Memahami Beragam Fitrah Manusia dan Tugas Kehambaan

Judul buku: Menjadi Hamba Menjadi Manusia
Penulis: Fahruddin Faiz
Penerbit: Mizan
Cetakan 1: November 2020
Tebal: 304 halaman
ISBN: 978-623-242-154-7
Peresensi : Marisa Rahmashifa
Pegiat sastra, mahasiswi Sastra Inggris di UIN Malang. Penulis bisa dihubungi IG: @marisafarlaz

Manusia merupakan sebaik-baik penciptaan makhluk. Allah memberi beragam fasilitas yang membuat manusia sangat berharga dan mulia yaitu akal, pancaindra, intuisi dan imajinasi. Dalam Alqur’an tertulis “wa laqad karramna banii adama” mukarram yang artinya dimuliakan dan “ahsanu taqwim” sebaik-baik bentuk di antara makhluk lainnya.

Sebagai masterpiece yang dibanggakan Allah, manusia diberi dua amanah yaitu menjadi manusia dan menjadi hamba. Dalam menjalani tugasnya sebagai khalifah dan hambadi muka bumi, Allah merancang sistem sunnatullah agar pemenuhan tersebut dapat saling menyempurnakan.

Buku ini menguraikan misi penting tugas kehambaan dan kemanusiaan. Untuk menyukseskan dua tanggung jawab tersebut manusia harus mengenal beragam fitrah yang dimilikinya. Hakikat fitrah tersebut adalah kunci kebahagiaan dan kebaikan manusia apabila dijalankan sesuai dengan tuntunan dan porsi yang tepat.

Dalam Al-Qur’an diterangkan bahwasannya kehadiran manusia di muka bumi saling berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan keduniaan dan kewajiban spiritual. Dan carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bahagiamu di dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan(Al-Qashas: 28)

Disadari atau tidak,perkembangan teknologi saat ini menggiring manusia dalam paradigma miso-sophia (benci terhadap kebijaksanaan). Mereka percaya akan kemampuannya dalam menaklukkan apa pun di alam semesta sehingga berakibat pada krisis diri dan fitrah. Identitas diri mereka seringkali dikaitkan dengan gelar, jabatan, harta dan kepemilikan.

Di posisi yang berseberangan, tercipta juga golongan “aliensi” manusia yang terasing dari segala aspek kehidupannya. Ketekunan dalam beribadah membuat mereka abai pada sifat kemanusiaannya. Ironisnya, mode hidup spiritual tersebut melenyapkan sisi kepedulian manusia terhadap duniawi.

Sebagaimana materi Ngaji Filsafat di kanal Youtube yang sering saya tonton, kalimat dan gaya bahasa Ustadz Faiz sangat ringan dan mudah dimengerti. Penyampaian materi dan ilustrasi makna tidak lepas dari nilai filsafat dan agama. Ibaratnya buku ini merupakan interpretasi lebih panjang dan komplit dari tuturan beliau.

Melalui buku ini pula, penulis mengajak pembaca untuk mengenal serta memahami beragam fitrah kemanusiaan dan tugas kehambaan. Sebab, pemenuhan fitrah kemanusiaan merupakan tugas kehambaan, begitupula sebaliknya. Keduanya perlu berjalan beriringan agar membuahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Macam-macam Fitrah

Umumya kecenderungan sifat dasar manusia dibagi menjadi dua, positif dan negatif. Setiap kita berbuat dan bertindak selalu disertai oleh dua dorongan tersebut. Dan kita berhak memilih di antara keduanya. Macam-macam kecenderungan positif tersebut ialah: beragama, kecenderungan pada kebenaran, kecenderungan pada akhlak, kecenderungan pada keadilan, kebebasan, keindahan dan fitrah berketurunan.

Dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa manusia itu mudah tergelincir pada sifat-sifat negatif. Kecenderungan negatif tersebut diantaranya: kezhaliman dan kufur “Innal-insana lazhalumun kaffar,” pelit “Wa kanal insanu qatura,” manusia suka tergesa-gesa, suka mendebat apabila diperintah “Wa kanal insanu aktsara syain jadala,” suka berkeluh kesah apabila dapat musibah dan lupa diri jika diberi kenikmatan.

Fitrah manusia lainnya adalah waktu, apabila digunakan dengan baik untuk hal-hal positif akan membuahkan kebahagiaan begitupun sebaliknya. Sama halnya dengan fitrah sosial apabila diwujudkan dengan sikap tolong-menolong dan saling peduli akan berbuah kebahagiaan. Dan masih banyak lagi fitrah kemanusiaan yang perlu kita pahami, supaya anugerah tersebut dapat digunakan sesuai tuntunan dan tidak berubah menjadi musibah.

Tugas Kehambaan

Tugas manusia lainnya di muka bumi ialah menjadi hamba Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Qs Al-Dzariyat [51]: 56). Fitrah kemanusiaan adalah menjadi hamba Allah SWT. Sifat menghamba tidak boleh ditujukan kepada siapapun selain Allah Ta’ala.

Mengacu pada isi buku, penulis mengurai sebagian isi kitab Sir Al-Asrarkarya Syekh Abdul Qadir Jailani. Terdapat dua jenis ibadah: ibadah syari’ah (lahir) dan thoriqoh (batin). Ibadah syari’ah merupakan ibadah yang sering kita lakukan seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya. Sedangkan ibadah thoriqoh ialah keimanan, tafakkur, makrifat, tawakkal dan bersuci dari sifat tercela.

Saya teramat kagum membaca bab terakhir buku ini. Penjelasan perihal ilmu tasawuf turut disertakan, perintah-perintah ibadah lahiriah punya maksud dan tujuan tertentu, tujuan tersebut dinamakan tarekat. Setelah kita paham tujuan dari ibadah lahiriah, maka kita akan sampai pada makrifat, menemukan rahasia nikmatnya ibadah. Dan apabila ketiganya bersatu syariat, tarekat dan makrifat kita berada di maqam hakikat, kebenaran sejati (hlm 275).

Untuk menemukan kebenaran sejati ilmul haqiqah, ibadah lahir dan batin harus sejalan, saling mengimbangi. Contohnya: batin kita ikhlas ingin berangkat ngaji, tapi tubuh tidak berangkat ke pengajian, maka amal baik tidak ada nilainya. Seringnya kita hanya melakukan ibadah dari lahirnya saja, tanpa peduli ibadah batin.

Membaca buku ini membuat kita merenungi kembali beragam fitrah dalam diri serta memahami mandat keberadaan kita di muka bumi. Sesuai amanah yang Allahtetapkan, kita tetapdiberi pilihan ingin menjalankannya atau tidak. Sebab, setiap keputusan melahirkan konsekuensi baik ataupun buruk. Jangan sampai fitrah dalam diri justru menjerumuskan kita pada jurang asfala safiliinserendah-rendahnya makhluk.

——– *** ———

Tags: