P-APBD Jatim 2020 dan Pandemi Covid-19

Catatan Kritis P-APBD Jatim 2020

Oleh :
Lilik Hendarwati
Anggaota Komisi C DPRD Jawa Timur dari PKS

Pembahasan dan penyusunan P-APBD 2020 ini berada dalam suasana keprihatinan, yakni pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Secara nasional angka statistik Covid-19 semakin meningkat. Demikian juga dengan Provinsi Jatim. Sampai saat ini (data per 23 Agustus 2020), ada penambahan sebesar 279 kasus sehingga totoal terkonfirmasi Positif sebanyak 30.315 kasus. Ada peningkatan signifikan pasien yang sembuh, ada penambahan sebesar 331 orang sehingga total konfirmasi pasien sembuh sebanyak 23.632 orang (77,95%). Ini membawa optimisme bagi kita semua untuk terus berikhtiarr dalam penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19. Sedangkan pasien meninggal ada penambahan sebesar 19 orang, sehingga total Pasien meninggal Dunia sebesar 2.172 orang (atau setara 7,16%). Penambahan 279 kasus, terkonsentrasi ; 95 kasus dari Surabaya, 44 dari Sidoarjo, dna 21 kasus dari Gresik. Artinya Surabaya Raya masih menjadi episentrum Pandemi Covid-19. Karena itu, treatment ke wilayah tersebut perlu lebuh extra ordinary action.

Pendami Covid-19 telah menekan perekonomian Jatim, indikaor makro sosial-ekonomi terkoreksi cukup signifikan. Sebut saja misalnya pertubuhan ekonomi terkontraksi pada angka 1,51% atau minus 5,9 persen pada kwratal II 2020 dibandingkan kwartal II 2019. Pertumbuhan ekonomi Jatim sampai akhir tahun 2020 pun diprediksi akan mengalami pelambatan. Tugas pemerintah adalah mendorong dan mempercepat agar gerak ekonomi UMKM kembali pulih dan bahkan bergerak lebih cepat, salah satunya dengan intervensi kebijakan insentif pajak dan lainnya. Karena itu, salah satu proritas kebijakan pembangunan di era adaptasi kebiasaan baru ini adalah bagaimana terus menerus dan secara konsisten memberdayaan UMKM yang memiliki daya tahan (imunitas) ekonomi yang luar biasa di tengah krisis. Dan yang lebih penting dan strategis adalah bagaimana Pemerintah Provinsi Jatim mengelola keuangan daerah melallui P-APBD 2020 ini lebih optimal, agar memiliki stimulus fiskal yang kuat dan produktif guna mendukung stabilisasi pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih inklusif dan memperkuat fundamental ekonomi daerah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendek kata, P-APBD Jatim 2020 kali ini harus perform dan berorientasi pada kebijakan penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19.

Politik Anggaran Defisit.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, poltik anggaran Jatim lebih memilih politik anggaran defisit, laiknya besar pasak daripada tiang. Pada P-APBD 2020, anggaran belanja daerah dialoksikan sebesar Rp 33,834 triliun rupiah lebih, sementara pendapatan daerah dialoksikan sebesar Rp 29, 501 triliun lebih. Sehingga defisit anggaran sebesar Rp 4,333 trilun rpiah lebih. Fokus belanja daerah akan diarahkan pada: Penyediaan jaring pengaman sosial / social safety nett melalui pemberian bantuan sosial kepada masyarakat miskin / kurang mampu yang mengalami penurunan daya beli akibat adanya pandemi Covid-19; dan Penangan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha tetap hidup, antara lain melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi dalam rangka memulihkan dan menstimulasi kegiatan perekonomian di daerah. Terkait dengan kebijakan belanja daerah, penulis sangat mendukung kebijakan “belanja progresif” atau kebijakan anggaran defisit, dengan cataran progresifitas belanja berdampak pada output dan outcome yang jelas dan terukur atau menghasilkan hasil yang produktif, khususnya dalam penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19 sampai akhir 2020. Kita berhadap hasilnya dapat kita rasakan pada awal 2021; kondisi sosial-ekonomi dan kesehatan masyarakat kembai normal. Sehingga kita akan memulai tahun 2021 dengan spirit kerja yang baru dan lebih produktif.

Catatan Kritis

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa catatan kritis yang perlu dicermati dan dapat disampaikan, sebagai berkut; Pertama, Sisi Pendapatan : dari tiga komponen sumber Pendapatan daerah, komponen yang terpapar cukup berat adalah komponen PAD, padahal ini pedopang utama APBD Jatim dan pembiayaan pembangunan daerah. Diikuti dana perimbangan daerah, meksipun pegurangan tidak terlalu besar dari target yang ditentukan sebelumnya. Hampir semua komponen sumber pendapatan mengalami penyesuaian-penyesuaian, tetapi khusus untuk PAD perlu perhatian dan treatment khusus agar tidak terpapar lebih parah. Ikhtiar apa atau resep stabilitasi dan peningkatan pendapatan seperti apa yang dapat dilakukan pemerintah provinsi Jatim dalam menjaga stabilisasi pendapatan dan bahkan peningkatan pendapatan di era pandemi Covid-19 ini?

Kedua,. Sumber dana perimbangan: dana perimbangan mengalami penyesuaian atau berkurang, tetapi tidak terlalu besar. Semoga perangkaan ini tidak mengalami perubahan (efek kebijakan pusat) dan dapat dimanfaatkan untuk menopang pembangunan jatim, termasuk penanganan dan pencegahan Covid-19 di daerah. Jika berharap, semoga ada penambahan pasca pembahasan di tingkat komisi, tentu dengan kerja advokasi angagran ke pusat yang lebih maksimal. Ketiga, Sumber Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah : sumber pendapatan ini, alhamdulillah tidak “tarpapar”, justru mengalami peningkatan dari yang ditergetkan. Ini adalah sinyal positif untuk kinerja pendapatan 2020.

Keempat, Belanja yang produktif di era daptasi kebiasaan baru (pandemi Covid-19) ini adalah belanja yang, selain produktif dalam penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19, dengan indikator terukur : statistik angka Covid semakin melandai, juga mampu menggerakan kembali usaha ekonomi masyarakat secara optimal. Meskipun di era adaptasi kebiasaan baru dengan tetap taat pada protokol kesehatan, tetapi tetap produktif. Sehingga perbaikan pendapatan masyarakat akan kelihatan hasil dan wujudnya. Karena sekali lagi, penulis menegaskan, kebijakan “belanja daerah progresif” atau “kebijakan anggaran defisit”, No Problem, asalkan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat Jatim.

Kelima, berbagai program “bagi-bagi bantuan” yang sifatnya charity datang dari pusat. Begitu juga “bagi-bagi bantuan” yang sifatnya charity juga datang dari provinsi dan kab/kota yang ditujukan untuk masyarakat, khususnya masyarakat terdampak.periode sebelumnya harus menjadi catatan dan bahan evaluasi serius bagi pemerintah provinsi/kab/kota. Masalah koordinasi dan sinkronisasi, termasuk masalah data penerima manfaat. Mulai agustus sampai Desember 2020 akan ada skema bantuan baru, khususnya untuk pekerja dan UMKM. Penulis mendorong ada koordinasi dan sinkronsiasi yang baik antara pusat dan daerah dalam hal “bagi-bagi bantuan” tersebut agar tidak terulang kembali masalah yang sama.

Keenam, pada aspek penyesuaian belanja daerah. Untuk optimalisasi belanja daerah yang lebih produktif, khususnya untuk penanganan dan pencegahan Pandemi Cois-19, perlu dilakukan penyisiran berbasis SKPD atau program dan kegiatan. Jika ada program dan kegiatan yang tidak urgen atau tidak sejalan dengan penanganan dan pencegahan Covid-19, agar direstrukturisasi, direalokasi dan dialihkan untuk prioritas penanganan dan pencegahan Covid-19.

Akhirnya, meskipun ekonomi Jawa Timur terpapar Covid-19, dan berdampak pada penerimaan daerah, khususnya PAD, akan tetapi kontraksinya tidak terlalu parah sehingga mampu membiayai pembangunan daerah secara optimal. Kita berikhtiar, optimalisasi penerimaan dilakukan, pun demikian optimalisasi belanja juga dilakukan. Sehingga struktur P-APBD 2020 ini lebih perform dan proporsional serta produktif.

————- *** ————-

Tags: