Kiprah Lopa Dalam Menegakkan Hukum

Judul : Lopa Yang Tak Terlupa
Penulis : Alif we Onggang, dkk
Penerbit : Penerbit Imania
Cetakan : Pertama, November 2018
Tebal : 338 halaman
ISBN : 978-602-7926-44-8
Peresensi : Ridwan Nurochman 

“Saya perlu tekankan ini, sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap ada di hati, maka peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut akan terjadi. Karenanya, faktor mental yang paling menentukkan”. (hal.233)
Kebobrokan hukum di Indonesia seakan bukan rahasia lagi. Berbagai pelanggaran hukum kerap terjadi di bangsa kita. Dari mulai pelanggaran hukum yang dilakukan masyarakat biasa hingga para pejabat, utamanya pelanggaran korupsi. Berbagai pejabat negara, baik anggota parlemen maupun kepala daerah kerap kita saksikan di tv banyak yang terjaring operasi pemberantasan korupsi. Bukan hanya pejabat legislatif dan eksekutif saja, naasnya pejabat yudikatif yang semestinya menjadi lembaga pengawasan pun ikut dalam praktek korupsi. Hakim dan jaksa tidak sedikit di bangsa ini yang menjadi tersangka korupsi.
Masyarakat merindukan bangsa ini dapat lepas dari berbagai kasus korupsi. Sebab, kita pun paham, tentang bahaya apa yang disebabkan oleh praktek korupsi. Akan sangat sulit pemerataan tercapai jika dalam suatu bangsa praktek korupsi masih menjamur subur, bahkan tak jarang dilakukan secara berjamaah. Sebab, jika manusia bangsa ini, terutama para pejabatnya masih memiliki nafsu untuk menumpuk kekayaan, akan sangat sulit untuk bisa tercapai cita-cita bangsa ini untuk menciptakan bangsa yang berkeadilan dan sejahtera.
Bangsa kita pernah memiliki pendekar tangguh dalam pemberantasan korupsi, Baharuddin Lopa salah satunya. Baharuddin Lopa merupakan jaksa agung yang pernah dimiliki bangsa ini. Beliau adalah jaksa yang memiliki integritas sangat tinggi, jujur dalam sikap dan perkataan. Kehidupan yang beliau jalani sangat sederhana, dan cenderung tak tampak sebagai seorang pejabat negara.
Baharuddin Lopa merupakan manusia langka di Indonesia. Lopa berani membelah kekakuan-kekakuan birokrasi yang terjadi di Indonesia terutama ketika rezim Orde Baru. Dalam laku kesehariaannya, Lopa sangat sederhana dan bersahaja. Meski dirinya seorang pejabat, Lopa ternyata sangat menyukai gorengan.
Menurut Baharuddin Lopa, bahwa sumber keberanian dari seorang jaksa terletak pada iman dan kejujuran. Selalu jujur dalam bersikap, berkata dan memakai nurani. Ini adalah bekal agar berani dalam mengambil sikap, setia pada keberanian dan tidak akan menyimpang. Kejujuran tidak bisa kalian pegang dengan teguh jika tidak berlandaskan pada keimanan dan akhlak mulia.
Rezim orde baru, yang cenderung korup, menjadi kalang kabut dengan kiprah Lopa yang ‘terlalu berprestasi’. Lopa berkali-kali dimutasi dari tempat yang satu ke tempat lain. Namun tekadnya sebagai seorang penegak hukum tidak pernah luntur. “Pokoknya sampai ke neraka pun koruptor akan saya kejar “. (hal. 44)
Sikap Lopa yang tanpa kompromi menyikat semua koruptor tanpa pandang bulu ini membuatnya juga sering mengalami tekanan dari banyak penjuru. Orang-orang yang merasa terancam dengan sepak terjang Lopa selalu mencoba kelompok tertentu yang punya kekuatan untuk menekan Lopa melalui pendekatan kekuasaan. Sebagaimana pernah terjadi, ketika Lopa masih bertugas di Sulawesi Selatan, ia sikat Tony Gozal yang kesandung kasus korupsi reboisasi. Padahal Tony memiliki relasi yang kuat dengan orang pusat. Surat dari Cendana pun tak menyurutkan langkah Lopa untuk menjeret Tony Gozal. Bagi Lopa, yang patut ditakuti itu hanya Tuhan.
Selain itu, keberanian lain yang pernah ditunjukkan Baharuddin Lopa juga terjadi ketika dia menolak surat presiden Soeharto tentang suatu perkara saat Lopa masih menjabat jaksa tinggi di Makassar. Hal semacam ini jarang yang dapat dilakukan oleh pejabat-pejabat lainnya saat itu, apalagi sekarang ini.
Bangsa ini merindukan orang-orang seperti Pak Hoegeng, Pak Lopa dan seperti mantan hakim agung Artidjo. “Keberanian Lopa di tengah hiruk pikuk persoalan penegakkan hukum bagaikan mutiara dalam kumbangan lumpur. Ketegasan dan keberaniannya diibaratkan mutiara itu berada di lumpur, tetapi masih memberi pancaran sinar yang terang” (hal 310). Kehadiran buku ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa integritas bangsa, di tengah merapuhnya moral kejujuran dan kesetiaan.

———– *** ———–

Rate this article!
Tags: