Konflik Internal, Anggota Bawas RPH Surabaya Ikut Mundur

Konflik Internal, Anggota Bawas RPH Surabaya Ikut Mundur

Surabaya, Bhirawa
Konflik internal di PD Rumah Potong Hewan (RPH) yang belakangan membuat Teguh Prihandoko memilih mundur dari jabatan Dirut, ternyata juga dirasakan bahkan diikuti langkahnya oleh Agus Hendrawan anggota Badan Pengawas (Bawas) RPH.
“Saya sudah merencanakan untuk mundur lama. Tapi kedahuluan sama Cak Teguh (Dirut RPH). Saya sudah melayangkan surat pengunduran diri pada 28 Desember 2019,” kata Agus Hendrawan, Senin (31/12).
Menurut dia, konflik berkepanjang di internal RPH telah berimplikasi dicabutnya Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan roh atau semangatnya RPH itu pada dua sertifikasi yakni NKV dan Sertifikasi Halal dari MUI. Ketidaksamaan visi dalam manajemen perusahaan telah mempercepat dicabutnya NKV RPH oleh Disnak Jatim. “Bagaimana mau melayani masyarakat, kalau standar higienis dari pemerintah sendiri telah dicabut,” ujarnya.
Belum lagi, lanjut dia, urusan sertifikasi halal, kalau dibiarkan tanpa manajemen yang bagus, bisa-bisa lepas juga. “Terus apa jadinya RPH. Apa tidak malu saya? Apa tidak malu pemilik perusahaan bila gagal mempertahankan roh perusahaan?” katanya.
Saat ditanya apakah ada persoalan lain seperti halnya konflik di internal Bawas RPH, Agus mengatakan tidak ada masalah di internal Bawas, melainkan sudah kompak meski pada awalnya sempat ada perbedaan visi juga di internal Bawas. “Kedua rekan saya di Bawas sudah pada memahami sekarang,” katanya.
Begitu juga saat ditanya jika di internal Bawas sudah kompak, kenapa Bawas tidak bisa mengarahkan direksi RPH, Agus mengatakan pihaknya bersama Pemkot Surabaya sudah mengarahkan itu. Hanya saja hal itu tidak berhasil. Buktinya, komando Dirut tidak sepenuhnya dilakukan oleh dua direksi lainnya, sampai sekarang. Kalaupun Dirut salah, kan urusan Bawas yang menegur,” katanya.
Bahkan, lanjut dia, suratnya yang ditujukan kepada Wali Kota Surabaya dahulu juga sudah jelas merekomendasikan tiga opsi pemberhentian dengan hormat kepada dirut, dua direktur dan semua Direksi RPH.
Namun, kata dia, surat yang ditujukan ke wali kota itu tidak ada tanggapan dan Kabag Perekonomian Pemkot Surabaya mencoba menengahi persoalan di RPH.
Agus mengaku bahwa dirinya sebetulnya punya keinginan untuk membantu membenahi carut marut yang ada di perusahaan daerah milik Pemkot Surabaya itu.
Dipicu Konflik Internal
Merasa tidak pernah ada kesamaan persepsi di internal direksi Rumah Potong Hewan (RPH) dalam menjalankan organisasi perusahan, Teguh Prihandoko memilih hengkang (mundur) dari jabatan Direktur Utama Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Surabaya.
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi dari rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.
Disnak pada saat itu sudah melayangkan tiga kali peringatan selama setahun agar RPH segera memenuhi persyaratan untuk NKV. Mendapati hal itu, Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan. Kabarnya Direktur Keuangan tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya.
Dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam.
“Maka saya memilih sikap mengundurkan diri tanpa ada yang menekan. Sehingga Pemkot Surabaya ada ruang gerak untuk menata ulang RPH lagi demi masyarakat,” ujar Teguh Prihandoko kemarin.
Hanya saja, lanjut dia, pihaknya menyayangkan surat pengunduran dirinya tersebar luas ke publik karena informasi yang disampaikan Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono ke media.
Soal alasannya mundur per 31 Januari 2019, Teguh menjelaskan laporan keuangan RPH untuk 2018 selesai pada 5 Januari 2019, setelah itu dilakukan audit kurang lebih selama 20 hari. “Setelah diaudit akan tahu ada dan tidaknya saya mencuri uang di RPH. Biar semua semua jelas. Ini demi membangun budaya perusahaan yang sehat,” katanya.
Teguh Prihandoko kabarnya bakal mendapat jabatan strategis di salah satu anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia III setelah mengajukan surat pengunduran diri kepada Wali Kota Surabaya pada 17 Desember lalu. “Mudah-mudahan semuanya lancar. Pak Teguh diproyeksikan jadi general manager atau direktur di salah satu anak perusahaan Pelindo III yakni Kopelindo III (Koperasi Pegawai Pelindo) di Perak Surabaya,” kata Direktur PT Aperindo Prima Mandiri Kopelindo III Agus Widiastono. [dre]

Tags: