Kebenaran Pasca Kebenaran

Oleh:
Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang. 

Inilah era kebenaran pasca kebenaran (post-truth). Kebenaran yang muncul bisa tidak bersumber fakta, namun berasal dari pendapat mayoritas. Opini pribadi atau kelompok tertentu diviralkan hingga menyerupai pendapat mayoritas masyarakat (opini publik). Hanya karena banyak yang menyebarkan maka sebuah kebohongan bisa diakui sebagai kebenaran. Pada masa pasca kebenaran ini menemukan kebenaran yang sejati sungguh tidak mudah.
Dalam situasi seperti ini peran media massa semakin tidak mudah. Media harus mampu memilah mana fakta dan opini. Bukan mencampurnya hingga sulit dibedakan mana fakta dan mana pula opini. Secara umum isi media massa adalah fakta yang diambil dari realitas peristiwa yang terjadi. Selain itu media juga memuat opini yang berupa pendapat dari masyarakat. Dalam menulis berita dan menyajikannya kepada khalayak, haram hukumnya sajian fakta dicampur opini.
Fakta adalah sesuatu yang diketahui atau bisa dibuktikan kebenarannya. Fakta bisa berupa informasi yang memiliki realitas obyektif. Fakta selalu obyektif dan netral serta bisa diverifikasi dengan bukti. Sementara opini adalah pandangan atau penilaian tentang sesuatu. Opini merupakan intepretasi pribadi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman individu. Opini itu subyektif dan tidak dapat diverifikasi dengan bukti.
Bagi media arus utama (mainstream media) sudah jelas pembeda mana fakta dan mana opini. Namun tidak demikian dengan di media sosial (medsos). Lewat medsos semua orang bisa mencipta opini dari sebuah fakta. Lalu lalang opini berkembang liar di medsos. Hingga fakta yang disajikan media massa menjadi diragukan kebenarannya karena opini yang dibangun medsos ternyata lebih perkasa.
Kemampuan memilah antara fakta dan opini ini menjadi penting terutama di tahun politik ini. Perang opini di masa kampanye politik saat ini semakin liar tak terkendali. Bahkan tidak jarang opini dibangun tanpa dasar, tidak bisa diterima akal, dan menghina logika pengetahuan. Saat ini banyak fakta obyektif yang justru dikalahkan oleh faktor emosi seseorang atau sekelompok orang dengan membentuk opini pribadi.
Para kreator opini pribadi tersebut selanjutnya memviralkan opininya hingga seakan-akan jadi opini publik (public opinion). Inilah era dimana kebenaran bukan bersumber fakta. Kebenaran dibangun dari adu kuat lewat penciptaan opini. Siapa yang mampu mencipta opini dengan masif, maka opini mayoritas tersebut selanjutnya diakui sebagai sebuah kebenaran.
Kebenaran Era Post-Truth
Era pasca kebenaran (post-truth) adalah sebuah era dimana kebenaran tercipta dari opini pribadi yang jadi mayoritas walaupun opini itu sama sekali tidak benar. Merujuk Ralph Keyes (2004) dalam bukunya The Post-Truth Era yang menyatakan bahwa pada era ini sesuatu seolah-olah benar walaupun aslinya sebuah kebohongan besar.
Era pasca kebenaran ini ditandai dengan merebaknya hoax di medsos dan kebimbangan media massa dalam menghadapi pernyataan-pernyataan bohong dari para politisi. Pada kondisi ini peran jurnalisme semakin melemah karena setiap orang bisa mencipta opini pribadi yang kemudian membagi-bagikannya melalui medsos.
Opini yang berkembang tanpa melalui tahapan verifikasi, akurasi, dan kredibilitas penyampai informasi. Tidak jarang opini dibangun dengan fakta hasil rekayasa. Pokoknya sudah viral dan menyebar luas, opini hasil rekaan itu bisa diakui sebagai sebuah kebenaran. Melalui medsos saat ini muncullah buzzer yang bekerja untuk menyukseskan keberhasilan penciptaan opini tertentu.
Beragam penciptaan opini disebarkan melalui medsos dengan pemilik akun tidak jelas (anonim), personal blog, dan portal palsu. Kemunculan beragam platform media yang digunakan sebagai sarana membangun opini itu jumlahnya sangat masif bahkan jauh melampaui jumlah media massa arus utama. Posisinya sangat tidak sebanding, hingga dalam beberapa kasus, opini publik tidak tercipta dari media konvensional justru dari medsos dan media abal-abal berbasis internet.
Kondisi ini sangat berbahaya, terutama di tahun politik saat ini dimana perang opini berlangsung sangat sengit. Fakta terkalahkan oleh opini yang dibangun tanpa niat baik. Disinilah terjadi kemerosotan nilai-nilai kebenaran. Kebenaran yang asli menjadi abu-abu dan semu hingga orang meragukannya. Perdebatan mencari yang benar dengan opini palsu tidak jarang justru berujung pada perseteruan. Inilah kebenaran era post-truth yang harus diwaspadai oleh semua pihak.
Melanggar Etika
Banyak masyarakat mendapat pengetahuan dari media, baik media massa konvensional maupun medsos. Bentuk pengetahuan yang diperoleh dapat berupa informasi dan berita. Sebuah informasi biasanya banyak di dapat dari medsos. Untuk menyampaikan informasi di medsos memang tidak harus bersumber fakta. Bisa saja informasi itu berangkat dari sebuah opini personal si pembuatnya.
Sementara kalau berita merupakan produk jurnalisme yang berupa informasi yang sudah dikonfirmasi, diverifikasi, dan diklarifikasi oleh jurnalis. Disinilah bedanya. Informasi sering muncul tidak melalui tahapan pelacakan terlebih dahulu untuk menguji kebenarannya. Sementara produk jurnalisme yang berbentuk berita sudah melalui serangkaian tahapan uji yang sudah ditetapkan dalam standard kerja jurnalisme lewat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan pedoman yang lain.
Di era internet yang serba canggih dan cepat saat ini ternyata semakin memasilitasi munculnya informasi dan berita yang melanggar etika. Tidak hanya informasi di medsos yang jauh dari pedoman etika, beberapa media massa konvensional ada yang menempuh jalan pintas. Ada produk jurnalisme yang penggalian ide berita hingga memverifikasi sebuah fakta tertentu justru dilakukan melalui medsos.
Lihat saja beberapa acara televisi yang banyak dibuat dengan mengupas tema yang sering dibicarakan penguna internet (netizen). Tidak jarang juga media cetak menuliskan ulang apa yang terjadi dan viral di medsos. Seakan tidak mau kalah, media online juga mengupas lebih jauh fakta yang tercipta lewat medsos tersebut. Padahal fakta yang muncul di medsos bisa jadi fakta hasil rekayasa belaka.
Beberapa produsen berita terjebak pada fakta bayangan yang muncul di medsos. Fakta-fakta yang lahir di medsos perlu pembuktian yang akurat sebelum diakui bahwa fakta itu memang benar adanya. Fakta yang berasal dari medsos tidak akurat hanya di verifikasi lewat medsos pula. Munculnya berita yang bersumber dari medsos mencipta peluang melahirkan berita bohong.
Untuk itu masyarakat perlu kritis dan cerdas ketika bermedia. Ketika memilih dan memilah fakta dan opini menjadi sulit dicari benang merahnya saat ini, maka semua penguna media harus berdaya. Keperkasaan yang dimiliki media harus dilawan dengan kemampuan masyarakat untuk punya kemampuan tidak hanya menerima begitu saja terhadap isi media. Karena tidak semua yang tersaji di media itu sebuah kebenaran, terutama yang muncul di medsos. Mari cerdas bermedia!

———- *** ———-

Rate this article!
Kebenaran Pasca Kebenaran,5 / 5 ( 1votes )
Tags: