Lembaga Pendidikan Diduga Jadi Lahan Bisnis

Sumenep, Bhirawa

Lembaga pendidikan tingkat dasar seperti Madrasah Intidaiyah (MI) di wilayah kepulauan Sumenep diduga menjadi lahan bisnis. Salah satu indikasinya, sejak tahun 2010 lalu, pertumbuhan lembaga pendidikan semakin cepat, bahkan jumlah siswanya diduga tidak memenuhi syarat minimal untuk mendapatkan izin operasional.
Anggota DPRD Sumenep asal kepulauan, Nur Asyur mengatakan, pihaknya sering menerima informasi dari warga bahwa jumlah siswa di masing-masing sekolah swasta tingkat dasar itu sangat sedikit. Meski data yang dimiliki sekolah itu di atas 100 orang tiap lembaga pendidikan, tapi sebenarnya jumlah siswa secara riil hanya belasan.
“Bahkan, kalau ada sidak atau peninjauan dari pemkab termasuk dari anggota dewan, siswanya malah pinjam ke SD. Saat kami ke sana (sekolah, red) jumlah siswa memang banyak, tapi ada warga yang menyampaikan bahwa anaknya yang sekolah di SD malah dipinjam madrasah,” kata Nur Asyur, Selasa (11/02).
Politisi PKS ini memaparkan, di daerah kepulauan, kondisi sekolah baik negeri maupun swasta kurang bagus. Sekolah Dasar Negeri (SDN) di kepulauan memang kurang berkualitas, terjadi krisis guru, tapi lembaga pendidikan swasta pun juga bermasalah seperti penggelembungan jumlah siswa.
“Dunia pendidikan di kelupauan memang kualitasnya masih dipertanyakan. Sekolah negeri ya sering kekurangan guru, sedangkan swasta malah diduga pengelembungan siswa, ini menjadi tugas kami untuk memperbaikinya,” ungkapnya.
Untuk mendapatkan izin operasional, lembaga pendidikan swasta seperti MI dan Madrasah Diniyah (Nadin) jumlah siswa dalam berkasnya pengajuan ijin operasional memang sesuai batas minimal siswa yakni 20 siswa perkelas.
Sesuai syarat mendapatkan izin operasional, lembaga tersebut minimal memiliki 58-60 orang siswa. Jika di bawah itu, sekolah tidak akan mendapatkan izin. “Kalau permohonan mendapatkan ijin operasional, jumlah siswa lengkap, minimal 20 siswa perkelas, tapi kenyataannya kami yakin tidak sampai segitu,” ungkapnya.
Dia berharap, lembaga pendidikan jangan dijadikan alat untuk menjadi ajang bisnis atau mencari keuntungan pribadi. Sebab, tujuan utama lembaga pendidikan itu untuk mencerdaskan anak bangsa. “Harapan kami, pemilik lembaga pendidikan itu tidak keluar dari konteks keagamaan,” harapnya.
Sebelumnya, kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sumenep, Mohammad Sadik mengatakan, sejak banyaknya pemerintah mengucurkan bantuan melalui program lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah, usulan pendidiran Madin semakin meningkat.
Total jumlah Madrasah Diniyah (Madin) di bawah naungan Kemenag Sumenep hingga 2014 ini mencapai 1.168 lembaga yang tersebar di 27 Kecamatan baik daratan maupun Kepulauan. Sedangkan usulan ijin operasional masih terus bertambah, hanya saja pada tahun ini ada 5 lembaga pendidikan yang diberi ijin operasional.
“Tahun ini kami sudah mendisposisi 5 lembaga Madin kepada Seksi Pekapontren Kemenag untuk selanjutnya dilakukan survey. Kalau memang layak, baru dilakukan penerbitan ijin operasional kepada 5 lembaga pendidikan Madin tersebut,” kata Sadik beberawa waktu lalu. [sul]