Memeriksa Hewan Kurban

Hari raya Idul Ad-ha lazim dilaksanakan bagai hari ke-setia kawan-an sosial paling kolosal di dunia. Tiada seorang fakir miskin yang terlantar kekurangan makanan bergizi. Persiapan penyambutan Idul Ad-ha telah nampak semarak ditandai muncul pasar hewan dadakan. Seluruh masjid dan mushala (termasuk rumah ibadah di perkantoran) telah membentuk “panitia” penyembelihan hewan kurban. Serta pendataan keluarga miskin yang akan memperoleh jatah daging.
Penjualan hewan ternak telah banyak digelar, bagai supermarket yang berderet-deret. Harga hewan kurban melonjak, menjadi musim panen peternak. Diperkirakan tahun (2019) ini sekitar 2,2 juta ekor (kambing, sapi, dan kerbau) hewan ternak akan menjadi hewan kurban. Pembagian daging akan menjadi pengharapan masyarakat, memenuhi gizi. Tercatat sebagai aksi sosial meng-konsumsi daging gratis terbesar di dunia. Sekaligus sebagai “jawaban” terhadap kelangkaan daging.
Hewan kurban di Indonesia, seluruhnya produk lokal. Karena hewan ternak impor harus memenuhi persyaratan “ke-halal-an,” termasuk pakan. Seritifikat halal hewan ternak impor (yang memenuhi syariat sebagai hewan kurban), sulit dipenuhi pihak asing. Tidak perlu impor hewan kurban, ketersediaan dalam negeri telah mencukupi. Kebutuhan Idul Ad-ha tahun (2018) ini, sekitar 500 ribu ekor sapi, 50 ribu kerbau, serta 1,2 juta kambing, dan 500 ribu domba.
Tren pertumbuhan hewan kurban sebesar 11% tiap tahun. Menjadi pengharapan usaha skala mikro dan kecil, khususnya peternak rumahan. H-2 hari raya Idul Ad-ha (Jumat, 9 Agustus2019) menjadi puncak penjualan hewan kurban. Sepuluh hari sebelumnya, di berbagai sudut kota (dan desa) dijadikan “lapak” perdagangan sapi dan kambing. Harga melonjak, sesuai prinsip supply and demand. Karena waktu penyembelihan (dan pembagian) hanya berlangsung 4 hari.
Seekor sapi sehat (serta usia lebih dari 2 tahun), dibanderol dengan harga Rp 19 juta per-ekor. Ada yang berharga Rp 27 juta (bobot 380 kilogram) hingga Rp 1,5 milyar (berbobot 1,5 ton). Begitu pula harga kambing, menjadi Rp 2,5 juta per-ekor. Berat hewan kurban, niscaya menjadi bukti kesehatan, dan kecukupan umur. Yakni, sapi rata-rata 360-an kilogram. Dan bobot kambing mencapai berat 40-an kilogram.
Tetapi harus diwaspadai, masih banyak ditemukan hewan tidak layak kurban. Karena wajib dilakukan pemeriksaan seksama oleh Dinas Peternakan di berbagai daerah. Terutama penyakit mulut dan kuku. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, masih banyak ditemukan hewan yang tidak layak kurban, karena sakit atau belum cukup umur. Termasuk melibatkan perwakilan MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia).
Selalu masih ditemukan hewan kurban yang masuk kategori tidak layak. Sering pula ditemukan, terdapat cacing yang hidup di dalam hati hewan terbak. Jika tidak waspada, maka pembeli dirugikan karena membeli sapi, kambing atau domba yang tidak layak kurban. Hewan kurban harus sehat. Secara kasat mata harus bebas dari penyakit kuku, mata dan mulut. Tahun lalu, banyak ditemukan cacing hati setelah hewan kurban disembelih.
Agama telah mengajarkan syarat kondisi hewan kurban. Yakni, usia sapi sudah harus mencapai dua tahun, serta kambing telah berusia lebih dari 12 bulan. Begitu pula terdapat larangan (tidak sah sebagai hewan kurban). Yakni, telinga atau ekornya terpotong, ompong (giginya), puting susu hilang, tidak nampak bertanduk (hilang maupun terpotong), serta pincang. Dan larangan keras menyembelih sapi dan kambing gila.
Jaminan kelayakan hewan, sekaligus sebagai hikmah tujuan berkurban. Yakni, upaya mewujudkan keluarga sakinah (tenteram) melalui pembagian menu daging yang tak terbeli keluarga miskin.

——— 000 ———

Rate this article!
Memeriksa Hewan Kurban,5 / 5 ( 1votes )
Tags: