Menghentikan “Virus” Politisasi Bencana Wabah Penyakit

(Masyarakat “Me-lockdown” CoViD-19)
Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior Penggiat Dakwah Sosial dan Politik
Tiada shalat Jumat, misa dan kebaktian di gereja (Sabtu – Minggu), selama dua pekan mendatang di Jakarta. Juga perayaan Nyepi tidak dengan keramaian, melainkan berpuncak di rumah masing-masing umat. Ibukota negara, Jakarta, menjadi epicentrum (pusat) sebaran virus corona. Sudah terdeteksi sebanyak 267 kasus positif CoViD-19 di Jakarta, dengan laju pe-wabah-an cukup cepat (50 kasus per-hari). Tokoh-tokoh agama juga telah menyarankan segenap umat membatasi diri, menunda pertemuan yang melibatkan banyak orang.
Di masjid negara Istiqlal, Jakarta, tidak diselenggarakan shalat Jumat pada 20 Maret, dan 27 Maret 2020. Serta shalat lima waktu (Isya’, Subuh, dluhur, Asar, dan Maghrib), ditiadakan. berjamaah, selama dua pekan. MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah merekomendasikan (fatwa), penggantian shalat Jumat menjadi shalat dluhur (empat rakaat) di daerah epicentrum wabah. Bahkan shalat fardlu lima waktu berjamaah di masjid, mushala, langgar dan surau, sebaiknya ditiadakan. Lebih baik shalat di rumah masing-masing.
Berdasar kajian kitab fiqih, bahwa menghindari wabah lebih utama dibanding shalat berjamaah di masjid. Prioritas menghindari wabah, dimaksudkan sebagai mempertahankan diri dalam keadaan tetap sehat, dan kuat untuk melaksanakan ibadah. Berdasar ajaran agama (Islam) terdapat ibadah yang lebih penting strategis dibanding berjamaah di masjid. Misalnya, menunaikan nafkah, dan melindungi keluarga. Serta mempertahankan keselamatan diri (keluarga, dan lingkungan).
Agama juga mengajarkan, bahwa negara bertanggungjawab atas keselamatan rakyat. Serta seluruh rakyat wajib mengikuti arahan negara pada masa genting pe-wabah-an penyakit. Tanggungjawab negara dinyatakan secara tekstual dalam konstitusi Republik Indonesia. Pembukaan UUD pada alenia ke-empat, menyatakan, “ … membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum… .”
Terdapat frasa kta “melindungi,” yang bermakna menghindarkan setiap rakyat dari berbagai ancaman. Termasuk wabah penyakit. Amanat dalam mukadimah UUD, di-breakdown dalam batang tubuh konstitusi. UUD pasal 28H ayat (1), menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Virus corona, sudah mewabah di seluruh dunia menjadi pandemi global. Dimulai dari kota Wuhan, China, sekaligus sebagai epicentrum awal. Menjalar ke Eropa, dengan epicentrum di Italia. Corona juga ke timur tengah, dengan pusat pewabahan di Iran, dengan jumlah positif CoViD-19 sebanyak 17 ribu kasus. Dari Iran, virus menyebar ke berbagai negeri jazirah Arab, termasuk ke Arab Saudi. Saat ini seluruh masjid ditutup, tidak terdapat kegiatan shalat jamaah.
Obat Telah Datang
Hanya di al-haramaian, Masjidil Haram di Makkah, dan Masjid Nabawi (di Madinah), tetap diselenggarakan shalat berjamaah. Serta tetap ada thawaf di lantai dua masjid. Tetapi melalui pemeriksaan thermal scanner ketat. Virus corona juga ke Amerika Serikat, dengan jumlah positif CoViD-19 sebanyak 8700 orang. Negara bagian New York sebagai epicentrum wabah menutup seluruh tempat ibadah (gereja, vihara, dan masjid) sekolah, dan tempat hiburan. Termasuk Disneyland, di California, dan Florida, sudah ditutup.
Di luar China, terdapat Korea Selatan yang paling terdampak, mencatatkan jumlah positif virus corona sebanyak 8.320 kasus, WHO meng-anggap Korsel sukses melaksanakan pencegahan virus corona, melalui pemeriksaan masif. Sistem rapid test (uji cepat) di Korsel mampu memeriksa sebanyak 15 ribu orang per-hari. Hasilnya, Korsel berhasil menekan pewabahan kasus baru. Semula mencapai 900-an menjadi dibawah 100 kasus.
Beberapa daerah telah menetapkan Darurat Bencana Wabah Penyakit, dengan saran “social distancing” ketat. Mengurangi kegiatan yang melibatkan orang banyak. Setidaknya selama dua pekan mendatang. Secara nasional, pemerintah tidak berencana melakukan lockdown. Bahkan Korea Selatan sebagai negeri terdekat RRC dan memiliki kasus CoViD-19 terbanyak kedua di dunia, juga tidak melakukan lockdown.
Dipastikan, pemerintah berkoordinasi dengan badan kesehatan dunia (WHO, World Health Organisation). Juga berkonsultasi dengan ahli kesehatan masyarakat yang dikenal dedikatif dari berbagai perguruan tinggi dalam negeri, dan ahli-ahli luar negeri. Salahsatu upaya pemerintah dengan menggencarkan rapid test. Tes cepat ini menggunakan sampel darah, hanya dalam waktu sekitar 15 menit. Juga bisa dilakukan di laboratorium sederhana yang biasanya telah dimiliki seluruh Puskesmas. Rapid test akan mendeteksi immuno-globulin yang membentuk antibodi.
Partisipasi masyarakat luas dapat dlibatkan dalam rapid test secara sukarela. Terutama pasien dengan penampakan gelaja sedang sampai berat (sakit sepekan lebih). Sedangkan pasien gejala ringan diminta meng-isolasi diri, sembari dikontrol petugas kesehatan (daerah sampai kecamatan). Partisipasi luas masyarakat akan “me-lockdown” virus corona. Hanya terdapat di rumahsakit, dan tidak berkeliaran di luar rumah.
Selain itu, pemerintah juga mengimpor Avigan, suntikan yang dikembangkan dan diproduksi luas di China, Jepang, dan Korsel. Hasilnya, konon, cespleng. Juga penyediaan Chloroquine (obat malaria) lebih banyak, karena ternyata cocok untuk pengobatan CoViD-19. Pemerintah bekerja ekstra keras menanggulangi penyebaran virus corona. Selain obat-obatan, juga penambahan ruang inap. Termasuk mengubah wisma atlet di Ragunan Jakarta, sebagai rumahsakit khusus virus corona.
Stop Teror Ketakutan
Data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat sebanyak 450 kasus positif virus corona (data per-Sabtu, 20 Maret 2020). Sebanyak 267 kasus ditemukan di Jakarta, dan sebanyak 183 kasus tersebar di 16 propinsi, terutama terdekat Jakarta (Banten, dan Jawa Barat). Angkanya masih jauh di bawah endemik Demam Berdarah Dengue (DBD). Tetapi harus diakui, terdapat “ke-genit-an” suasana kebatinan pandemi virus corona.
Misalnya, orang yang terkena flu biasa (dengan gejala demam) bisa divonis suspect CoViD-19. Padahal flu, dan gejala batuk sertaan flu, sudah rutin dialami masyarakat Indonesia, terutama pada musim hujan. Ke-terjangkit-an flu masyarakat pada iklim hujan tropis, berbeda dengan kejangkitan flu di Eropa. Sehingga dikhawatirkan lebih banyak pasien yang “terjaring” melalui prosedur tes corona. Padahal hanya sakit flu musiman.
Pemerintah perlu ekstra waspada terhadap desakan lockdown. Karena sesungghuhnya China (dan Korea Selatan) tidak pernah melakukan lockdown total. Sehingga saran lockdown yang dinyatakan beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan politisi, bisa menjerumuskan. Begitu pula posting di media sosial (medsos) yang melarang pencegahan melalui kearifan lokal. Sebab sebenarnya, berbagai tanaman obat tradisonal sangat manjur sebagai pencegahan virus corona. Diantaranya, jahe, dan bawang merah.
Pada kawasan pedesaan, sangat sulit terjangkau petugas medis, maupun distribusi obat-obatan pabrikan. Kecuali obat flu yang biasa beredar, dan tanaman tradisional menjadi andalan. Maka status Darurat Bencana Wabah Penyakit, sudah cukup. Bahkan dampaknya terasa sangat pahit pada perekonomian. Tak terkecuali sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Penyebabnya, social distancing (pembatasan jarak sosial) di-sosialisasi berlebihan. Membangun ketakutan (dan kecemasan) sosial sangat luas.
Seluruh pasar tradisional sepi. Gerobak dorong, dan warung makan tiada pembeli. Dampaknya akan lebih buruk manakala pemerintah menyatakan lockdown, sampai penutupan seluruh layanan pemerintah dan swasta. Patut dikhawatirkan, akan terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) manakala pabrik tutup operasi. Maka pemerintah wajib memenuhi amanat UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pada pasal 11 ayat (1) dinyatakan, “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.”
Pemerintah juga wajib menjaga ketenangan masyarakat, memastikan bahwa pandemi virus corona bisa disembuhkan. BNPB melalui media masa, seyogianya men-sosialisasi-kan pengharapan “di depan mata.” Yakni, keberhasilan tenaga kesehatan yang berjuang keras menyembuhkan pasien CoViD-19.
——— *** ———

Tags: