Pandemi, Pendidikan dan Amanat Undang-Undang

Oleh :
Rudi Sirojudin Abas
Penulis, Guru MTs Darul Fitri Leles, Kec. Leles Kab. Garut-Jawa Barat.

Indonesia menjadi salahsatu negara yang merasakan pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dengan masih meningkatnya kasus positif Covid-19 di Indonesia. Data per 30 Agustus 2020 dari situs worldmeters info menunjukkan, bahwa di antara 215 negara di dunia yang terjangkit Covid-19, posisi Indonesia berada pada urutan ke-23, dengan jumlah orang positif sebanyak 174.796 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7.417 orang telah meninggal dunia. Adapun di tingkat Asia, posisi Indonesia berada pada urutan ke-9 dari negara yang paling banyak terjangkit Covid-19.

Jika mencermati data tersebut, keberadaan Covid-19 tidak boleh dipandang sebelah mata. Berbagai kebijakan yang telah ditetapkan oleh berbagai pihak seolah belum menjadi jaminan bahwa pandemi Covid-19 akan segera berakhir. Anjuran social distancing (jaga jarak), physical distancing (pembatasan kontak fisik), maupun kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dicanangkan pemerintah belum mampu sepenuhnya menahan laju penyebaran Covid-19 apabila masyarakat masih abai terhadap anjuran protokoler kesehatan.

Dari berbagai sendi kehidupan, sektor pendidikan merupakan salahsatu yang terkena dampak pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kebiasan baru itu salahsatunya berhubungan dengan kebijakan pemerintah, baik yang berkaitan dengan petunjuk pelaksanaan maupun dengan petunjuk teknis sistem pendidikan. Salah satu juklak maupun juknis sitem pendidikan selama pandemi Covid-19 yaitu proses pembelajaran secara jarak jauh (PJJ), yang dilaksanakan secara luring (luar jaringan) maupun daring (dalam jaringan). Akibatnya, pembelajaran yang biasa dilaksanakan secara tatap muka di sekolah, akhirnya beralih ke rumah masing-masing siswa. Hal tersebut dilakukan agar warga sekolah, baik guru, tenaga pendidikan, peserta didik dapat terhindar dari ancaman pandemi Covid-19.

Belajar daring merupakan proses pembelajaran yang menggunakan model interaktif berbasis internet seperti WhatsApp Group , Zoom, Google Meet, Google Classroom, Cisco Webex, Kahoot, maupun Quizzis. Sedangkan pembelajaran secara luring merupakan proses pembelajaran dengan cara meminjamkan atau mengirimkan buku pelajaran kepada siswa baik melalui kelompok belajar yang diantarkan langsung oleh guru atau petugas sekolah.

Secara formal, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tercantum dalam Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19), yang kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Isi dari surat edaran tersebut salahsatunya mengenai tentang proses pelaksanaan pembelajaran. Proses belajar yang biasanya dilaksanakan di sekolah, kemudian dialihkan ke rumah masing-masing siswa, yang lajim dikenal dengan istilah BDR (Belajar dari Rumah). Belajar dari rumah merupakan proses belajar yang dilakukan oleh siswa melalui metode daring/jarak jauh yang pembelajarannya tetap dipandu oleh guru. Kebijakan belajar dari rumah digulirkan berkenaan dengan penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat, sehingga belajar dari rumah menjadi solusi agar semua warga sekolah, baik siswa, guru, tenaga pendidikan, maupun pihak terkait terselamatkan dari wabah pandemi Covid-19.

Namun dalam perjalanannya, belajar dari rumah melaui daring/luring ternyata menyisakan berbagai permasalahan. Permasalah tersebut seperti kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar, keterbatasan orang tua dalam pengadaan handphone dan kuota data internet, belum meratanya akses internet ke daerah-daerah pelosok, serta tidak optimalnya guru dalam melaksanakan ketercapaian pemenuhan jam pelajaran.

Untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dunia pendidikan. Seperti kebijakan perihal tentang pembukaan belajar tatap muka bagi sekolah yang masuk katagori zona kuning dan hijau Covid-19, penerapan kurikulum darurat, serta bantuan pemberian paket data internet yang diperuntukkan bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen dalam masa pembelajaran jarak jauh.

Kebijakan pembukaan sekolah tatap muka dan penerbitan kurikulum darurat dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bersama pihak terkait dari Kemenko PMK, Kemenag, Kemenkes, Kemendagri, serta BNPB Nasional pada 7 Agustus 2020 lalu. Kebijakan tersebut merupakan respon atas beberapa kendala pembelajaran secara jarak jauh (PJJ/daring), baik dari guru, orangtua, maupun dari peserta didik. Karena selama PJJ, guru merasa kesulitan dalam mengelola pembelajaran akibat keterbatasan jam waktu mengajar. Begitupun orangtua , tidak mampu mendampingi putera-puterinya selama belajar, serta sulitnya konsentarsi siswa dalam memahami setiap materi pembelajaran.

Kurikurum darurat secara formal tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 yang berisi tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan Dalam Kondisi Khusus. Inti utama dari kurikulum darurat tersebut yaitu tentang penyesuaian satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Satuan pendidikan dari mulai pendidikan anak usia dini (PAUD/TK/RA), pendidikan dasar (SD/MI), hingga pendidikan menengah (SMP/MTs, SMA/SMK/MA) yang berada pada daerah yang ditetapkan sebagai daerah dalam kondisi khusus oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dalam hal ini sekolah yang berada di daerah zona kuning dan hijau Covid-19 dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didiknya.

Setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan untuk memilih salah satu opsi dari kurikulum darurat, semisal tetap mengacu pada kurikulum nasional, menggunakan kurikulum darurat, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri yang dilakukan masing-masing stakeholder sekolah, dengan catatan tetap mengacu pada juknis dan juklak kurikulum nasional yang ada.

Kurikulum darurat sejatinya merupakan kurikulum yang dibuat sebagai penyederhanaan dari kurikulum nasional. Di dalamnya terdapat regulasi pengurangan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran, serta penyederhanaan pemenuhan jumlah jam mengajar bagi setiap guru yang beban kerjanya tidak lagi harus minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu.

Untuk mengatasi permasalahan belajar yang lainnya, Kemendikbud juga mengeluarkan kebijakan perihal alokasi anggaran bantuan kuota data internet yang diperuntukkan bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen selama masa pembelajaran jarak jauh yang jumlahnya mencapai triliunan. Kebijakan tersebut seolah menjadi angin segar bagi insan pendidikan dalam mewujudkan kualitas belajar selama jaraj jauh (daring/luring). Sebagaimana kita ketahui, permasalahan utama pembelajaran daring adalah keterbatasan dalam pengadaan kuota data internet.

Jika mencermati kondisi pendidikan dan kebijakan pemerintah di atas, penulis menyimpulkan, bahwa apa yang telah dilakukan pemerintah dalam masa pademi ini sebenarnya dalam rangka mewujudkan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 perihal pendidikan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1), (2), dan (4) UUD 1945 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran, pemerintah pun wajib membiayainya, serta negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

———— *** ————-

Tags: