Kejati Jatim Periksa Marathon Saksi Dugaan Korupsi Kapal Floating Dock

foto ilustrasi

Kejati Jatim, Bhirawa
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim pekan depan bakal memeriksa saksi-saksi dugaan kasus korupsi pengadaan kapal floating dock di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (PT DPS).
Pemeriksaan saksi-saksi ini dibenarkan Trimo, selaku Tim Jaksa penyidikan kasus ini. Trimo menjelaskan, pemeriksaan para saksi ini merupakan pengembangan dari fakta di persidangn atas dua terdakwa dalam kasus ini, yaitu mantan Direktur Utama (Dirut) PT DPS, Riry Syeried Jetta dan Dirut A&C Trading Network (ACTN), Antonius Aris Saputra.
“Pekan depan belasan saksi ini diperiksa secara marathon terkait fakta persidangan dari dua terdakwa kasus ini,” jelas Trimo, Kamis (8/8).
Para saksi, sambung Trimo, mereka ada yang berasal dari panitia pengadaan di PT DPS dan jajaran direksi di PT DPS. Semuanya diperiksa berdasarkan pengembangan dari bukti-bukti atau fakta persidangan kasus yang merugikan negara Rp 63 miliar.
“Pemeriksaan ini ini merupakan pengembangan dari persidangan terdakwa Riry dan Antonius. Dan saksi-saksi ini ada yang masih aktif, ada juga yang berganti jabatan,” ucapnya.
Ditanya mengenai kemungkinan tersangka baru dalam kasus ini, Trimo enggan berspekulasi. Menurutnya, pemeriksaan ini akan merujuk pada pengembangan dari kasus yang menjerat dua orang terdakwa.
“Semua kemungkinan itu pasti ada, tinggal kita lihat bukti-bukti yang ada. Intinya kami akan memanggil para saksi dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap pengembangan kasus ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim, Arif Suhermanto dan Rachman menuntut terdakwa Antonius Aris Saputra dengan pidana 18,6 tahun, dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Dirut ACTN ini dibebankan uang pengganti sebesar Rp61 miliar. Sementara untuk terdakwa mantan Dirut PT DPS masih tahap persidangan, dengan mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dari JPU dan saksi meringankan dari terdakwa.
Seperti diberitakan, penyelidikan kasus besar ini dimulai ketika muncul laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan, ditemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp 60 miliar lebih dari nilai proyek pengadaan kapal sebesar Rp100 miliar. Proyek pengadaan kapal jenis floating dock ini terjadi pada 2016 lalu.
Pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp60 miliar lebih dari harga Rp100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas. Kapal didatangkan dari negara di Eropa. Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam ditengah jalan.
Dari hal itu kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut. Sementara untuk kapalnya sendiri sudah berusia 43 tahun. Dan dari keterangan penjual maupun Dirutnya mengaku tenggelam di Laut Hongkong. [bed]

Tags: