Penduduk Asli Putat Jaya Surabaya Dukung Lokalisasi Ditutup

1414447pasang780x390Pemkot Surabaya, Bhirawa
Warga asli di sekitar lokalisasi yang mendukung program alih fungsi kawasan Dolly dan Jarak ternyata mendapat intimidasi dari oknum tertentu. Hal tersebut terungkap dalam forum dialog antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan Wali Kota Surabaya di balai kota, Jumat (13/6) kemarin.
Selama ini warga yang pro terhadap rehabilitasi kawasan Dolly lebih memilih diam. Itu dilakukan untuk menghindari konflik horizontal serta gesekan-gesekan dengan pihak yang kontra.
Namun, berdasar penuturan sejumlah warga yang juga hadir dalam pertemuan di balai kota, bahwa semakin mendekati tanggal deklarasi yakni pada 18 Juni mendatang, tekanan yang dirasakan pun semakin hebat. Mereka yang menentang program Pemerintah Kota (Pemkot) makin frontal dengan menunjukkan berbagai tindakan yang belakangan kian meresahkan.
Ketua RT5 RW12 Kelurahan Putat Jaya, Yono mengungkapkan rumahnya pernah didatangi puluhan orang. Mereka menuding Yono menggalang dukungan terhadap upaya alih fungsi Dolly. Padahal, sejatinya dia hanya mengajukan permohonan pavingisasi kepada Pemkot Surabaya.
“Saya ini sebenarnya netral. Saya menghormati kebijakan pemkot tapi di sisi lain juga tidak pernah menentang mereka yang kontra. Tapi kalau tindakannya sudah meresahkan seperti ini kami (para RT setempat) juga tidak bisa tinggal diam,” tegasnya.
Menurut Yono, banyak warganya yang setuju upaya rehabilitasi oleh pemkot namun tidak berani bersuara karena ketakutan. Apalagi situasi di lokalisasi Dolly dan Jarak kini kian memanas. Dia menambahkan, oknum yang mengintimidasi warga itu kebanyakan justru berasal dari luar wilayah tersebut.
“Penduduk asli malah mendukung upaya pemkot agar lingkungan bisa lebih baik,” tutur pria berkumis itu.
Senada dengan Yono, Ketua RT3 RW12, Anton mengatakan, baik para pekerja seks komersial (PSK) maupun mucikari sebagian besar dari luar daerah. Yang benar-benar berasal dari Dolly dan Jarak hanya sekitar 5 persen.
Dikatakan Anton, adapun alasan dia setuju terhadap upaya alih fungsi Dolly adalah karena ingin mendapatkan lingkungan yang lebih baik bagi keluarganya. Pasalnya, selama hidup dan bermukim di sana, dia merasakan ada stigma yang buruk yang melekat pada dirinya dan keluarga.
“Ketika saya menjelaskan alamat rumah saya kepada teman dan kolega, anggapan mereka sudah buruk duluan,” ujarnya.
Cerita miris juga diungkapkan Ustad Jafar. Pria bertubuh tinggi besar ini punya pengalaman miris karena bertempat tinggal di dekat eks-lokalisasi Dupak Bangunsari.
Saat putrinya genap berusia 17 tahun, dia mengadakan pesta di rumahnya. Namun, karena lokasinya yang berdekatan dengan lokalisasi saat itu membuat tidak ada satu pun teman sekolahnya yang datang. Hal inilah yang membuat dia dan keluarganya menitikkan air mata.
“Kalau anda datang ke sini atas nama HAM, maka dimana hak asasi anak saya yang sebenarnya berhak mendapat tempat tinggal di lingkungan yang lebih baik,” tanyanya kepada anggota Komnas HAM.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi sepakat bahwa lokalisasi tidak boleh berada di wilayah permukiman. Sebab, hal itu dapat mempengaruhi kualitas hidup utamanya anak-anak. Mereka berhak mendapat lingkungan agar dapat tumbuh dengan baik.
Terkait adanya upaya-upaya intimidasi dari pihak tertentu yang sengaja menghalang-halangi warga untuk menuju ke arah yang lebih baik, Dianto menegaskan bahwa tindakan itu bisa diproses secara hukum.
“Bila memang ada tindakan intimidasi bisa dilaporkan kepada polisi untuk selanjutnya diproses sesuai hukum yang berlaku,” terangnya.
Dan itu juga berlaku bagi para oknum yang dengan sengaja menghalang-halangi PSK untuk alih profesi sesuai keinginannya. Intinya, warga bisa membuat laporan jika mendapat tekanan dari pihak tertentu.
Salah seorang warga lokalisasi juga menanyakan, apakah perdagangan manusia bisa dikategorikan melanggar HAM? Dianto mengatakan, polisi jelas harus menangkap para pelaku perdagangan manusia karena itu merupakan tindak kriminal. “Saya tidak perlu menyebut namanya lah. Polisi sudah pasti tahu itu dan punya datanya,” katanya.
Secara garis besar, Dianto menjelaskan bahwa Komnas HAM tidak pada posisi yang pro maupun kontra terhadap program pemkot. Pada dasarnya, Komnas HAM bertindak atas adanya pengaduan, dalam hal ini pengaduan dari pihak yang kurang setuju rehabiliasi kawasan Dolly.
Dengan demikian, sudah merupakan kewajiban Komnas HAM untuk memahami permasalahan dengan cara menggali informasi dari dua sudut pandang. “Saya senang sekali hari ini mendapat penjelasan dari Wali Kota dan para stafnya. Sehingga ini akan memperlengkapi informasi yang sebelumnya kami himpun selama lebih kurang sepuluh hari,” pungkasnya.n [dre]

Tags: