Membangkitkan Solidaritas Sesama

Peringatan hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), telah dilakukan sebanyak 75 kali sejak kemerdekaan RI. Boedi Oetomo, pastilah tak hendak didirikan jika hanya untuk menggali rasa nasionalisme. Karena sejak 200 tahun sebelumnya, rasa nasionalisme selalu berkobar, secara terang-terangan, maupun sembunyi-sembunyi. Digelorakan di surau-surau, sekaligus di-transformasi-kan sebagai kurikulum di berbagai pengajian. Pada musim andemi global, visi Boedi Oetomo, patut digelorakan sesama anak bangsa.
Sekarang saat tepat me-reorientasi makna kebangkitan nasional, karena banyak elit di daerah berebut sengit kepemimpinan daerah. Bahkan Konon ada “gubernur” rasa presiden. Beberapa gubernur dengan wilayah besar (dan padat penduduk) diprediksi maju sebagai capres, dan cawapres. Namun orientasi kekuasaan elit parpol masih harus diluruskan. Sebab, berdasar konstitusi (UUD), jabatan presiden hanya dibatasi selama 2×5 tahun. Sehingga jabatan presiden tidak dapat dilaksanakan semau-gue, seperti mengurus rumahtangga.
Begitu pula bersaing rebutan kekuasaan melalui pemilu (dan pilkada) sering melupakan asas ke-gotongroyong-an pesaudaraan sesama bangsa. Menyebabkan keterbelahan sosial secara diametral. Ironisnya, suasana perpecahan bagai “dipelihara.” Terbukti, beberapa tokoh masih terlibat posting penistaan, dan ujaran kebencian di media sosial (medsos). Tak terkeculi menista kekurangan pemerintah dalam penanganan CoViD-19.
Sepertiga akhir bulan suci Ramadhan, patut dilakukan perenungan nasional. Akibat terpecah dalam kubu-kubu perburuan kepemimpinan (kekuasaan) nasional. Telah berdampak lunturnya persaudaraan se-bangsa. Maka peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-112, sejak didirikan Boedi Oetomo, persaudaraan nasional patut digelorakan. Lebih lagi seluruh propinsi telah terjangkiti virus pandemi corona. Akses perekonomian menyusut tajam. Bahkan telah terbukti terdapat tambahan penduduk miskin baru sebanyak 8,3 juta jiwa.
Pengangguran baru (2,5 juta) pekerja juga sedang “antre” di kubangan kemiskinan. Bukan disebabkan salah urus, melainkan social distancing (jaga jarak dalam kerumumnan orang) dan pemberlakuan PSBB (Pembatasa Sosial Berskala Besar). Pandemi CoViD-19, memaksa setiap negara melakukan PSBB, Karantina Wilayah, sampai lockdown. Namun tiada negara yang siap benar menghadapi pandemi CoViD-19. Juga tiada Pemerintah Daerah yang siap menghadapi konsekuensi logis wabah virus corona.
“Dimana bumi dipijak disitu langit di junjung.” Begitu kata pepatah, menunjukkan penghormatan terhadap rasa “se-bangsa” sekaligus ke-setia kawan-an nasional. Dimulai dari kecintaan terhadap kampung tempat tinggal, serta menjaga pranata sosial. Namun spirit kebangsaan senantiasa memerlukan peng-gelora-an, agar tak lekang oleh suasana politik sesaat. Karena kebangkitan kebangsaan (nasional) tak kenal kata akhir.
Seperti dilakukan intelektual dan ulama pada dekade awal 1900-an, berupaya meng-gelora-kan spirit kebangsaan yang mulai surut. Karena terhimpit penjajahan (kolinialisme). Bisa jadi, suasana nasional (politik, maupun kesenjangan ekonomi) bisa mempengaruhi spirit kebangsaan. Bisa pasang bisa pula surut. Melemahnya kebangsaan, antaralain disebabkan faktor kapitalisme yang menyebabkan kecemburuan ekonomi. Serta faktor politik (kegaduhan sosial).
Berdirinya Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, yang dipelopori oleh kaum terpelajar ditetapkan sebagai pertanda kebangkitan rasa ber-kebangsaan. Sejatinya, bukan sekadar bangkitnya rasa nasionalisme (berbangsa) ditengah inferioritas (rasa rendah-diri) akibat penjajahan. Melainkan lebih sebagai upaya peningkatan pendidikan rakyat. Sebab diyakini dengan pendidikan yang lebih baik, akan diperoleh pencerahan di segala bidang, terutama peningkatan kesejahteraan.
Boedi Oetomo, tidak didirikan hanya untuk menggali rasa nasionalisme. Mengawali priode abad XX, rezim kolonial banayak menangkapi aktifis daerah (dan kampung) karena menentang. Tetapi kekejaman penajajah tidak mampu menghapus nasionalisme dan gotong royong sebagai kunci sukses bangsa yang hidup di daerah gempa. Semangat persaudaraan dan gotoroyong, Wabah pandemi harus dihadapi bersama, dengan saling membantu, tanpa diskriminasi tanpa altar kebencian.
——— 000 ———

Rate this article!
Tags: