Buduran, Sidoarjo Koesmoko menjelaskan kalau kesenian dan kebudayaan Jawa ini ternyata bisa membentuk karakter siswa bernyali kelembutan budi pakerti. Siswa bisa lebih santun dalam pergaulan, juga memiliki tatakrama ‘unggah-ungguh’ terhadap guru dan orangtuanya.
Menurutnya, seni budaya tradisional, khususnya Campursari atau karawitan juga drama dalam bahasa Jawa, anak-anak perlu kerukunan, kekompakan dan kerjasama yang baik. Jadi beraneka macam instrument alat musik yang dipadukan dengan gamelan, ditambah lagi ada tembangnya, itu sangat perlu adannya kerjasama yang baik .
“Tanpa kerjasama yang baik, saling memahami, harmonisasi irama itu tidak mungkin tercipta,” katanya.
Kondisi itu sangat dipengaruhai watak dan karakter masing-masing gamelan, dan masing-masing karakter anak-anak. “Alunan irama yang harmonis serta kelembutan ini terus terbawa oleh anak-anak dalam pergaulan sehari-hari,” terang Koesmoko ditemui di sela-sela latihan, pada (21/12) malam.
Dijelaskan pula oleh Sang Pelatih Campursari Ujang Wardianto bahwa proses pembelaraan anak-anak untuk mencintai seni budaya Jawa ini tidak terlalu sulit. Kenalkan lebih dulu, buatlah anak-anak ini senang dulu dengan gamelan, termasuk lagu-lagunya. “Setelah itu kita masukan birama maupun rasa,” katanya.
Jadi proses pelatihannya atau rekrutnya, anak-anak ini dibuatkan empat kelompok, dari situ akan terseleksi, diambil yang baik-baik. Mereka terus disaring terus hingga ditemukan kelompok inti. “Namun yang lebih penting adalah support, dari sekolah dan dari orangtua juga cukup bagus. Bahkan orangtua rela antar jemput, ada yang menuggu sampai anaknya selesai latihan,” jelas Pak Ujang_sapaan akrabnya. Lanjutnya, untuk latihannya sudah terjadwal secara rutin, seminggu dua hingga tiga kali, per pertemuan tiga sampai empat jam. Anak-anak sekarang ini justru kesulitannya adalah dalam membagi waktu. “Makanya diadakan latian sore hingga malam, yang penting tidak mengganggu jam pelajaran dan jam belajarnya anak-anak,” terang Ujang Wardianto lulusan sarjana seni dari Solo.
Ustu Fania Hamim siswi kelas IX yang sejak masuk sekolah senang dengan karawitan dan campursari ini mengaku sangat senang senang mengikutinya. Ia katanya kalau seni budaya Jawa ini tidak membosankan, khususnya karawitan dan campursari.
Siswi yang suka menabuh gamelan Jawa ‘Demung’ ini mengaku bisa mengerjakan musik, meskipun lama tapi tidak ada rasa bosan, karena lagunya berbeda-beda dan enak sekali didengarnya. “Jadi alunannya itu sangat harmonis, kalau bahasa Jawanya ‘Anteng’ tidak hingar bingar. Rasanya ‘adhem ayem.’ Jadi senang senang sekali, apalagi bisa tampil dimana-mana. Pernah tampil lomba di Kediri, di Pendopo Kabupaten Sdioarjo, bahkan di TVRI sudah berkali-kali,” ungkap siswi yang bercita-cita jadi guru kesenian ini.

Kasek SMP PGRI 1 Buduran Drs. H. Abdul Sjukur, MM

Campursari Sudah Jadi Ikon Sekolah
‘Uri-uri Budaya Jawai’ khususnya karawitan campursari nampaknya sudah menjadi Ikon sekolah yang terletak di Jl. Siwalanpanji ini. Hal tersebut dituturkan Kasek SMP PGRI 1 Buduran Drs. H. Abdul Sjukur, MM.
Ia katakan, selain ekstra karawitan campursari juga ada pelajaran bahasa jawa, termasuk seni-seni yang lainnya. Diantaranya tetembangan, drama jawa dengan kisah cerita jawa. “Untuk campursarinya, anak-anak juga sudah sekitar 16 kali tampil di sebuah TVRI Surabaya,” tutur Pak Sjukur yang juga pernah mengajar bahasa jawa.
Prestasi yang pernah diraih dari Karawitan Campursari diantaranya adalah juara pertama tingkat Propinsi Jatim untuk PPK (Penguatan Pengembangan Karakter). Juara pertama Widya Pakarti Nugraha (Piala Gubernur Jatim).
Begitu juga untuk lagu-lagunya juga produk lokal karya sendiri, diantaranya Sidoarjo Hijau, Taman Abhirama, Monumen Jayandaru. Sehingga tiap tampil selalu dihadiri pejabat, baik tingkat Propinsi Jawa Timur maupun Sidoarjo. “Setiap ada lomba karawitan campursari seringkali juara pertama. Bahkan kita pernah dipertandingkan bukan lagi dengn anak-anak tingkat smp tetapi dengan masyarakat umum yang diselenggarakan oleh Dikbud Sidoarjo kita juara pertama, mengalahkan peserta masyarakat umum,” tuturnya
Oleh karena itu, pihaknya juga terus menunjang fasilitas-fasilitas yang diperlukan, yakni satu set gamelan lengkap, alat musik modern, juga wayang kulit juga kami sediakan satu kothak lengkap. “Semua itu sangat berguna untuk mengajari anak-anak yang ingin ‘ndalang’ serta untuk mengenalkan budaya pewayangan,” tutur Pak Sjukur. [ach]

Tags: