Penundaan Eksekusi dr Bambang Jadi Isu Nasional

dar-terdakwa anton dkpKota Madiun, Bhirawa
Pengadilan Negeri Kota Madiun, telah mengirim salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung atas nama terpidana dr.Bambang Suprapto, SP.BM.Surg, ke Kejaksaan Negeri Madiun, sebagai dasar pihak kejaksaan untuk mengeksekusi terpidana.
Menurut Ketua Pengadilan Negeri Kota Madiun, Supeno, selain ke kejaksaan, salinan putusan juga diberikan kepada dr. Bambang selaku terpidana. “Salinan putusan kasasi sudah kita kirim ke masing-masing pihak. Untuk kejaksaan dikirim tanggal 8 September dan untuk dr. Bambang tanggal 9 September,” terang Ketua Pengadilan Negeri Kota Madiun, Supeno, kepada wartawan, Selasa (16/9).
Menurutnya lagi, atas turunnya kasasi dari Mahkamah Agung, dr.Bambang mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK). “Dia (dr.Bambang) mengajukan upaya hukum berupa PK. Secara resmi, pengajuan PK yang bersangkutan sudah disampaikan tanggal 15 September kemarin ke pengadilan,” pungkas Supeno.
Terpisah, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Madiun, Suwarsono, mengatakan, meski kejaksaan sudah menerima salinan putusan kasasi dari pengadilan, pihaknya tidak berani buru-buru untuk melaksanakan isi putusan itu (mengeksekusi dr.Bambang). Alasannya, kasus ini sudah menjadi isu nasional berkaitan dengan adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi yang diketok lebih dulu daripada putusan Mahkamah Agung.
“Ini atensi dan sudah menjadi isu nasional. Petunjuk dari ‘atas’ (Kejaksaan Agung), kita diperintahkan untuk menunggu hasil PK yang dia ajukan. Entah nanti putusan PK hasilnya seperti apa. Kalau putusan PK menguatkan putusan kasasi, ya kita eksekusi,” terang Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Madiun, Suwarsono, kepada wartawan, Selasa (16/9).
Perkara yang menyeret dr.Bambang selaku dokter ahli bedah ke pengadilan, bermula saat ia membedah pasien bernama, Johanes Tri Handoko, pada 25 Oktober 2007 lalu. Namun usai dibedah, Handoko yang diagnosa diduga menderita kanker usus, kondisinya tidak membaik karena ada benang yang tertinggal di dalam. Kemudian oleh keluarganya dilarikan ke sebuah rumah sakit di Surabaya dan kembali dilakukan pembedahan di rumah sakit tersebut pada tanggal 4 Nopember 2007.
Namun takdir berkata lain. Setelah menjalani pembendahan dan perawatan di Surabaya, Handoko meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 2008. Atas meninggalnya Handoko, pihak keluarga tidak terima dan melaporkan dr.Bambang ke polisi.
Oleh polisi, dr.Bambang dijerat pasal 76 dan 79 huruf c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedoteran. Namun dalam sidang dengan agenda vonis di Pengadilan Negeri Kota Madiun tanggal 6 Oktober 2013, hakim menjatuhkan putusan Onslag Van Recht Vervolging (ada perbuatan namun bukan merupakan tindak pidana) atau vonis lepas terhadap dr.Bambang.
Padahal dalam sidang sebelumnya dengan agenda tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dr.Bambang dengan pidana denda sebesar Rp100 juta. Tak terima atas putusan hakim tingkat pertama, kemudian JPU M.Safir dan Suhardono, mengajukan kasasi. Tak disangka, dalam putusan kasasi, majelis hakim agung yang diketuai Artidjo Alkostar dengan dua anggota masing-masing Surya Jaya dan Andi Samsan Nganro, secara bulat tanpa ada dissenting opinion (pendapat berbeda), menjatuhkan vonis terhadap dr.Bambang selama 1 tahun 6 bulan.
Namun kejaksaan ragu untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung guna mengeksekusi dr.Bambang. Karena sebelum kasus ini mencuat, pada 19 Juli 2007, majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang diketuai Jimly Asshidiqie, ‘menghapus’ pasal 75, 76 dan 79 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. ‘Penghapusan’ tiga pasal tersebut, atas pengajuan Judicial Review (uji materi) yang diajukan oleh dr.Amny Isfandyarie Cs.
Isi putusan Mahkamah Konstitusi itu yakni, “Menyatakan pasal 75 ayat (1) dan pasal 76 sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 tahun atau dan pasal 79 sepanjang mengenai kata-kata kurungan paling lama satu tahun atau serta pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, bertentangan dengan pasal 28G UUD 1945 karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat”. [dar]

Keterangan foto : Terpidan dr.Bambang Suprapto, SP.BM.Surg.sudarno/bhirawa

Tags: