Miris Melihat Banyak Teman Srimulat Tidak Peduli

27-Cak-RogoCak Rogo, Seniman Asli Surabaya
Kota Surabaya, Bhirawa
Sosoknya yang enerjik dan penuh dedikasi dalam melestarikan kesenian asli Surabaya telah mengantarkannya sebagai salah satu seniman asli Surabaya. Hingga kini dia tetap eksis melestarikan kesenian ludruk, wayang orang, dan ketoprak khas Surabaya.
Sugeng Rogo Wiyono atau yang akrab disapa Cak Rogo merupakan karyawan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Dinas Pariwisata Surabaya yang berkantor di Taman Hiburan Rakyat (THR). Bergelut di bidang seni, dia bisa menilai hiruk pikuk dunia seni.
Menurutnya dunia seni asli Surabaya sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan pada tahun-tahun kemarin. Regenerasi sudah mulai berjalan kembali, sehingga kesenian asli Surabaya tidak hanya di dominasi oleh orangtua.
” Kalau di bawah Pemkot Surabaya khususnya untuk Dinas Pariwisata, perkembangan seni asli Surabaya ini sudah cukup baik. Regenerasi terjadi  mulai dari PAUD hingga SMA  dan dari siswa PAUD hingga  SMA sudah melakukan pentas di panggung,” ujarnya kepada Bhirawa belum lama ini.
Menurutnya, berkembangnya dunia seni saat ini karena partisipasi aktif dari pemerintah untuk terus menerus menjaga kelestarian budaya, khususnya ludruk, wayang orang, dan ketoprak yang merupakan kesenian asli Surabaya. Sayangnya,  banyak alumni THR yang sudah terkenal di Jakarta sekarang tidak mau terlibat mengisi acara di tempat lahirnya grup lawak Srimulat yakni Surabaya.
” Saya kenal dengan semua personel Srimulat, baik itu Nunung, Mamik Prakoso, Tarzan, Kadir, Tesi, dan lainnya. Namun dari semua sahabat Srimulat yang saya kenal dan mau peduli kepada kesenian asli Surabaya hanya Mamik Prakoso. Mamik yang paling sering memberikan sumbangsihnya bagi perkembangan seni di Surabaya. Meskipun sudah terkenal, Mamik tidak jarang ikut juga membantu memberikan bantuan dan semangat untuk perkembangan seni di Surabaya,” ujarnya mengenang persahabatan yang sudah terjalin selama 35 tahun.
Ia melanjutkan,  kegetiran pernah ia alami ketika mengajak salah satu personel lawak Srimulat untuk mengisi acara ludruk dan ketoprak di THR Surabaya. Bukan jawaban manis yang diterimanya, melainkan jawaban yang kurang enak didengarnya. ” Saya itu pernah meminta kepada salah satu teman di Srimulat untuk mengisi acara di THR, tapi jawaban yang saya peroleh adalah ‘Wani mbayar piro’ ( berani bayar berapa,red),” ujarnya tanpa mau menyebutkan nama yang dimaksud.
Pak Rogo mengharapkan agar THR untuk ke depannya tidak menjadi kuburan para seniman asli Surabaya.  Selain itu agar kesenian asli Surabaya terus hidup, dia mengingatkan tugas berat ini tak hanya tugas pemerintah, namun masyarakat dan swasta juga punya andil. Seperti PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) yang dapat mengundang seniman untuk pentas di hotel dan restoran.
“Bali saja mampu menghadirkan kesenian lokal tampil di hotel berbintang, masak Surabaya tidak mampu,” ujarnya.
Dikatakan Cak Rogo, menari dalam kesenian bukan hanya sekadar bergerak dan beraksesoris sesuai dengan jenis tarinya, tetapi memiliki filosofi tinggi. Mereka harus memiliki sikap wirogo, wiroso, dan wiromo ( raga, rasa, dan Irama) yang seimbang, karena sikap ini merupakan dasar dari kesenian asli Surabaya. “Sikap wirogo, wiroso, wiromo itu harus dimiliki oleh setiap seniman. Seperti penari Cucuk Lampah (tarian penyambut pengantin) itu harus benar-benar memiliki karakter tersebut. Jadi menari tak hanya sekadar bergerak mengikuti irama,”katanya. [wil]

Tags: