Narkoba dan Runtuhnya Kredibilitas Polisi

Umar-Sholahudin (1)Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi Hukum FH Universitas Muhammadiyah Surabaya

Setelah tercoreng dan tertampar oleh tertangkapnya perwira polisi di lingkungan Polda Jawa Barat karena tersangkit kasus judi online, Kepolisian Negara RI kembali dipermalukan oleh aparaturnya sendiri. Kali ini kembali dalam kasus “lahan basah”, yakni narkoba. Seorang perwira menengah polisi AKPB Idha Endri dan Bripka MP Harahap.yang bertugas di Polda Kalimantan Barat ditangkap kepolisian Diraja Malaysia, wilayah Kuching karena diduga kuat terlibat dalam sindikat narkoba internasional. Polisi setempat mengamankan bukti narkoba seberat 3,1 kilogram. Kasus ini semakin menambah deretan panjang aparatur penegak hukum yang melanggar hukum.
Kasus ini tentu saja menimbulkan sinisme publik, sangat ironis, memilukan dan sekaligus memalukan. Seorang perwira polisi yang dituntut untuk memberantas narkoba, tapi dirinya sendiri terlibat dalam dugaan kasus sindikasi narkoba dan bahkan peredaran narkoba. Bahkan kedua perwira tersebut tertangkap basah. Ini sungguh-sungguh sangat mencoreng korps kepolisian RI yang saat ini sedang gencar memberantas penyakit masyarakat ini.
Kasus keterlibatan polisi dalam tindak kejahatan, terutama narkoba semacam itu mungkin bagaikan fenomena gunung es. Kasus tersebut baru yang muncul permukaan saja. Saya kira masih banyak “oknum” polisi yang berusaha dan suka bermain-main dengan narkoba ini. Apalagi bisnis narkoba ini penuh dengan guyuran  rupiah yang sangat menggiurkan. Dan saya kira tidak sedikit kasus kejahatan, termasuk narkoba ini diselesaikan dengan model “86”.
Kredibilitas Polisi
Kasus tersebut baru secuil dari setumpuk kasus narkoba yang melibatkan jajaran kepolisian. Semuanya itu sungguh sangat mencoreng kredibilitas dan citra aparat kepolisian kita. Profesionalisme polisi dalam menangkap penjahat saat ini  semakin dipertanyakan. Jangan-jangan ada praktik “maling teriak maling”.
Kejadian tersebut sungguh sangat mengecewakan publik. Polisi yang diharapkan dapat menjalankan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masih bagaikan jauh panggang dari api. Moto yang terdiri dari tiga “P” tersebut berubah menjadi image yang negatif. Polisi cenderung menjadi pelindung, pengayom, pelayan dan bahkan pelaku tindak kejahatan. Tidak sedikit oknum kepolisian yang menjadi beking tindak kriminal dan kejahatan dalam masyarakat. Beking judi togel, beking diskotek, narkoba, dan beking-beking lain yang penting mendatangkan duit.
Kasus ini menjadi beban moral terberat bagi jajaran kepolisian di mata masyarakat. Bagaimana mau memberantas narkoba jika aparatnya (kepolisian) terlibat narkoba. Dan ini sekaligus tugas terberat pimpinan Polri untuk membenahi perilaku dan profesionalitas anak buahnya.
Memang tidak semua anggota polisi itu jelek dan rendah tingkat profesionalitasnnya. Masih banyak anggota polisi yang memiliki komitmen yang baik terhadap tugas tiga “P” tersebut. Dan tidak sedikit terlihat di lapangan anggota polisi yang begitu simpatik membantu pengendara sepeda motor dan mobil yang mogok di tengah jalan. Dan beberapa sikap dan perilaku simpatik yang ditunjukkan aparat kepolisian kita dalam melindungi, mengayomi, dan melayani kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, harus disadari dan diakui, kesalahan seorang atau dua orang oknum polisi dalam melaksanakan tugasnya akan berdampak cukup serius dengan momory masyarakat. Belum lagi dengan perilaku oknum polisi dalam kegiatan-kegiatan lainnya, terutama kegiatan “lahan basah”.
Dengan kata lain, kesalahan kecil maupun fatal yang dilakukan oknum polisi akan membuyarkan dan menghapuskan segala kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan, terutama dalam pemberantasan narkoba. Biarpun polisi sudah berusaha dan terus berusaha berbuat yang terbaik untuk masyarakat, tapi apabila memory yang terekam selama ini dalam otok masyarakat bahwa “kinerja polisi itu jelek”, maka semuanya akan jelek. Ini bagaikan kemarau setahun dibalas dengan hujan sehari. Dalam konteks ini, penulis hanya ingin menunjukkan bahwa status menjadi polisi bukanlah status sosial yang biasa. Dalam status tersebut terkandung beban moral yang cukup besar dengan berbagai harapan masyarakat dan polisi sendiri.
Sikap Tegas.
Dengan munculnya kasus narkoba yang melibatkan oknum-oknum perwira polisi tersebut, tidak ada jalan lain, pimpinan kepolisian harus bertindak tegas. Ini kasus besar yang sangat meruntuhkan citra dan kredibilitas kepolisian. Pihak pimpinan kepolisian ada indikasi akan melakukan pemecatan dengan tidak hormat terhadap oknum polisi yang terlibat dalam pesta sabu-sabu ini. Dan saya kira ini komitmen pimpinan kepolisian untuk ini tidak hanya menjadikan wacana publik semata, namun perlu langkah kongkrit dan perlu diterapkan pada onkum-oknum polisi lainnya yang melanggar hukum.
Selain tindakan indisipliner, para oknum polisi tersebut harus dilanjutkan dengan proses hukum yang berlaku. Dan demi keadilan, hukuman yang ditimpakan kepada “polisi narkoba” tersebut setidaknya harus lebih berat dari seorang warga sipil yang terlibat kasus yang sama. Masyarakat berharap kasus “polisi narkoba” ini tidak dibuat main-main oleh Polri. Ini adalah pertaruhan citra dan kredibilitas jajaran kepolisian dalam menangani kasus yang melibatkan korpnya.
Kasus narkoba yang melibatkan Pamen Polisi ini, harus menjadi bahan instropeksi dan evaluasi secara menyeluruh terhadap (sistem, termasuk pengawasan) institusi Polri dan aparaturnya. Perlu membangun imunitas institusi Polri secara sistemtik agar tidak mudah dimainkan oleh oknum-oknum aparaturnya. Pada yang saat yang sama, membangun imunitas personal aparatur kepolisian agar tidak tergiur tindak kejahatan. Rumus tindak kejahatan: Niat+Kesemaptan, harus ditutup rapat dengan membangun dan sistem dan SDM yang kredibel dan berintegritas.

                          ————————– *** —————————

Tags: