Peningkatan Industri Terkendala Aturan

20-Tjuk-SukiadiSidoarjo, Bhirawa
Semakin banyaknya wirausahawan yang ingin meningkatkan usahanya, utamanya UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) menjadi industri, tenyata banyak terkendala oleh aturan yang telah ditetapkan Pemkab Sidoarjo.
Hal tersebut ditegaskan oleh Wakil Bupati Sidoarjo MG. Hadi Sutjipto, SH. MM, ketika membuka seminar ‘Economic Outlook 2014’ di Sun Hotel Sidoarjo, pada Rabu(19/3) siang.
Ia mengambil contoh UMKM di Desa Ngigas Kecamatan Waru. Selain terkenal dengan kerajinan sepatu dan sandal, di wilayah tersebut sudah banyak para pelaku UMKM yang berhasil, sukses dan ingin meningkatkan usahanya ketingkat industri. Namun karena aturan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)nya Kec. Waru  bukan sebagai tempat kawasan industri. “Sehingga tidak diperboleh mengembangkan industri ditempat tersebut,” katanya.
Jika ingin mendirikan industri, para pengusaha itu harus pindah ketempat lain, yaitu wilayah yang sudah diatur dalam RTRW sebagai kawasan industri. Akan tetapi jika hal tersebut terjadi. Maka, kasihan terhadap para UMKM yang kecil-kecil, mereka akan kena imbasnya.
Secara perlahan mereka akan mati juga, karena selama ini di Sidoarjo sudah ada sinergi antara industri besar selalu memberikan dukungan kepada pengusaha yang kecil, sekelas  UMKM. “Kalau keduanya tidak bisa jalan dengan baik, yang rugi kita semua, termasuk pemerintah. Karena UMKM ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi,” tegas Pak Tjip (sapaan akrab Wakil Bupati_red).
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab) Sidoarjo Ir.Sulaksono mengakui atas ketangguhan UMKM yang ada di Sidoarjo ini. Utamanya usai keterpurukannya akibat luapan lumpu Lapindo, namun pelan tapi pasti pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan. “Bahkan kondisi rupiah yang mengalami penurunan akibat dolar beberapa hari lalu, UMKM kita yang berjumlah sekitar 171 ribu itu masih tetap tangguh,” katanya.
Terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Drs. Ec. Tjarda juga mengaku pernah disambati beberapa pengusaha di Ngingas soal sama. Ada, beberapa pengusaha yang awal pendiriannya bermodalkan sekitar Rp 200 juta. Akhir tahun 2013 kemarin, mereka akan mengembangkan usaha menjadi industri, dan sudah mampu membeli mesin indutrinya senilai Rp 1 milyar. “Ketika melakukan pengurusan ijin, terkendala oleh beberapa aturan, termasuk RTRW tersebut. Akhirnya hingga sekarang mereka masih stagnan dengan batasan usaha di bawah Rp 1 M,” katanya.
Kalau menurut saya, lebih baik di wilayah tersebut dijadikan klaster-klaster, atau lebih baik dijadikan kawasan sekalian. Agar para pelaku UMKM dan pengusaha yang sudah masuk industri bisa terus bersinergi. “Soalnya kalau mereka dipisahkan tidak mungkin, karena memang sudah terkait,” jelas Tjada. [ach]

Tags: