Pangkas Institusi Ad-Hock

foto ilustrasi

Presiden memangkas institusi ad-hock, yang dianggap “over-lapping” dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Kementerian. Sebagian institusi merupakan warisan pemerintahan terdahulu, sejak zaman orde baru. Namun pemantasan juga berlaku pada 4 institusi yang baru dibentuk pada rezim Jokowi – JK. Pemangkasan diharapkan mempercepat pemulihan perekonomian pada masa wabah pandemi CoViD-19 yang membahayakan perekonomian nasional.

Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2020 telah diterbitkan sebagai respons pemerintah terhadap ancaman pelambatan perekonomian. Perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional bisa menembus minus 5% pada kuartal kedua (sampai Juni 2020). Terdampak protokol kesehatan virus corona yang dialami negara-negara di seluruh dunia. Maka diperlukan respons (kebijakan dan kinerja) “luar biasa,” terutama sinergitas (kesatuan aksi) institusi negara.

Menjaga ketahanan kesehatan (penanganan CoViD-19) yang bersinergi dengan menggerakkan perekonomian, diakui bukan hal mudah. Berbagai lembaga internasional, antara lain, IMF, Bank Dunia, dan OECD, memprediksi ekonomi dunia tumbuh negatif, antara minus 6% hingga minus 7,6%. Misalnya, Perancis minus 17%, Inggris minus 15%, Jerman minus 11%, dan Amerika Serikat (AS) minus 9,7%. Jepang, Malaysia, dan Singapura, juga minus lebih dari 8%.

Negara harus melaksanakan efisiensi. Sehingga 18 lembaga perlu dihapus, dan fungsinya dikembalikan kepada Kementerian. Lembaga yang dihapus seluruhnya dibentuk berdasar PP (Peraturan Pemerintah), dan Perpres. Misalnya Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk, berdasar Perpres Nomor 1 tahun 2016. Sedangkan lembaga yang dibentuk berdasar undang-undang (UU) sebenarnya juga cukup banyak yang tidak efektif. Namun masih perlu telaah, karena prosedur penghapusannya harus melalui UU, atau melalui Perppu.

Institusi ad-hock tertua yang dilikuidasi melalui Perpres, dibentuk pada masa orde baru. Yakni, Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri, yang dibentuk berdasar Keppres Nomor 31 tahun 1991 tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri. Terdapat pula tiga institusi yang dibentuk pada masa transisi reformasi (tahun 1999) masa presiden KH Abdurrahman Wahid. Juga tiga institusi yang dibentuk pada zaman presiden Megawati, dan tiga institusi yang dibentuk pada masa presiden SBY.

Seluruh institusi ad-hock yang dilikuidasi, realitanya tidak sesuai zaman, dan tidak efisien. Termasuk Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi, yang dibentuk berdasar Keppres Nomor 3 tahun 2006. Keppres tersebut juga direvisi beberapa kali, terakhir diubah melalui Keppres Nomor 28 tahun 2010. Perubahan disebabkan tidak adanya dukungan sistem transparansi. Serta belum terdapat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang bisa “mengintip” kebiasaan KKN (Kolusi Korupsi dan Nepotisme).

Pemangkasan institusi pemerintahan, wajib berdasar peraturan perundangan. Penyederhanaan institusi dan regulasi, menjadi tekad presiden Jokowi. Termasuk penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan CoViD-19. Pada pasal 19 ayat (1) Perpres menghapus 18 institusi ad-hock.

Likuidasi kelembagaan masih akan berlanjut, disesuaikan dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada pasal 19 ayat (3) merinci persyaratan jabatan pimpinan tinggi (eselon II). Serta penerbitan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Termasuk penghapusan eselon III, dan eselon IV.

Pemerintah pusat masih mensinyalir adanya “jual-beli” dalam proses rekrutmen jabatan. Antara lain, jabatan (dan kepangkatan) eselon II, menjadi “tambang empuk” Kepala Daerah berburu uang mahar. Akibatnya, pejabat eselon II juga turut berburu mahar jabatan dalam pengangkatan jabatan di bawahnya. Rekrutmen pejabat dilaksanakan melalui assesmen terbuka, dengan mengutamakan kompetensi (manajerial, dan sosio-kultural), serta catatan integritas dan moralitas.

——— 000 ———

Rate this article!
Pangkas Institusi Ad-Hock,5 / 5 ( 1votes )
Tags: