Pembangunan Daerah Berperspektif PUG

Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi FISIP Univ. Wijaya Kusuma Surabaya

Saat ini Pengarusutamaan gender (PUG) sudah menjadi isu global dalam pembangunan dan menjadi konsen tiap negara. Pembangunan suatu negara harus bertumpu pada pembangunan manusia, tanpa melihat latar belakang gendernya secara adil. Kualitas pembangunan suatu negara atau daerah tidak cukup bermakna jika tidak mengikutsertakan pengarusutamaan gender. Bahkan pengarusutamaan gender sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari indikator keberhasilan pembangunan daerah, yang mana diwujudkan dalam bentuk indeks pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan gender (IDG).
Dimasukannya IPG dan IDG dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan merupakan langkah progresif dan niscaya bagi pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam rangka untuk terus-menerus meningkatkan kualitas pembangunan dengan lebih bertumpu pada pembangunan manusia secara berkeadilan. Kebijakan pengarusutamaan gender dalam pembangunan ini sekaligus menjadi manifestasi dari tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945.
Urgensi PUG
Setidakanya ada tiga alasan mengapa pengarusutaman gender itu penting dalam pembangunan. Pertama, pertimbangan filosofis. Dalam konstitusi kita menjelaskan, setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan tanpa memandang latar belakang sosial-budayanya apapun, memiliki hak azazi yang sama sebagai karunia dari Allah SWT yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Pemerintah dan hukum. Dalam Pasal 28A – 28J Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, di sana menegaskan tanggung jawab negara atau pemerintah atas penghormatan, perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut secara adil.
Kedua, pertimbangan yuridis; ada beberapa peraturan perundangan-undangan yang menjadi landasan untuk kebijakan Pengatrusutamaan Gender di daerah ini, diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG), dan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Ketiga pertimbangan sosiologis. Secara faktual dan disadari bersama, bahwa kebijakan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan, termasuk di Jatim masih belum memuaskan terutama jika kita teropong dari kaca mata pengarusutamaan gender. Secara umum masih ada pembedaan antara aktor-aktor pembangunan dan hasil-hasil pembangunan yang dinikmati, yakni kaum laku-laki masih cukup dominan dibanding perempuan. Fakta ini setidaknya dapat dikonfirmasi pada data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI yang menyebutkan bahwa dengan angka IPG sebesar 90,76 berarti masih terdapat 9,24 kesenjangan pembangunan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017. Di samping itu, IDG Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017 dapat dibilang rendah dengan angka 69,37, di bawah Nasional IDG yang berada pada angka 71,74.
Selain itu, hasil capaian pembangunan responsif gender di Jatim yang ditunjukkan Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) dalam 3 tahun terakhir ini masih belum memuaskan, yaitu tahun 2016 sebesar 90.72, 2017 sebesar 90,76, dan Tahun 2018 sebesar 90,77. Kondisi tidak ideal dan ini PR kita bersama yang harus dijawab dengan langkah yang riil. Dan hadirnya Raperda Pengarusutamaan Gender ini merupakan salah satu ikhtiar kita untuk memperbaiki kesenjangan pembangunan berbasis gender. Kita berharap Raperda ini dapat meningkatkan IPG dan IDG di Jatim, tentunya harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan, program, kegiatan dan rencana aksi yang lebih kongkrit dan terukur serta istiqomah.
Kondisi tersebut tentu saja tidak sehat dalam konteks pembangunan dan penciptaan kondisi masyarakat yang berkekadilan. Karena itu, kondisi tersebut juga tidak mudah diubah dalam waktu sekejab atau semalam. Dibutuhan proses dan perubahan maindset masyarakat, terutama para pembuat kebijakan pembangunan. Bagaimana kebijakan pembangunan, melalui pembentukan hukum mampu merubah maindset berfikir dan bertindak masyarakat atau kondisi masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan atau dalam pemikiran hukum Roscoe Pound (1870-1964) bahwa hukum dapat dapat berfungsi sebagai instrumen pembaharu untuk merekayasa kondisi masyarakat yang lebih baik (Law as a toll of social engineering).
Integrasi Kebijakan Pembangunan
PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan genderdalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Perspektif gender sudah seharusnya diintegrasikan dalam pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah. Strateginya, memasukkan isu gender dalam setiap proses kegiatan, program, dan kebijakan yang dilaksanakan Organisasi Perangkat Daerah.
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan bukan tugas dan peran sektoral, yang menjadi tanggung jawab instansi sektoral, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan anak. Maindset ini harus diubah. Pengarusutamaan gender adalah strategi pembangunan daerah responsif gender yang sudah dituangkan dalam kebijakan pembangunan, seperti RPJMD. Jadi, Pengarusutamaan gender harus menjadi komitmen dan tindakan bersama dari seluruh pemangku kepentingan pembangunan di internal pemerintahan. Pengarusutamaan gender harus menjadi salah satu landasan utama dalam membuat kebijakan pembangunan daerah.
Karena itu, pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah adalah tugas bersama dan bersifat integral. Dalam konteks ini, Organsiasi Perangkat daerah (ODP) harus mampu mengkoordinasikan, mensinkronisasikan, dan melakukan pengendalian dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan Pengarustamaan Gender (PUG) dalam pembangunan, termasuk dalam penganggaran pembangunan, dan memastikan manfaat atau keluarannya dinikmati secara adil oleh masyarakat.
Dengan disahkan Perda baru tentang pengarusutamaan gender diharapkan akan menjadi instrumen regulasi daerah yang solultif; mampu mengatur, memastikan dan mengarahkan setiap proses pembuatan/penyusunan rencana kebijakan pembangunan Provinsi Jatim (mulai dan perencanan, implementasi hingga monitoring serta evalusasi) berperspektif pengarusutamaan gender. Ada kesetaraan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesetaraan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: