Kiprah Mamik Endarni, Pengusaha Konveksi Asal Tulungagung

Mamik Endarmi memperlihatkan contoh baju APD yang sudah jadi untuk dipergunakan tenaga medis.

Donasi 10.000 Baju APD Ditengah Keterpurukan Usaha
Kabupaten Tulungagung, Bhirawa
Melayani sepenuh hati. Kalimat ini benar-benar dipraktikkan oleh Mamik Endarni. Pengusaha konveksi asal Desa Ketanon Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung ini. Bersama sang adik, Iis Rahmawati menyumbangkan 10 ribu alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis yang saat ini bertaruh nyawa menyelamatkan pasien dari serangan virus Covid -19.
Jumat (27/3) merupakan hari pertama bagi Mamik Endarni memproduksi APD berupa baju yang biasa disebut baju hazmat. Di rumah produksinya yang juga dijadikan tempat tinggal itu ada beberapa karyawan yang sudah melakukan aktifitasnya menjahit baju hazmat.
Baju hazmat yang sedang dijahit itu sekilas mirip jas hujan, namun bukan terbuat dari bahan plastik. Menurut Mamik Endarni bahannya adalah polipropilene spunbond. Atau kain yang biasa dibuat untuk tas kantong wadah saat kenduri.
Baju APD ini memiliki lengan panjang dan penutup kepala. Bagian atas dan bawahannya tergabung menjadi satu. Untuk memakainya melalui resleting yang diletakkan di bagian dada.
“Bahan spunbond itu biasanya kami buat untuk pembuatan packaging kantong desiccant keperluan industri. Ini agar barang yang dimasukkan dalam kantong tersebut tidak lembab saat di kontainer,” ungkap Mamik Endarni coba menjelaskan.
Perempuan paruh baya ini selanjutnya membeberkan donasi 10 ribu APD bagi tenaga medis tersebut bermula dari krisis APD yang terjadi di Bogor. Iis Rahmawati, sang adik yang juga pemilik usaha dengan brand Tulip Craft dan tinggal di Bogor kemudian berinisiatif untuk membantu kelangkaan APD tersebut.
Mamik Endarni mengaku sebelumnya sempat pula berinsiatif menyumbangkan sejumlah uang ke Palang Merah Indonesia (PMI) untuk membantu penanggulangan wabah virus corona, namun PMI ternyata tidak membutuhkan uang. “Atas dasar inilah kemudian kami berinisiatif membuat kain spunbond menjadi baju APD untuk tenaga medis,” terangnya.
Berbekal mencari informasi tentang desain baju APD di internet dan youtube, lantas Mamik Endarni membuat prototipe baju APD dan hasilnya dikirim ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bogor. “Ternyata, contoh baju diterima dan mereka siap menerima donasi baju APD dari kami,” tuturnya gembira.
Soal bahan baku pembuatan baju APD, Mamik Endarni menyatakan mempunyai stok yang memadai. Apalagi, bahan baku tersebut saat ini menumpuk di gudangnya setelah usaha kantong desiccant untuk keperluan industri mengalami kemacetan akibat terjadi pandemi corona. Padahal sebelumnya dengan usahanya itu Mamik Endarni biasa melakukan ekspor ke beberapa negara, seperti Turki, Amerika, Jerman dan Brasil.
Perempuan berputra dua dan berprofesi juga sebagai guru di SDN 1 Bendosari ini berharap pengerjaan baju APD bermaterial non-woven, material yang sama dengan bahan standar pembuatan APD dapat selesai dalam waktu satu pekan. Ia pun tidak hanya mengandalkan 80 pejahit dan pekerja bagian sablon dan potong yang biasa bekerja dengannya, tetapi juga membuka relawan.
“Saat ini sudah ada tiga kelompok pejahit relawan yang siap membantu. Kami pun sudah memberitahu tentang ketentuan dan upahnya karena sifatnya sosial. Juga kami sudah ada kesepakatan terkait kebersihan, kerapian jahit dan ketepatan menjahit,” ucapnya.
Dengan mengerjakan pembuatan baju APD ini, Mamik Endarni juga menyelamatkan para pekerjanya dari ancaman pemutusan hubungan kerja akibat imbas pandemi corona. Bahkan ia sekarang berhasil memperkerjakan tiga kelompok relawan yang berasal dari Kecamatan Tulungagung, Kecamatan Sumbergempol dan kecamatan Rejotangan.
Rencananya, setelah produksi 10 ribu baju APD selesai dan diserahkan ke IDI Cabang Bogor, tidak menutup kemungkinan Mamik Endarni dan Iis Rahmawati melakukan hal yang sama untuk tenaga medis di Kabupaten Tulungagung. “Produksi kan di Tulungagung. Itu nanti setelah yang untuk Bogor selesai,” katanya. [Wiwieko Dh]

Tags: