Pemerintah Kota Malang Segera Lebarkan 21 Titik Kemacetan

Sutiaji

Kota Malang, Bhirawa
Kota Malang, akan segera melakukan opaya kongkrit untuk mengatasi kemacetan. Salah satunya dengan melebarkan sudut jalan di beberapa titik kemacetan.
Solusi itu diambil Pemkot Malang, untuk mengurai penumpukan kendaraan di berbagai simpang jalan, yang hingga kini, masih mewarnai rutinitas pengguna jalan.
Wali Kota Malang—Sutiaji mengakui, jika persoalan kemacetan, menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) besar bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Meski begitu, berbagai upaya untuk mengurai kemacetan juga telah dilakukan, salah satunya dengan membuat rekayasa lalu lintas di Jalan Sukarno Hatta (Suhat).
Meski belum dipatenkan, uji coba rekayasa jalan ini juga masih menjadi polemik
Uji coba rekayasa ini, menurut Sutiaji, dilakukan melalui saran dari Forum Lalu Lintas dan pakar transportasi. Nanti ini akan dilihat dulu, Pihaknya akan tetap cari solusi terbaik untuk mengurai macet.
Ia menjelaskan, manajemen rekayasa jalan itu masih dalam tahap awal untuk mengurai kemacetan. Sedangkan untuk peningkatan infrastruktur, di tahun 2020 ini Pemkot Malang akan melakukan pelebaran di 21 titik ruas jalan.
Namun, lebih lanjut peria yang juga seorang ustadz ini, mengatakan jika hal itu tidak serta merta dengan cepat bisa dilaksanakan.
“Masih akan mengkaji titik-titik persimpangan jalan mana saja yang harus kita diperlebar untuk mengurangi kemacetan itu,” tuturnya. Rencanakan pelebaran jalan di 21 titik perempatan-perempatan jalan. Sehingga harapannya sirkulasi lalu lintas akan semakin lancar.
“Tentu ini tidak bisa secepat mungkin, karena ada analisa dan kajian terkait masalah jalan di Kota Malang dan fluktuasi kendaraan yang masuk,” pungkasnya.
Sementara sebagai salah satu alternative mengurai kemacetan di Kota Malang, ada usulan untuk transportasi masal. Karena kemacetan di Kota Malang makin hari semakin parah. Dalam survei terakhir, kota pendidikan ini bahkan menempati posisi ke tiga sebagai kota termacet di Indonesia.
Pakar Transportasi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Agus Dwi Wicaksono mengutarakan, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan menggantikan angkutan umum dengan moda transportasi massal yang lebih solutif. Namun dengan catatan tetap melibatkan para sopir serta pengelola angkutan umum agar tak timbul resistensi.
“Kita memang sudah seharusnya beralih dengan transportasi masa kini yang lebih modern,” katanya. Untuk merealisasikan transportasi modern itu, kata dia, akan menimbulkan gejolak baru.
Mulai dari resistensi dari angkutan umum hingga pertanyaan mendasar terkait kemungkinan kemacetan Malang yang akan lebih parah. Tetapi ia menegaskan, pro dan kontra dari sebuah perubahan memang bukan hal baru di Indonesia. [mut]

Tags: