Memberdayakan Warung Sekolah

Oryz Setiawan

Oryz Setiawan

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Peredaran jajanan yang mengandung bahan berbahaya di lingkungan sekolah tengah menjadi perbincangan khalayak setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan maupun intansi terkait di daerah melakukan sampling terhadap produk makanan dan jajanan di beberapa sekolah. Berdasarkan hasil sampling ditemukan sejumlah bahan tambahan pangan berbahaya seperti bahan pengawet seperti formalin, rhodamin B hingga methanil yellow sebagai bahan yang seharusnya tidak boleh ada dalam produk makanan. Seiring dengan beberapa temuan bahan jajanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya baik yang dikonsumsi dari produk kemasan pabrik maupun panganan tradisional yang sesungguhnya memiliki dampak sosial dan kemassalan tinggi. Pada dasarnya tingkat pangan jajanan dapat berupa makanan utama (nasi goreng, soto, bakso, siomay dan sejenisnya), panganan atau kue-kue (tahu goreng, keripik, jelly, cilok dan lain-lain) serta jenis minuman (aneka susu, es campur, es mambo, es sirup dan sebagainya).
Sebagian besar jajanan yang disediakan justru berasal dari luar lingkungan sekolah yang notabene tingkat kebersihan, keamanan dan kelayakan masih dipertanyakan. Keberadaan kantin sekolah, koperasi maupun tempat-tempat di lingkungan sekolah yang menyediakan aneka kebutuhan bagi anak-anak sekolah yang semestinya relatif lebih ‘dijamin’ oleh sekolah namun ironisnya belum dimanfaatkan oleh mereka. Hal ini wajar sebab pada umumnya mamin, jajanan maupun kebutuhan lainnya masih sangat terbatas, variasi pilihan yang minim dan terkadang membosankan sehingga mereka lebih cenderung memilih jajanan yang ditawarkan oleh para pedagang di luar sekolah. Para pedagang yang umumnya berskala kecil seperti pedagang gula-gula, penthol, aneka jenis es, snack dan lain-lain yang disesuaikan dengan keinginan anak-anak. Selain itu juga menawarkan produk yang memiliki daya tarik dan memikat lebih kuat dengan mengandalkan insting bisnis sederhana.
Dengan sentuhan pemberian warna dan aroma yang menarik, rasa yang renyah dan gurih, harga yang lebih murah, hingga desain jajanan yang inovatif serta terkadang menawarkan berbagai hadiah yang dikemas dalam bentuk permainan yang menarik. Secara psikologis tingkat pemahaman anak usia sekolah memang belum sepenuhnya mampu mengadopsi setiap informasi yang bersifat pelarangan, anjuran atau himbauan. Pola pikir yang masih prematur dan tingkah laku keseharian mereka bergerak dalam bingkai keceriaan, suasana kebersamaan sehingga berdampak terhadap apa yang dilihat, didengar dan dirasakan termasuk apa saja yang dikonsumsi. Kondisi inilah yang memacu anak-anak sekolah untuk lebih condong memilih aneka jajanan di luar lingkungan sekolah dibandingkan dengan warung atau kantin sekolah sehingga pihak sekolah seyogyanya tanggap terhadap keberadaan mereka.
Warung Sekolah
Maraknya peredaran produk bahan makanan berbahaya di lingkungan sekitar sekolah merupakan konsekuensi dari “pasar bebas” dimana setiap orang terutama pedagang yang menawarkan barang dagangan dimanapun tak terkecuali sekolah. Sekolah merupakan salah satu pangkalan favorit dan menguntungkan bagi pedagang kecil makanan dan minuman untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya sehingga terkadang mengabaikan aspek kesehatan khususnya keamanan pangan yang dijual. Di pihak lain khususnya anak-anak yang mudah tergoda untuk membeli. Kondisi psikologi anak-anak sekolah pada umumnya memang masanya untuk mengeksplorasi keinginan apalagi stimulasi dari teman-teman sebaya sehingga tren ikut-ikutan menjadi sesuatu yang lumrah di usia sekolah. Ironisnya aktivitas pedagang tidak disertai dengan upaya pembinaan dari pihak instansi terkait melalui penyuluhan maupun informasi produk pangan yang aman, sehat dan bergizi secara berkala.
Sebenarnya kondisi tersebut dapat diminimalisasi manakala keberadaan warung sekolah atau kantin dapat dioptimalkan. Warung sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan untuk belajar mengenal produk makanan, minuman maupun jajanan yang sehat, murah, bergizi dan memiliki daya tarik. Sebagai besar sekolah masih mengabaikan peran dan eksistensi warung sekolah sehingga tidak begitu dilirik murid atau anak sekolah karena produk yang membosankan, kurang menarik, monoton jika dibandingkan dengan pedagang kecil di luar sekolah yang gencar menawarkan produk jajanan yang sangat variatif, meski terkadang kurang dapat menjamin aspek kebersihan, kesehatan dan keamanan jajanan itu sendiri. Berbagai hasil survei membuktikan bahwa anak-anak sekolah lebih sering dan senang membeli jajanan di luar lingkungan sekolah dibandingkan dengan memanfaatkan warung sekolah. Apalagi pedagang pandai menampilkan jajanan dengan berbagai variasi jajanan, kemasan menarik hingga disertai iming-iming hadiah. Fenomena ini sesungguhnya menjadi momentum bagi sekolah untuk merevitalisasi warung sekolah sebagai ajang anak-anak sekolah untuk belajar memanfaatkan warung sekolah.
Di sisi lain sekolah melakukan komunikasi terhadap resiko jajanan anak sekolah dengan mengembangkan pola jejaring promosi (promotion network models) keamanan dan kelayakan produk jajanan. Lebih baik anak-anak dianjurkan untuk membawa perbekalan dari rumah agar terjamin keamanan sekaligus dapat menghemat uang saku mereka sehingga mereka terbiasa untuk selalu menjaga hidup sehat dan hemat. Di sisi lain diperlukan pembinaan terhadap para pedagang mamin dan produk jajanan tentang potensi bahaya penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya, kebersihan bahan baku, cara pengolahan, resiko kontaminasi, kondisi higiene-sanitasi dan dampak yang timbul bagi kesehatan anak-anak sekolah sebagai konsumen utama mereka. Eksistensi warung sekolah diharapkan berpengaruh pada aspek kesehatan anak sekolah dalam menjaga stabilitas staminasi dan kebugaran anak-anak selama di sekolah yang pada gilirannya berdampak pada efektivitas daya penyerapan pelajaran dalam proses belajar mengajar.

Rate this article!
Tags: