Menanti Akhir Episode Covid-19

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Serangan dan sebaran Covid-19 terus menggerus ke sendi-sendi dasar masyarakat, setelah Jakarta dan Jawa Timur terutama Surabaya dan Malang sebagai zona merah Covid-19. Diperkirakan para ahli epidemiologi bahwa angka kasus akan terus bergerak tajam mengikuti tren kurva eksponensial dan pada akhirnya menurun. Penulis berharap angka saat ini sudah cukup dan berharap tren menurun terus dinanti, mengingat kondisi masyarakat yang terus dihantui virus asal Wuhan China tersebut dimana di saat yang sama efek domino perekonomian terus mengalami penurunan yang sangat berdampak serius pada biaya kebutuhan dasar sehar-hari. Meski pemerintah berupaya keras untuk mengatasi fenomena kasus Covid-19 karena keselamatan dan nyawa warga masyarakat lebih dari segalanya sekaligus merupakan amanat konstitusi bahwa negara hadir untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman termasuk virus Covid-19 ini. Berbagai skenario terus dimatangkan oleh pemerintah mengingat Covid-19 sudah di-clear WHO sebagai pandemi global dimana sudah lebih dari 188 negara di dunia mengalami hal yang serupa.
Aspek penanganan berbasis pencegahan (minimal meminimalisasir penularan) dengan berbagai instrumen misalnya social distancing ataupun nanti lockdown sekalipun bila keputusan tersebut harus dipilih pemerintah. Saat ini gerakan masif segala lini dan multistakeholder serta rasa kebersamaan terus digalang berpacu dengan laju patologis Covid-19. Ujung asa yang diharapkan dapat mengerem akselerasi monster Covid-19 dan segera menyudahinya. Di sisi lain aspek tata laksana kasus mulai persiapan penambahan ruangan perawatan dan ruang isolasi rumah sakit, tenaga medis, sarana dan fasilitas terus dimatangkan. Secara histori patologis, memang serangan penyakit mengikuti fase-fase yang khas yakni fase awal, meningkat, puncak (peak) dan menurun. Namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah kapan kasus Covid-19 menurun bahkan tuntas?
Tak mudah menjawab karena secara epidemiologis sangat bergantung dari : pertama, karakteristik virus sendiri yang merupakan varian virus yang sangat cepat menyebar melalui berbagai media. Secara klinis, seseorang yang terinfeksi Covid-19 tidak serta merta harus didahului oleh gejala batuk, pilek, bersin, sesak nafas sebab mulai masa inkubasi (belum timbul gejala) selama 14 hari juga sangat berpotensi terjadinya penularan masyarakat atau community spread. Secara karakteristik epidemiologis, Covid-19 memiliki tingkat penularan yang sangat cepat (high risk) dalam waktu singkat dan berskala luas, melewati batas negara bahkan benua. Pengaruh lingkungan terutama iklim dan cuaca turut mempengaruhi resiko kecepatan penularan mengingat transmisi flu dan demam yang mirip korona paling banyak terjadi pada musim hujan. Namun sebaliknya, diprediksi faktor cuaca yang hangat dan lembab bisa membuat droplet atau tetesan ludah sulit menyebarkan virus.
Dari sisi gejala klinis dibutuhkan pemeriksaan khusus melalui uji laboratorium untuk spesimen guna memastikan seseorang terinfeksi atau tidak. Di sisi lain, upaya pelacakan (tracking) kasus terus dilakukan untuk meminimalisir meluasnya Covid-19 dan mencegah timbulnya kasus baru terutama penanganan orang dalam pemantauan (ODP) maupun aspek ketatalaksanaan medis. Di saat yang sama tak kalah pentingnya adalah upaya edukasi dan sosialisasi publik Covid-19 agar publik nantinya tidak panik. Salah satu bentuk edukasi yang efektif adalah protokol penanganan Covid-19 baik dalam aspek medistis hingga aspek non medis secara terinci. Hal ini akan efektif untuk mengurangi resiko penularan dengan pendekatan komunikasi publik melalui berbagai media terutama media sosial. Langkah ini juga untuk mengimbangi berita-berita hoax yang lebih dahulu tersebar di berbagai media sosial yang “sudah terlanjur” ditangkap masyarakat dalam bentuk kepanikan.
Kedua, kebijakan penanggulangan wabah yang berbasis krisis kesehatan. Opsi atau pilihan apapun harus segara dan segera diwujudkan walaupun sulit harus tetap dilakukan pemerintah dalam rangka wujud dan manifestasi konstitusi untuk melindungi dan menjamin kesehatan dan keselamatan rakyatnya. Oleh karena itu manajemen krisis dan kontigensi sangat didepankan sebagai upaya cepat, efektif dan terarah yang didukung oleh ketersediaan sumber daya yang tersedia. Kesiapan anggaran darurat bencana, logistik medis dan kesehatan, kesiapan sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan penanggulangan pandemi Covid-19. Pengalaman negara-negara lain juga menjadi referensi namun tetap menyesuikan dengan sistem dan tata kelola pemerintahan serta situasi kondisi yang ada.
Ketiga, kesadaran kolektif dan masif masyarakat. Hal inilah yang sangat krusial terutama dalam konteks kesehatan masyarakat. Kesadaran dan pemahaman masyarakat mutlak sangat dibutuhkan terutama dalam upaya efektivitas pelaksanaan kebijakan penanggulangan oleh pemerintah. Sebagai contoh, kunci keberhasilan adalah bagaimana masyarakat dalam mematuhi aturan dan himbauan pemerintah terutama aspek social distancing secara massal oleh masyarakat. Kesadaran dan pemahaman dapat diwujudkan bila masyarakat memiliki disiplin dan pendidikan yang memadai. Ini menjadi titik krusial mengingat masyarakat kita masih ada yang belum memiliki kesadaran terutama atas kesehatan dan keselamatan diri sendiri, keluarga dan orang lain. Keempat, harus diakui karakteristik wilayah Indonesia yang sangat luas menjadi tantangan bagaimana akses lalu lintas batas geografis negara dapat dibatasi untuk mengurangi resiko penularan terhadap mobilitas penduduk.
Tingkat penularan Covid-19 yang sangat tinggi juga berresiko tinggi penyebaran yang luas di wilayah Indonesia yang memiliki kondisi topografis daerah kepulauan yang tersebar, terpencil dan kepadatan serta mobilitas penduduk yang tinggi terutama warga negara atau tenaga kerja asing. Kelima, kecepatan penemuan vaksin dan obat sangat menentukan untuk mengerem kasus. Akselerasi penemuan vaksin sebagai antibodi menjadi sangat urgen untuk mencegah atau setidaknya meminimalisasi resiko terjangkit virus corona. Hal berkaca pada saat kasus SARS dan MERS dimana telah ditemukan vaksin sehingga secara bertahap kasus tersebut dapat dihambat bahkan dicegah sedini mungkin. Nantinya penemuan vaksin Covid-19 harus menunjukkan hasil yang immunogenic yakni memicu respons sistem kekebalan tubuh dan menunjukkan bahwa vaksin tersebut bisa melawan virus. Sesuai standar WHO yang tertuang dalam Global Health Security Agenda (GHSA) dimana untuk penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global perlu membentuk jaringan sebagai bagian deteksi.
————– *** —————

Rate this article!
Tags: