Menguak Sejarah Paris yang Tersembunyi

parisJudul    : Paris Sejarah yang Tersembunyi
Penulis    : Andrew Hussey
Penerbit  : Alvabet
Cetakan  : Februari, 2014
Tebal    : 636 Halaman
ISBN    : 978-602-9193-42-8
Perensi    : Fatmawati Ningsih S.Th.I

Menggambarkan kota Paris selalu merujuk pada gemerlap dan kecantikan pariwisata yang memukau. Kota lampu dan cinta yang tak tertandingi ini begitu romantis dengan gaya arsitektur dan tata letak kota yang indah. Menjamurnya berbagai hiburan dibelantara sungai Seine, kafe berkelas, ruang dansa, juga lorong tersembunyi memadu cinta. Paris sebagai salah satu kota global terbesar di dunia didukung oleh beragam sektor yang maju, diantaranya kiblat fashion, bisnis, hiburan, media, sains dan seni.
Siapa sangka, kota yang terkenal dengan keindahan menara Eiffel ini menyimpan sejarah tersembunyi. Tak banyak orang tahu, bahwa ada penderitaan di dalam kemegahan, pengkhianatan yang terselubungi patriot, dan pembunuhan yang didasari cinta.
Buku Paris Sejarah yang Tersembunyi karya Andrew Hussey ini hendak mengajak kita menjelajahi kota Paris, melintasi abad dan agama. Ada fakta yang perlu diungkap dan dijabarkan untuk diketahui dunia. Tidak hanya Revolusi Prancis yang menjadi sejarah menarik kota Paris. Lebih dari itu, penulis buku ini mencatat sejarah kota Paris dari zaman Prasejarah hingga abad 21 bersama cerita-cerita mengharukan dalam bingkai agama, budaya dan politik.
Asal mula nama ‘Paris’ disematkan pada masa kekuasaan Julian. Alasan pemberian nama ini sepenuhnya bersifat politis. Ia terambil dari kata Civitas Parisiorum, artinya kota suku Parisii, mereka adalah suku utama yang bermukim di kota ini dari bangsa Kelt dan Romawi yang kemudian disebut sebagai Parisian. Julian hendak menegaskan, sebagai tradisi di kekaisaran bahwa kota ini berada dibawah perlindungannya. Dengan menggunakan fraseologi ini, Julian juga menunjukan adanya perkembangan pemukiman dari pagi menjadi civites, dari sebuah desa suku menjadi sebuah kota.
Suku Parisii baik keturunan Kelt maupun Romawi pada waktu itu menganut keyakinan pagan. Parisian menyembah pohon, gunung dan menggantungkan kepala binatang sebagai tumbal dimuka umum. Keyakinan ini terus berlanjut meskipun Paris telah dipimpin kaisar Romawi yang menganut ajaran Kristen. Hal ini terbukti dari surat Gregory, Uskup Roma yang dikirim kepada Ratu Frank pada 586 M. yang mengeluhkan adanya laporan dari para pelancong bahwa penduduk asli Paris masih belum mengikuti disiplin Gereja, bahkan sebagian umat Kristen masih menyembah setan.
Seiring bergesernya abad demi abad, Paris tak lantas berdamai dalam satu agama Kristen. Perbedaan paham mengguncang ketegangan amat parah sejak tesis Luther pertama kali diperkenalkan. Ajaran Martin Luther dianggap ajaran sesat dan menyimpang dari ajaran resmi. Perang suci antara Protestan dan Katolik pun tak bisa dihindari.
Pada 4 Maret 1557, sekelompok pelajar Katolik menyerbu rumah seorang pengacara yang dikenal bersimpati kepada penganut Protestan. Ketika misa berlangsung, mereka membunuh setiap orang yang ditemui. Polisi memberi dukungan atas tindakan itu dan menangkap penganut ajaran sesat untuk diadili. Hukuman bagi mereka yang dinyatakan bersalah sangat kejam. Ada yang dibakar di Place de le Grere, ada juga yang di strappado, yaitu alat untuk menarik kaki dan tangan hingga nyaris terlepas dari engselnya saat perlahan diturunkan ke dalam api.
Ketegangan terhadap umat Yahudi juga pernah dialami Paris pada abad ke-13. Pasca Perang Salip pertama, para kesatria Paris yang bertolak ke Palestina terlanjur memupuk ketidakpercayaan terhadap orang Yahudi. Mereka mendominasi perekonomian dengan memberi pinjaman beserta bunga tinggi.
Orang Yahudi diusir, dibantai dan dipermalukan selama beberapa ratus tahun. Seorang Yahudi bernama Jonathas dibakar hidup-hidup atas tuduhan menghujat Tuhan dan riba. Namun demikian, orang Yahudi tetap kembali karena Paris diam-diam membutuhkan keahlian dan kecerdasan finansial mereka.
Perang suci mengerikan termutakhir lainnya dialami oleh orang Islam dari Aljazair. Pada 1961 ratusan mayat orang Aljazair dihanyutkan di sungai. Mayat-mayat tersebut dibuang oleh pihak kepolisian yang mengira bahwa sungai itu akan menghapus bukti.
Pertempuran itu sangat kompleks permasalahannya. Perang tiba-tiba sangat brutal saat puluhan ribu orang Aljazair berkumpul dipusat kota untuk berdemonstrasi menuntut perdamaian dan kemerdekaan. Hingga terjadilah pembunuhan masal yang nantinya konflik ini dimuliakan dengan nama ‘Pertempuran untuk Paris’. Tetapi pada kenyataannya hanyalah pembantaian yang ada  dalam sejarah panjang di Paris.
Buku ini pantas menjadi rujukan sejarah tersembunyi Paris yang panjang. Namun penulis buku ini tidak mengklaim sebagai sejarah final.

Alumnus IAIN Walisongo Semarang Konsentrasi Tafsir dan Hadis

Tags: