Menjamin Kedaulatan Ekonomi dan Kesehatan

Upaya Segera Merdeka dari “Teror” Pandemi CoViD-19

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior Penggiat Dakwah Sosial Politik

Khidmat peringatan hari kemerdekaan negara Republik Indonesia ke-75, tak surut karena wabah pandemi CoViD-19. Dilaksanakan dengan pembatasan, dan mematuhi protokol kesehatan. Istana negara tetap menyelenggarakan upacara Agustus-an, dengan korps musik, dan pasukan tembakan kehormatan. Setiap kampung telah ditebari lampu hias, berkerlip setiap awal malam. Menandakan seluruh rakyat Indonesia masih berpengharapan, dan rela berkorban meski dalam suasana perekonomian yang terhimpit.

Seluruh rumahtangga masih bersedia membeli bendera merah-putih, dikibarkan di depan rumah, sebagai simbol semangat kejuangan. Juga masih bersedia membeli lampu hias, yang dilihat setiap malam sebagai kebanggaan. Namun berbagai lomba yang biasa meng-gelora-kan acara “Agustusan” menyurut. Karena khawatir akan menjadi kerumunan orang yang bisa menjadi media pe-wabah-an virus corona. Begitu pula acara “tirakatan” pada malam (16 Agustus) diselenggarakan lebih singkat.

Rangkaian Hari Kemerdekaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) lazim diperingati seksama, dan selalu membahagiakan semua generasi. Pada masa kini perayaaan hari proklamasi 17 Agustus, memiliki suasana zaman yang khas: Yakni, berbagi cerita sukses melalui media sosial (medsos), sambil menambahkan kata “merdeka!!!.” Juga disertai posting gambar bendera Merah-Putih dan berbagai stiker. Generasi millenial (usia 17-35 tahun) tetap menjadi pelaku utama upacara peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Melalui medsos, di rumah saja, perayaan Hari Kemerdekaan NKRI tidak kurang seru. Bahkan lebih seru dibanding pemutaran film di gedung bioskop. Berbagai film dokumenter di-share dalam WhatsApp grup. Beberapa ke-nasional-an video menjadi viral. Antara lain, pembacaan Proklamasi oleh Ir. Soekarno. Juga perayaan 17 Agustus-an di berbagai daerah, dan berbagai negara. Termasuk menara gedung Burj Al-Khalifa, di Dubai (Uni Emirat Arab, UEA) yang “di-selimuti” (secara virtual) bendera merah-putih. Itu perayaan 17 Agustus-an tahun (2019) lalu yang di-viral-kan lagi.

Gedung dengan menara tertinggi di dunia (sekitar 828 meter) disebut sebagai mega-tall. Mem-bangga-kan, sekaligus simbol persahabatan dan kerjasama dua negara (Indonesia dengan UEA). Virtualisasi merah-putih ditampilkan pada 6 gedung utama di ibukota UEA. Termasuk di kompleks Abu Dhabi Global Market, pusat keuangan terbesar, dan basis perkantoran perusahaan multi nasional besar kelas dunia. Indonesia dengan lambang bendera merah-putih, kesohor sebagai negara besar.

Mengelola Kekayaan Alam

Pemerintah telah membuka sistem investasi yang lebih baik, cepat, mudah, dan transparan. Hubungan government to government (g to g) semakin gencar, terutama pada kawasan jazirah Arab, dan Asia Tengah, dan Asia Selatan. Pada masa perdagangan global ter-himpit, kemudahan investasi, dan ke-aneka ragam-an komoditas, menjadi daya tarik utama. Indonesia memiliki “senjata” jitu (daya tarik), termasuk pemanfaatan komoditas di dalam negeri melalui hilirisasi.

Bersama DPR, pemerintah telah menggagas dan membahas omnibus law (penyatuan undang-undang). Pemerintah Daerah dituntut berpartisipasi memudahkan birokrasi. Antara lain mempermudah perizinan usaha, terutama sektor tambang, dan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Saat ini telah terbit UU Nomor 3 tahun 2020 (perubahan terhadap UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pada pasal 173-C terdapat “larangan” daerah menerbitkan izin baru Minerba. Izin tambang, biasanya ber-belit-belit, dan sangat lama.

Indonesia sangat kaya dengan hasil bumi, ke-aneka ragam-an hayati, serta sumber daya alam melimpah, termasuk batuan mineral dan batubara. Tiada yang dapat meng-intimidasi Indonesia, secara ekonomi, dan politik. Uni Eropa (UE) pernah akan “menghimpit” Indonesia melalui komoditas kelapa sawit (bahan CPO,Crude Palm Oil, minyak sawit). Alasannya, pembukaan kebun kelapa sawit menjadi proses de-forestasi. Malaysia sebagai salahsatu negara peng-ekspor kelapa sawit terbesar setelah Indonesia, merespons negatif kebijakan UE.

Bahkan tokoh utama Malaysia, Mahathir Mohammad, menyatakannya sebagai neo-kolonialisme Eropa. Sesungguhnya negara produsen kelapa sawit (terutama Indonesia), tidak khawatir benar. Karena Indonesia telah sukses mengembangkan minyak kelapa sawit menjadi bio diesel. Sejak beberapa tahun lalu telah dimulai dengan program B-20 (bio-diesel 20% nabati). Kini telah berlanjut menjadi B-30. Bahkan sedang digagas kemungkinan sampai B-50. Seluruh SPBU telah memiliki pompa bio-diesel.

Pemanfaatan CPO di dalam negeri telah menjadi mandatory (kewajiban), pada PSO (public service obligation, subsidi) maupun yang non-subsidi. Digunakan oleh kendaraan umum gandar besar (lebih dua gardan). Termasuk digunakan oleh kendaraan tempur. Sekaligus mengurangi impor BBM (Bahan Bakar Minyak). Konon setahun penghematan mencapai US$ 5,5 milyar. Efeknya di dalam negeri juga manjur. Harga kelapa sawit mencapai US$ 600 per-ton.

Maka pemerintah, bukan sekadar tak gentar terhadap boikot kelapa sawit oleh UE. Tetapi juga bisa “membalas,” tak kalah telak, lebih elegan. Yakni, stop ekspor bijih nikel. Sebagai peng-ekspor nikel terbesar di dunia, kepentingan nasional wajib menjadi prioritas. Diantaranya, tidak meng-ekspor nikel mentah-mentah. Melainkan harus diolah (secara sulfida maupun oksida). Nikel dapat menjadi bahan baterei lithium sebagai sumber energi mobil listrik.

Vaksin “Merah-Putih”

Nikel juga sangat dibutuhkan sebagai bahan campuran pembuat baja tahan karat, stainless steel, dan meng-kilap-kan berbagai logam. Ironisnya, UE sangat bergantung pada nikel Indonesia. Andai Indonesia stop ekspor, maka akan banyak industri di Eropa tutup usaha. Harga nikel akan melonjak tajam, diikuti kenaikan harga stainless steel, velg mobil, dan suku cadang kendaraan bermotor lainnya. Seluruh hotel di dunia juga menggunakan stainless steel pada interior bangunan.

Nikel bisa menjadi pengharapan masa depan, sebagai bahan ke-energi-an (baterei lithium) dan estetika konstruksi bangunan, dan kendaraan bermotor. Berpotensi besar sebagai industri sector hilirisasi. Penanganan hilirisasi bahan tambang akan membuka lapangan kerja baru, sesuai amanat UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Yakni, setiap pemegang izin pertambangan wajib meningkatkan nilai tambah. Dalam tata pergaulan internasional, tiada negara bisa “meng-gertak” sesama negara berdaulat.

“Penggertakan” juga tidak bisa dilakukan dengan paradigma wabah pandemi. Karena Indonesia telah menunjukkan kemampuan sebagai produsen vaksin yang diakui dunia. BUMN ke-farmasi-an nasional (Bio Farma), kini telah menjadi perusahaan Life Science, yang kesohor di dunia. Sekitar 130 negara menggunakan produk (vaksin dan anti-sera) buatan Indonesia. Terutama pada Negara berkembang, dan negara anggota OKI (Oeganisasi Konferensi Islam).

Indonesia sangat diperhitungkan dalam produksi vaksin di dunia, karena memiliki kapasitas sebanyak 3,2 milyar dosis per-tahun. BUMN Bio Farma telah memenuhi kebutuhan vaksin dunia melalui WHO (World Health organization), dan UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund). Saham Bio Farma, seluruhnya (100%) dimiliki pemerintah RI. Namun ironisnya, sebagian terbesar bahan sediaan farmasi masih harus di-impor.

Pemerintah masih perlu mengurangi ketergantungan terhadap bahan produk farmasi (terutama vakin dan obat). Sehingga masih harus dibuat road-map (peta jalan) efisiensi dan penanganan hulu hingga hilir ke-farmasi-an. Sekaligus sebagai jaminan kedaulatan ketahanan Kesehatan Nasional.

——— 000 ———

Tags: