Menristek-Dikti Respon Temuan BIN Terkait Radikalisme di PT

Menristek-Dikti Prof M Nasir saat menjadi narasumber di ruang Hayam Wuruk lantai 8 Kantor Gubernur Jatim, Kamis (22/11).

Surabaya, Bhirawa
Pernyataan Badan Intelijen Negara (BIN) tentang tujuh perguruan tinggi (PT) yang terpapar paham radikalisme mendapat respon Menteri Ristek dan Dikti Prof M Nasir. Pihaknya mengakui hal tersebut dan segera melakukan tindakan khusus untuk mencegah paham radikalisme semakin kuat.
“Masalah perguruan tinggi yang terpapar paham radikalisme, saya sudah minta seluruh rektor di perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk melakukan profiling terhadap dosen dan mahasiswa,” tutur Prof M Nasir saat ditemui di Kantor Gubernur Jatim, Kamis (22/11).
Nasir mengaku, profiling dosen dan mahasiswa telah dilakukan sejak 2017 silam. Pihaknya mengaku, dari prose situ telah ditemukan beberapa mahasiswa dan dosen yang terpapar paham radikalisme. “Kita bimbing untuk dosen, kalau mereka memilih merongrong NKRI, ya silakan keluar dari PNS-nya,” tegas Nasir.
Di tanya kampus mana saja yang dikatakan terpapar itu, Menristekdikti enggan menyebut jelas namanya. Dia hanya mengaku, kampus tersebut menyebar di Indonesia ada dan tidak hanya Jawa Timur. “Kalau mereka bisa dibina dan mau kembali ke NKRI, ya kita bimbing,” jelasnya.
Pihaknya juga telah mengesahkan Peraturan Menteri (Permenristekdikti) nomor 55 tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa. Dengan adanya Permenristekdikti tersebut, kini Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) antara lain Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) diperbolehkan masuk kampus.
“Permen 55 itu dalam rangka bagaimana mahasiswa menjadi harmonis, baik di dalam maupun luar kampus dalam kegiatan ekstranya. Ini juga mewujudkan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, NKRI, UUD ’45 dan Bhinneka Tunggal Ika. Nantinya, di dalam kampus ada Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa. Anggotanya adalah mahasiswa itu sendiri,” tuturnya.
Ada beberapa dosen yang sudah dibina Kemenristekdikti seperti di Semarang, Surabaya, Bandung dan Solo. Setelah dibina, mereka menyatakan ikrar dan menandatangani pakta integritas untuk kembali ke NKRI. “Mereka kan PNS yang digaji negara, masak merongrong NKRI. Kalau tidak mau dibina, silakan keluar dari PNS,” tukasnya.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Kepala (BIN) Wawan Hari Purwanto membenarkan adanya tujuh perguruan tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme. Wawan menuturkan, hasil pengembangan pada tahun 2018 tersebut juga mengungkapkan bahwa 39 persen mahasiswa di 15 provinsi menunjukkan ketertarikannya pada paham radikal.
“Terkait tujuh PTN yang terpapar radikalisme dan 39 persen mahasiswa di 15 provinsi tertarik dengan paham radikal, benar adanya,” katanya. Ia menjelaskan, kadar ketertarikan mahasiswa terhadap paham radikalisme dikategorikan ke dalam tiga tingkat, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Namun, ia menuturkan, ketertarikan tersebut lebih kepada apa yang disebutnya sebagai empati. Meski begitu, pencegahan sejak dini diperlukan agar empati tersebut tidak berkembang menjadi partisipasi. “Kadarnya ada yang rendah, sedang, dan tinggi, tapi lebih ke simpatisan. Tapi kalau dibiarkan kan nanti jadi empati lalu partisipasi. Maka, tahap awal ini bisa terdeteksi,” terangnya. [tam]

Tags: