Penyertaan Modal Bank Jatim Syariah Ditunda

Surabaya, Bhirawa
Rencana Pemprov Jatim untuk menunda penyertaan modal pendirian Bank Umum Syariah (BUS) menuai pro dan kontra di kalangan DPRD Jatim. Sebelumnya, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengusulkan penundaan pembentukan Bank Jatim Syariah.
Terkait hal tersebut, Khofifah pun saat ini tengah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan keenam atas Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang penyertaan modal.
Menganggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi C dari Fraksi Demokrat, Renville Antonio menyatakan dukungannya. “Kami tidak masalah sebab ini menyangkut kesiapan eksekutif,” kata Renville, Kamis (15/8) kemarin.
Menurutnya, pembentukan BUS yang ditarget selesai tahun 2023 dinilai menjadi momentum yang tepat. Sebab, hal ini sesuai dengan perintah dari undang-undang.
Meski demikian, Sekretaris DPD Demokrat Jatim ini mengingatkan bahwa penyertaan modal sebaiknya dilakukan sebelum tahun 2023. Misalnya, dalam kurun waktu 2021 dan 2022. “Karena pendirian bank umum syariah membutuhkan waktu sekitar 6 bulan,” jelasnya.
Pihaknya juga mengakui bahwa pendirian BUS tak mudah sebab membutuhkan banyak prosedur yang harus dilakukan. Apalagi, pemrov juga menemui kendala, di antaranya Khofifah yang baru menjabat tahun ini. “Sehingga, perlu mengaji lebih dalam,” kata Renville yang sebelumnya juga menjadi Sekretaris Tim Pemenangan Khofifah-Emil di Pemilihan Gubernur 2018 lalu.
Selain itu, juga dengan mempertimbangkan nilai penyertaan modal yang besar, yakni mencapai Rp 525 miliar yang berasal dari APBD Jatim.
“Kami memahami, Gubernur sebagai gubernur baru, beliau tidak ingin penyertaan modal ini menjadi masalah kedepan. Beliau membutuhkan waktu,” kata Renville.
Selain itu, anggaran tersebut juga bisa dialihkan kedalam pos anggaran yang lain. “Memasukkan anggaran di perubahan APBD 2019 juga tak memungkinkan. Sebab, masih banyak janji beliau yang harus segera direalisasikan,” katanya.
Terkait anggaran yang sudah disiapkan namun belum digunakan, Renville menjelaskan bahwa hal tersebut akan menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dan akan digunakan sebagai sumber APBD 2020. “Sekali lagi, ini bukan membatalkan, namun menunda,” katanya.
Hal berbeda disampaikan Anggota Komisi C dari Fraksi Gerindra, Anwar Sadad. Ia mempertanyakan komitmen Pemrov Jatim terhadap pengembangan ekonomi syariah di Jatim. “Menurut saya, hal ini menjadi paradoks,” kata Sadad.
Sadad mengingatkan bahwa Jawa Timur menjadi provinsi dengan potensi ekonomi muslim yang sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan konsistensi Jawa Timur sebagai tuan rumah perhelatan konferensi Islamic Development Bank (IDB), di antaranya berlangsung akhir Juli di Surabaya lalu.
“Bahkan, Jatim menjadi pilot project pengembangan Perbankan Syariah maupun ekonomi syariah di kawasan Asia Tenggara,” ujar Sadad.
Sadad melanjutkan bahwa pendirian Bank Jatim Syariah untuk mempercepat pengembangan ekonomi syariah secara umum maupun khusus di Jatim. Sehingga, hal ini menjadi spirit dan semangat bersama, bukan sekedar semata-mata legalitas atau normatif.
“Komitmen ini ini yang belum kami tangkap dari penjelasan yang disampaikan Gubernur kemarin,” kata Sadad yang juga Sekretaris DPD Gerindra Jatim ini.
Selain itu, pihaknya juga menyindir nilai APBD Jatim yang dinilai mampu mengalokasikan anggaran tersebut. “Hal ini juga menjadi paradoks terhadap kemampuan fiskal provinsi kita. Sebab, provinsi kita selalu membangga-banggakan dengan anggaran APBD yang lebih dari 30 triliun tiap tahun,” sindir Sadad.
“Masa sih menyisihkan angka Rp325 miliar saja dipermasalahkan. Itu kan angka bisa diperjuangkan. Asalkan ada goodwill atau keinginan pemerintah, itu bukan sebuah persoalan yang susah,” kata Sadad melanjutkan.
Apalagi, pembahasan pembentukan Bank Umum syariah juga telah melalui pembahasan panjang antara eksekutif dan legislatif. Sekalipun, diputuskan sebelum era pemerintahan Khofifah.
“Hal ini seperti menihilkan Pembicaraan sebelumnya. Ini tidak elok dengan apa yang sudah dibahas, dicreat. Kami tidak menyalahkan, namun kami melihat Gubernur tak memiliki konsen terhadap pengembangan syariah,” kata Sadad menambahkan.
Sebelumnya, di dalam Perda yang akan diubah tersebut, dalam ketentuan pasal 4E menyebutkan bahwa penyertaan modal yang akan disertakan kepada PT Bank Jatim Syariah (Perseroda) pada tahun 2019 sebesar Rp525 miliar.
Rincianya, Rp200 miliar akan dianggarkan pada APBD 2019. Kemudian, Rp 325 miliar dianggarkan melalui Perubahan APBD 2019. Mengutip nota penjelasan yang disampaikan Khofifah melalui sidang paripurna terungkap beberapa alasan pihaknya mengusulkan penundaan penyertaan modal tersebut. [geh]