Pelaksanaan UN Online Diminta Bertahap

Surabaya, Bhirawa
Sambutan terhadap Ujian Nasional (UN) online diterima positif oleh daerah. Rencana ini akan menjadi solusi terhadap biaya UN yang selama ini dianggap terlalu besar. Namun mengingat kemampuan daerah yang berbeda, pemerintah diminta untuk menggelarnya secara bertahap.
Menurut Ketua II Dewan Pendidikan Surabaya Isa Anshori, UN online adalah terobosan baru yang patut mendapat apresiasi. Jika pemerintah serius, maka persiapan harus segera dimulai dari sekarang. Mulai dari perangkat komputer sekaligus jaringannya, sumber daya manusia, hingga sosialisasi ke daerah.
“Mengubah UN menjadi online adalah keniscayaan. Cepat atau lambat pasti akan terjadi. Ini bagus karena dapat menekan banyak sekali anggaran yang selama ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah,” ungkap Isa saat dikonfirmasi, Minggu (16/3).
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya, pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) berencana mengubah total mekanisme UN.  Perubahannya ialah menggelar UN dalam bentuk online. Dengan cara demikian, beban anggaran pemerintah akan jauh lebih ringan.
Menurut anggota BSNP Prof Zaki Baridwan, sejauh ini biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan UN terlalu besar. Bahkan setiap tahunnya, lebih dari Rp 500 miliar dana dikeluarkan oleh pemerintah untuk ujian negara ini. Pada 2014 saja, anggaran yang dialokasikan Kemendikbud untuk UN mencapai Rp 560 miliar. Biaya ini meningkat dibandingkan pada 2013 yang nilainya sebesar Rp 543,4 miliar.
Isa yang juga menjabat sebagai Ketua Hotline Pendidikan Jatim ini mengatakan, agar UN online dapat terlaksana dengan baik, pemerintah juga perlu melakukan uji coba di beberapa lokasi. Mengingat sejumlah pengalaman yang pernah terjadi saat Uji Kompetensi Guru (UKG) tingkat nasional maupun try out online yang hanya di wilayah Surabaya.
“Try out online di Surabaya saja sempat trouble. Apalagi kalau mau digelar secara nasional. Sekali lagi persiapannya harus matang,” tutur dia.
Terlebih  tidak semua daerah memiliki fasilitas komputerisasi yang memadahi seperti di Surabaya ini. Menurut Isa, hal tersebut akan mudah dilaksanakan selama persiapannya matang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan trouble dan gangguan lain seperti hacker itu dapat diperkirakan lebih dini. Keuntungannya selain biaya yang rendah, tenaga pengawas yang dibutuhkan juga lebih sedikit.
“Pengawas nanti tugasnya hanya untuk memverifikasi kesesuaian peserta dengan dokumen ujian yang ada. Sebab, baik waktu maupun jenis soal dapat diatur agar tidak terjadi kecurangan,” ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Harun MSi mengatakan, UN online yang diharapkan dapat diuji coba pada 2015 ini harus melalui banyak tahapan kajian. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbeda-beda tingkat pembangunan manusianya.
“Yang harus dikaji itu SDM penyelenggaranya. Di antaranya Dindik kabupaten/kota dan guru, siswa yang menjadi peserta, serta kekuatan bandwidth. Apalagi di kepulauan, apa ada jaminan bisa diakses semua dalam waktu bersamaan. Ini yang harus diperhatikan,” tekannya.
Oleh karena itu, Harun mengusulkan sebaiknya UN online diujicobakan dulu di kota-kota besar nasional. Dengan catatan SDM, siswa dan ketersediaan bandwidth tak ada masalah. Jika pemerintah memastikan akan menggunakan sistem UN online, mulai jauh-jauh hari harus didengungkan. “Jumlah soal harus ditentukan, anak dilatih menguasai IT, menguasai betul,” sarannya.
Jika UN online benar-benar bisa berjalan, imbuh Harun, ini akan membuat anggaran negara semakin efisien. Mengingat biaya cetak naskah soal dan distribusinya selama ini cukup besar. “Efisiensinya bisa sampai 50 persen kalau pakai online,” ungkap dia. [tam]

Tags: