Keutuhan Sosial 2019

Foto Ilustrasi

Tahun 2019 baru dimulai, dengan pengharapan membawa perubahan di dalam negeri, dan tata pergaulan global. Penurunan harga minyak dunia, disambut suka-cita di seluruh dunia. Tak terkecuali akan meningkatkan mobilitas sektor distribusi nasional. Tetapi di dalam negeri, tahun (2019) ini , akan menjadi periode politik paling keras. Akan digelar pilpres serentak dengan pemilu legislatif (pileg), bisa berpotensi kegaduhan sosial.
Pileg pasti akan lebih riuh, karena jumlah kursi (DPR-RI, DPRD Propinsi, serta DPRD Kabupaten dan DPRD Kota) bertambah dibanding pileg 2014 lalu. Penambahan disebabkan pertambahan penduduk, dan pemekaran pemerintahan daerah. Kursi DPR-RI yang akan diperebutkan sebanyak 575 anggota (sebelumnya sebanyak 560 kursi). Sedangkan keanggotaan DPRD Propinsi menjadi sebanyak 2.207 kursi (bertambah 95 kursi), tersebar di 34 propinsi.
Penambahan paling banyak terjadi pada keanggota dewan kabupaten dan kota. Pileg tahun (2019) ini akan memperebutkan 17.610 kursi. Dibanding pileg 2014 terdapat pertambahan sebanyak 715 kursi. Pertambahan kursi DPRD kabupaten disebabkan pemekaran Pemerintahan Kabupaten di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, dan Papua Barat. Lebih dari 100 ribu orang akan menjadi calon legislatif (caleg).
Pertambahan kursi DPRD Kabupaten, niscaya berkonsekuensi dengan meningkatnya pengeluaran untuk gaji. Ironisnya, hampir seluruh daerah pemekaran rata-rata memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat kecil. Patut dikhawatirkan, tujuan pemekaran daerah (mensejahterakan rakyat) tidak akan tercapai. Boleh jadi, pembangunan di daerah baru, sekadar mengandalkan Dana Desa (DD), dan Dana Kelurahan. Keduanya bersumber dari transfer APBN.
Kecuali, segenap jajaran DPRD bersama pejabat daerah, cukup pandai (dan cermat) menggali potensi daerah. Bukan sekedar mengolah sumber daya alam (SDA) yangberupa berbagai tambang, dan hasil bumi. Melainkan juga (terutama) ekonomi kreatif. Maka dibutuhkan kecermatan (dan pengalaman) tokoh-tokoh daerah, dengan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Khususnya memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Keutuhan sosial di daerah, akan menjadi “tantangan” pada tahun 2019, dampak pilpres serentak dengan pileg. Pemilu bersama itu bahkan yang pertama di dunia. Tergolong rumit, walau cukup efisien. Sejak awal tahun (bulan Januari) hingga pertengahan bulan April 2019, akan menjadi periode waktu cukup menegangkan. Coblosan pemilu (pilpres dan pileg) akan diselenggarakan pada 17 April 2019, bukan akhir ke-riuh-an politik.
Disebabkan pertarungan politik, terutama pilpres dengan dua pasangan calon. Berpotensi memecah sosial secara diametral. Maka setiap daerah patut menjaga keutuhan sosial. Terutama di perkotaan, dengan pengguna telepon berbasis android yang cukup masif. Ke-gaduhan sosial juga menjadi “pelajaran” pada tahun 2018, diantaranya berupa maraknya berita bohong (hoax) melalui media sosial (medsos). Bagai “perang” terbuka tanpa batas.
Pilpres dan pileg 2019, merupakan amanat UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebanyak 190 juta-an masyarakat memiliki hak pilih pada pemilu 2019, ditambah 2 juta-an Warga Negara Indonesia di Indonesia. Sekitar 44 juta-an (23%) telah terakses medsos. Berbagai penyiaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, telah dimanfaatkan untuk propaganda. Sekaligus menghantam pihak lain yang dianggap sebagai penghalang.
Tanpa batas menyatakan pendapat, kebebasan nyata-nyata telah menyebabkan kegaduhan sosial. Ke-riuh-an politik, biasanya tidak serta-merta selesai setelah coblosan. Lebih lagi, manakala pilpres tidak menghasilkan kemenangan telak (selisih lebih dari 10%). Sehingga hasil pilpres akan ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Potensi kegaduhan sosial patut diwaspadai. Terutama aparat Kepolisian dan TNI di daerah, mesti siaga penuh sampai seluruh tahapan pemilu selesai.
——— 000 ———

Rate this article!
Keutuhan Sosial 2019,5 / 5 ( 1votes )
Tags: