Pemerintah – MUI Belum Selaras Soal Sertifikasi Halal

Jakarta, Bhirawa
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan masih ada dua pokok perbedaan antara Pemerintah dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait sertifikasi produk halal.
“Pada saat ini kurang lebih ada dua hal krusial, pertama tentang status pendaftaran produk-produk halal. Kedua tentang siapa yang berhak menguji produk halal dan terbitkan sertifikat halal,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Pertama, terkait dengan status pendaftaran sertifikasi bagi produsen. MUI menghendaki sertifikasi halal sebagai mandatory (kewajiban) bagi produsen. Sementara pemerintah beranggapan sertifikasi halal dilakukan secara sukarela.
“Bagi pemerintah, kalau itu menjadi kewajiban itu bisa membebani para produsen terutama usaha kecil. Kalau tidak daftar produk kan bisa disebut pelanggaran hukum. Bisa muncul problem ekonomi. Itu pertimbangan pemerintah,” katanya.
Kedua terkait penguji sertifikasi halal. Menurut Menag, karena hal ini diatur undang-undang, maka yang memiliki hak untuk menguji adalah pemerintah melalui BPOM. Sedangkan MUI mengharapkan, pihaknya yang melakukan pengujian melalu LPPOM MUI.
“Pemerintah itu kan pelaksana UU, tidak ada Ormas sebagai pelaksana UU. Karena sertifikasi halal itu berkaitan dengan hukum, maka otoritas pelaksananya harus ada pada pemerintah. Kalau diberikan otoritas itu pada MUI, ormas lain kan ngiri juga. NU mau, muhammadiyah mau, Persis mau. Karena itu harus diberikan kepada pemerintah,” katanya.
Dalam konsep pemerintah, menurut dia, MUI nantinya akan dilibatkan dalam penerbitan sertifikat halal. “Kalau Pemerintah supaya pemerintah (menerbitkan sertifikasi) tapi MUI juga berfungsi di situ sebagai pihak yang berikan rekomendasi kepada pemerintah. Jadi setelah produk diuji di lab, majelis ulama membuat rekomendasi supaya diterbitkan sertifikasi halal oleh pemerintah. Itu konsep pemerintah,” katanya. [ant]