Khofifah Berharap Peningkatan Peran DPD di Legislasi

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat menghadiri silaturahmi DPD RI periode 2019 – 2024 di Shangrila hotel, Surabaya, Rabu (7/8).

La Nyalla Mengaku Dapat Dukungan Jadi Ketua DPD RI
Surabaya, Bhirawa
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap akan terjadi penguatan terutama dalam peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap legislasi. Peran yang lebih signifikan sehingga apa yang menjadi masukan dari daerah masing-masing terkonstruksi sebagai suatu aspirasi.
Khofifah mengakui, sejauh ini ada peran yang dapat dioptimalkan pada DPD, misalnya dalam pembahasan RAPBN, DPD hanya memiliki peran berupa rekomendasi. “Saya tidak ngompor-ngompori bapak ibu. Tapi menurut saya setelah tiga kali periode (DPD), dengan proses yang sudah berjalan selama 15 tahun ini mungkin saatnya dilakukan penguatan,” ungkap Gubernur Khofifah, Rabu (7/8).
Gubernur Khofifah mengaku jika di DPR RI terdapat sebelas komisi kerja. Sementara DPD, menurutnya perlu dihitung kebutuhannya berapa kalau itu bisa dievaluasi. Pada saat merumuskan tatib DPD, proses pengelompokan berupa komite ada yang mungkin harus dilakukan. “Saya khawatir mitranya banyak, sampai dalam setahun tidak ada rakernya dg DPD. Hal itu terjadi saat saya masih di Menteri Sosial,” tutur Gubernur Jatim perempuan pertama tersebut.
Sementara itu, DPD RI terpilih La Nyala Mataliti mendapat dukungan kuat untuk duduk sebagai ketua. Hal tersebut tampak saat para calon anggota DPD RI menggelar silaturahim di Surabaya, Rabu (7/8) kemarin.
Atas dukungan tersebut, La Nyala berharap dapat lebih banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk Indonesia. “Dengan kita merebut pimpinan tertinggi itu kita akan memiliki kesempatan lebih luas untuk beramal,” tutur La Nyala.
Hal tersebut, lanjut dia, harus didukung dengan mengoptimalkan peran para senator di DPD dari berbagai daerah se Indonesia. Ia mengakui, hal tersebut menjadi bagian dari upayanya untuk memperkuat martabat DPD RI dengan menjalankan fungsinya secara maksimal. Saat ini, amandemen UUD 1945 telah diubah. Namun, saat ini masih belum dijalankan. Karena itu, apa yang ada saat ini harus dijalankan. Harapan tersebut, lanjut La Nyala, secara khusus diangkat dalam buku terbarunya berjudul ‘Mewujudkan DPD yang Kuat dan Bermartabat’.
“Dalam buku itu terdapat perjalanan hidup saya yang tidak serta merta. Mulai dari bawah sampai di atas, lalu dipotong, jatuh lagi ke bawah dan kembali bangkit sampai saat ini sudah di atas dan akan terus naik,” ungkap La Nyala.
Pakar Hukum Tata Negara Dr Margareto menambahkan, sejauh ini peran DPD dinilai masih standar-standar saja. Itu semua diakibatkan oleh DPD saat ini bekerja sepenuhnya berdasar kerangka UUD. Diperlukan kreasi-kreasi tanpa menabrak kaidah konstritusi. Itu yang membuat DPD menjadi sub ordinat dari DPD.
“Ke depan, menurut saya diperlukan kreasi yang tidak bertabrakan dengan skema normatif UUD 1945. Sehingga mereka dilihat publik, oh iya ada,” ungkap Margaret.
Pihaknya mengakui, DPD menjadi lembaga dinaungi UUD 1945, sumber dayanya cukup, tapi tidak dapat memberikan efek terhadap perumusan dan pengambilan kebijakan. Setidaknya membangun admosfir dalam pengambilan kebijakan.
“Hanya akan bisa tercapai jika pimpinannya memilki dedikasi yang hebat. Karena sehebat apapun skenario UUD terhadap otoritas yang bersifat directiv tidak akan berguna jika bos dari lembaga itu tidak berkreasi,”pungkas dia. [tam]

Tags: