Negeri Santri, Negeri Inspirasi

Judul Buku : Motisantri: Inspirasi dari Negeri Santri
Penulis : Saiful Falah
Penerbit : PT Elix Media Komputindo
Cetakan : Pertama, 2018
Tebal : 170 Halaman
ISBN : 978-602-04-7813-5
Peresensi : Azizi Sulung
Santri Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, 

Buku ini menguak warna-warni cerita pesantren. Dan santri sebagai tokoh utamanya, tentu menyimpan banyak cerita dan keunikan tersendiri di dalamnya. Di pesantren tiada suka yang dimonopoli. Tiada duka yang tak dibagi. Sebagaimana analogi pengarang dalam pengantar buku ini, suka dan duka di pesantren bagaikan makan siomai. Saat menggigit telur terasa gurih, saat menggigit pare terasa pahit. Tapi gurihnya telur dan pahitnya pare tidak membuat siomai disinggirkan. Justru dari variasi rasa itu terciptalah kenikmatan.
Santri sebuah kata yang sudah didengungkan berabad lamanya. Hingga hari ini status santri menjadi bagian dari tatanan sosial yang tetap memiliki predikat tinggi dan sangat diistimewakan. Bahkan, ada sebagian pemikir yang mencoba mengurai makna santri melalui perpsektif kebahasaan. Kata santri dijabarkan huruf demi huruf.
Dalam perspektif ini santri berasal dari empat huruf Arab. Pertama, sin yang mengandung makna ‘satrul aurat’. Dalam artian santri adalah golongan masyarakat yang istikamah menutup aurat. Kedua, nun yang mengandung makna ‘naibul ulama’. Dalam pemahamannya, bahwa santri menjadi pucuk-pucuk hijau yang siap tumbuh dan berkembang untuk menggantikan daun yang sudah kuning dan berjatuhan. Santri adalah penerus kiai. Santri hari ini sedang menggembleng diri untuk menggantikan ulama di masa depan.
Ketiga, ta’ yang bermakna ‘tarikul maashi’. Dalam hal ini, untuk menjadi pengganti ulama, santri harus bisa menjaga diri, selalu waspada terhadap bisikan nafsu, menjadikan setan sebagai musuh yang harus dilawan, senantiasa meminta perlindungan Allah dari kejahatan setan dan nafsu, agar terhindar dari kubangan dosa akibat perbuatan maksiat. Dan keempat, ra’ bermakna ‘raisul ummah’. Bahwa, sejatinya santri akan menjadi pelopor kebaikan. Agen perubahan yang selalu membawa kemaslahatan. Menyeru masyarakat kepada yang hak dan mencegah mereka dari kebatilan. Di pundak santri terdapat masa depan umat. Dan santri juga sebagai pemimpin umat (raisul ummah).
Banyak juga yang sepakat bahwa perjalanan hidup di pesantren adalah cerminan ketika ia kelak di masyarakat. Seperti cerita menarik yang dikutip dalam buku ini. Suatu ketika, ada salah satu pengasuh pesantren kedatangan salah satu alumninya. Ia datang dengan wajah kusut, dan tatapan matanya kosong. Ia mencari seberkas harapan. Ia butuh lowongan pekerjaan. Singkat cerita, akhirnya alumni tersebut mendapatkan pekerjaan dengan petunjuk pengasuhnya. Akan tetapi, anehnya di setiap ia singgah (bekerja), ia tak pernah bertahan lama.
Pada kesempatan yang lain, pengasuh tersebut juga berjumpa dengan salah satu alumninya. Ia bekerja di sebuah lembaga pendidkan. Bukan pengajar, tapi ia mendapat tunjangan sebagaimana pengajar. Setiap bulan seperti layaknya, ia menerima honor. Gajian yang didapat hanya selewat berada di tangan. Selanjutnya, terbang menuju pulau lain. Bukan bayar utang. Uang hasil jerih payah selama satu bulan, ia kirimkan ke orangtua di seberang. Istimewanya, ia tidak pernah kekeringan. Uang honor yang ia kirimkan ke orangtuanya selalu ada gantinya. Di akhir cerita, pengasuh tersebut menuturkan, dua wajah yang sangat berbeda. Alumni pertama saya kenal dekat. Dulu semasa menjadi santri ia sempat berkoar, “Kalau saya belajar serius, rangking satu pasti punya saya.” Ternyata ia tidak pernah sama sekali, karena ia tidak pernah belajar serius. Alumni yang kedua saya juga kenal dekat. Ia termasuk santri yang sulit paham dan hafal. Meski demikian, santri tersebut jarang kedapatan melanggar. Alumni pertama, selama menjadi santri sering merepotkan, sampai lulus pun ia menjadi beban. Alumni kedua, ia menjadi solusi bagi permasalahan keluarga. Dengan ia bekerja orangtua di rumah dapat jaminan hidup. Dan hal tersebut juga sudah dapat dibaca semasa ia nyantri (hlm 4-6).
Perlu juga disadari bahwa hidup di pesantren memang sangat dipenuhi banyak aktivitas. Baik itu tugas pesantren ataupun tugas pribadi. Tugas sekolah ataupun tugas organisasi. Lebih-lebih bagi santri yang menyandang tugas sebagai pengurus. Mereka adalah makhluk tersibuk di pesantren. Mereka menjalani dua kewajiban; sebagai pelajar dan pengasuh. Di satu sisi mereka mengemban kewajiban belajar. Di sisi lain, kewajiban mereka adalah mengurus santri jonior, masih lagi harus mengajar.
Bagi pengurus, tugas dan kewajiban benar-benar bertumpuk. Mengurus diri bercampur dengan mengurus orang lain. Tiada hari tanpa tugas. Terkadang banyak santri seneor yang menjadi pengurus merasa stres. Tekanan begitu terasa. Tapi ingatlah, santri yang lulus menunaikan amanah dan kewajibannya di pesantren, maka ia dapat dipastikan lulus pula, kelak ketika sudah pulang ke kampung kelahiran.
Kiai Abdullah Syukri Zarkasyi sebagaimana dikutip dalam buku ini, menyebutkan ada empat manfaat yang diperoleh setelah santri menunaikan tugas: pertama, musta’mal: santri yang banyak dibebani tugas tentu bergerak dan berkarya. Itu membuat ilmunya bermanfaat dan dirinya pun bermanfaat. Kedua, mu’tabar: tugas membuat si santri dianggap. Dia selalu eksis. Wujuduhu mu’tabarun, berbeda dengan santri yang tidak mau diberi tugas, wujuduhu ka adamihi (keberadaannya tak dianggap). Ketiga, mu’taraf: santri yang banyak melaksanakan tugas, aktif di pelbagai organisasi, dan menjadi panitia atau penanggung jawab di banyak kegiatan, pasti dikenal. Katakanlah selebriti pesantren. Namanya pasti selalu didengung-dengunkan. Keempat, muhtaram: dihormati. Santri yang banyak melakukan tugas dan menyelesaikan dengan baik tentu memiliki nilai spesial. Ia tidak perlu meminta orang lain menghormatinya. Tugas yang berbuah prestasi dengan sendirinya akan melahirkan banyak puji.
Buku ini memuat kisah-kisah tentang santri. Kisah santri memang tiada habisnya. Selalu menarik untuk diikutinya. Semoga saja buku ini lahir sebagaimana yang diharapkan; mampu menebarkan mutivasi, dan menginspirasi. Selamat membaca!

———– *** ————

Rate this article!
Tags: