Optimalisasi Produksi Tebu, Penambahan Areal dan Peningkatan Rendemen Jadi Harapan

Jatim Dapat Alokasi APBN Rp 314 Miliar
Surabaya, Bhirawa
Komitmen Pemprov Jatim dalam upayanya meningkatkan produksi gula masih terus berlangsung hingga kini. Tahun ini, target peningkatan  mencapai 1,3 juta ton gula per tahun, naik dibanding realisasi produksi gula tahun 2013 yang hanya di kisaran 1,243 juta ton gula per tahun.
Pemprov tak main-main dalam meningkatkan kapasitas produksi gula. Berbagai cara ditempuh.
Mulai melakukan penambahan luas area tebu dan peningkatan rendemen gula  yang dipatok mencapai 8 persen dari posisi pada 2013 sekitar 7,4 persen.
Tahun sebelumnya, luas lahan tebu yang meningkat menjadi 212 ribu hektare yang sempat menjadi prestasi Jatim selama menanam tebu. Sayangnya tahun lalu, cuaca ekstrim membuat rendemen pun turun sehingga mengakibatkan produksi gula juga turun. Maka, harapannya tahun ini, cuaca kembali normal.  
Sebab selama ini, selain faktor cuaca ekstrim juga ada tiga faktor lain yang menjadi persoalan bagi petani yakni, anomali kualitas, biaya produksi, dan harga. Untuk anomali kualitas dari cuaca ekstrim berdampak pada rendahnya rendemen tebu. Jika rendemen rata-rata pada 2012 mencapai 8,03 persen, ada 2013 rendemen jatuh ke angka 7,2 persen.
Menilik hal itu, optimalisasi produksi tebu kini telah menjadi target nasional. Terbukti juga Jatim mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat, sebab Jatim kini telah mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 314,49 miliar.
Dana itu akan dialokasikan untuk beberapa program peningkatan produksi tebu, yaitu program perluasan area tebu senilai Rp 25,840 miliar, program bongkaratoon Rp 13,650 miliar, program pembuatan Kebun Bibit Datar (KBD) senilai Rp 86 miliar dan program rawatratoon senilai Rp 189 miliar.
Sementara, adanya berbagai bantuan untuk optimalisasi produksi tebu ini merupakan kabar menggembirakan bagi para petani, setidaknya mereka kini harus bisa lebih bersemangat untuk bisa menanam tebu dan mempertahankan tingkat rendemen. Apalagi dengan adanya penambahan luas area tanam.
Misalkan saja, Fauzi petani tebu asal Bangkalan, dirinya mengharapkan ada tambahan bantuan peralatan untuk bisa memaksimalkan produksi tebunya. “Alhamdulillah, tebu ini memang prospeknya bagus,” katanya.  
Begitupula dengan H Mursidi. Petani tebu ini senang jika mendapat bantuan, termasuk traktor.
Sayangnya bantuan traktor untuk pembajakan di Sampang hanya dapat dua, dan  diterima pada bulan-bulan akhir. Imbasnya pengerjaan terkendala karena kekurangan traktor. “Selain itu, yang membuat pengerjaan ini molor disebabkan kondisi pematang lahan. Kalau di Madura sempit sehingga menyulitkan traktor,” terangnya.
Kini dirinya berharap agar pemerintah meningkatkan lagi pelayanannya karena petani di Sampang masih baru mengenal dan mengetahui cara pembudidayaan tebu.
Terkait dengan bongkar ratoon, target program bongkar ratoon di Jatim pada 2013 yakni 28.400 hektare, sudah melampaui target seluas 39.977 hektare. Sesuai tahap perencanaan, biasanya pelaksanaan bongkar ratoon di Jatim dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pada Juli-Agustus dan periode kedua pada November-Desember.
Sasarannya adalah petani tebu yang sudah menjalani proses tanam di atas tiga tahun atau lebih dari tiga kali tebang. “Bongkar ratoon sangat penting. Sebab tanaman yang sudah lebih dari tiga tahun, rendemennya menurun begitu pula dengan produktivitasnya,” ungkap Kepala Dinas Perkebunan Jatim Ir Samsul Arifin.
Untuk perluasan area, tahun ini ditargetkan ada penambahan lahan sekitar 6.800 hektare di Madura, Tuban, Lamongan, Bojonegoro dan Ngawi. Adanya penambahan 6.800 hektare, maka pada 2014 lahan tebu di Jatim akan mencapai 220.800 hektare dari posisi pada 2013 yang masih di kisaran 214.000 hektare.  “Penambahan area tebu ini sesuai dengan roadmap budidaya tanaman tebu Jatim dimana pada 2014 lahan tebu ditargetkan akan mencapai 220.000 hektare,” papar Samsul.
Kembali diungkapkannya, produksi gula memang sangat tergantung dengan cuaca. Jika cuaca tidak menguntungkan, musim penghujan lebih panjang, maka kondisinya seperti tahun lalu, tebu tidak bisa masak, rendemen menjadi anjlok di kisaran 7,4 persen dan produksi secara otomatis mengalami penurunan sebesar 7.000 ton per tahun.
“Syukur tidak seperti perkiraan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di mana penurunan akan mencapai 20 persen. Dan penurunan produksi gula di Jatim ini termasuk yang terendah di Indonesia. Ini bisa dilihat dari 10 Pabrik Gula (PG) terbaik, 9 adalah PG di Jatim dan hanya 1 PG yang berlokasi di Lampung,” katanya. [rac]