Peran Perpusdes dan Ponpes sebagai Pusat Literasi Berbasis Entrepreneurship

Oleh :
Drs Soedjono, MM
Pustakawan ahli Utama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur

Jumlah penduduk miskin masih menjadi salah satu permasalahan bangsa. Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus melakukan berbagai upaya dalam pengentasan kemiskinan di antaranya adalah melalui program PKH Plus dan Kantistas (Pendidikan Gratis Berkualitas). PKH Plus merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau warga miskin dan rentan yaitu warga tidak mampu, berusia di atas 70 tahun atau lansia, kepala keluarga perempuan rentan dan penyandang disabilitas dilakukan secara non tunai melalui layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial, sedangkan kantistas merupakan program peningkatan pendidikan misalnya melalui SPP dan seragam gratis bagi siswa SMA/SMK.

Permasalahan lain yang mempengaruhi kemiskinan adalah kesenjangan akses informasi (information gap). Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur melaksanakan peningkatan penyelenggaraan perpustakaan dengan program lieterasi berbasis kewirausahaan (entrepreneurship). Program ini merupakan pemerataan penyediaan bahan bacaan kepada masyarakat melalui perpustakaan desa dan pondok pesantren terutama buku buku sederhana tentang kewirasahaan yang isinya adalah best practice UMKM yang telah berhasil sebagai model usaha yang dapat dipelajari untuk meningkatkan pendapatan atau taraf ekonomi.

Jawa Timur memiliki 27.788 perpustakaan terdiri dari 3668 perpustakaan desa, 17.862 perpustakaan sekolah, 305 perpustakaan perguruan tinggi, 4.378 perpustakaan rumah ibadah, 1.046 perpustakaan pondok pesantren dan 529 perpustakaan dinas/instansi.

Program pengembangan perpustakaan tahun 2018 dilaksanakan dalam bentuk hibah 100.000 buku dan 200 rak kepadaa 100 perpustakaan desa, masing masing mendapatkan 1000 buku dan 2 rak, disertai dengan kegiatan penyuluhan kepada tim penggerak PKK Desa dan bimbingan teknis kepada 200 tenaga sebagai penggerak perpustakaan desa. Program tahun 2019 adalah pengembangan perpustakaan desa dan pondok pesantren menjadi pusat pembelajaran kewirausahaan.

Dinas perpustakaan dan kearsipan provinsi Jawa Timur akan menyediakan buku buku tentang usaha sederhana misalnya yang berjudul Beternak itik, budidaya ikan lele. Buku tersebut memuat praktik usaha itik dan benih lele yang sekarang ini sedang dijalankan oleh petani di Kabupaten Mojokerto dan Banyuwangi.

Seorang peternak di Kabupaten Mojokerto menjalankan usaha ternak itik. Dengan modal sekitar Rp 40 – Rp45 juta, ia membeli 2500 ekor anakan itik. Dalam jangka waktu sekitar 35 hari, ternak tersebut siap dipasarka. Omzet penjualannya per bulan kurang lebih Rp70 – Rp74 juta. Setelah dikurangi biaya pemeliharaan untuk pakan, obat-obatan dan lain lain, serta gagal/mati hanya 1 – 2 ekor, petani meraih keuntungan sekitar Rp16 – 18 juta.

Sementara, petani lain dari desa Jajag Kabupaten Banyuwangi menjalankan usaha budidaya ikan lele. Mereka mengawali usaha dengan membeli 2 pasang induk lele. Dalam waktu kurang dari 3 bulan mereka sudah mampu memasarkan benih lele. Para petani ini tidak cukup punya modal. Untuk memulai usahanya mereka secara bersama-sama mengumpulkan modal dalam sebuah konsorsium sederhana.

Pada tahun 2019, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provisi Jawa Timur melakukan identifikasi 100 unit usaha kecil masyarakat di pedesaan, termasuk BUMDes dan menyediakan buku buku best practice UMKM. Usaha untuk membangun kewirausahaan ini tidak hanya berhenti pada menyediakan bahan bacaan, tetapi juga melakukan upaya konsorsium dalam menyedikan modal awal usaha, baik di antara masyarakat sendiri maupun pihak lain yang berminat. Untuk mensukseskan usaha masyarakat, dilakukan juga kerja sama operasional misalnya dengan bukalapak dan Jawa Pos untuk kepastian pasar dan OPD serta perbankan untuk kontinuitas produksi.

Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerintah Negara Indonesia yang mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraaan dan memberikan perlindungan kepada rakyat. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dilaksanakan dalam program pendidikan baik yang bersifat formal melalui lembaga pendidikan yang bersifat umum maupun vokasional. Pemerintah juga menggalakkan pendidikan sepanjang hayat atau life long learning.

Upaya pendidikan sepanjang hayat dilakukan antara lain melalui penyelenggaraan perpustakaan untuk membangun budaya membaca, Untuk itu dilakukan upaya pemerataan pelayanan perpustakaan melalui penyediaan sarana prasarana perpustakaan dan startegi pembudayaan kegemaran membaca, sampai ke desa desa dan pondok pesantran, terutama penyediaan koleksi perpustakaan. Koleksi perpustakaan harus tepat sesuai dengan kebutuhan dan menarik. Agar sejalan dengan upaya pengentasan kemiskinan, maka buku yang disediakan harus juga mempunyai manfaat jangka pendek, yaitu meningkatkan pendapatn sehari-hari. Masyarakat yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari hanya tertarik dengan buku yang berhubungan dengan upayanya mencari rejeki. Perpustakaaan tidak saja mempunyai fungsi pendidikan. Dewasa ini, perpustakaan dianggap sebagai lembaga istimewa dalam membangun masyarakat insklusif melalui upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan rakyat. Praktik kewirausahaan yang telah dikerjakan melalui perpustakaan desa dan pondok pesantren dengan menyediakan buku kewirausahaan sebagai sumber belajar, kegiatan peningkatan literasi, konsorsium untuk modal awal dan kerja sama operasional dengan pemasaran online menampakkan hasil berupa peningkatan pendapat.

Inovasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam pengembangan perpustakaan desa dan pondok pesantren berbasis literasi melingkupi 3 aspek yaitu penyediaan koleksi, keikutsertaan dalam investasi dan kolaborasi.

Pertama, koleksi yang disediakan adalah buku buku dalam semua bidang pengetahuan mulai dari pengetahuan umum sampai dengan kebudayaan, karya sastra, sejarah termasuk juga agama. Perhatian khusus diberikan pada buku buku sederhana tentang praktik kewirausahaan sebagai hasil riset terhadap UMKM yang sukses mendatangkan keuntungan.

Kedua adalah keikutsertaan dalam investasi. Untuk merealisasikan pengetahuan yang sudah diperoleh dari buku kewirausahaan, diperlukan modal awal. Strategi yag digunakan adalah mengajak masyarakat membentuk konsrsium sederhana untu mengumpulkan modal. ASN bidang perpustakaan dan indivisu yang berminat diajak bergabug dalam konsorsium tersebut. Pihak perbankan juga diajak untuk memberikan dukungan.

Ketiga adalah kolaborasi. Literasi berbasis kewirausahaan tidak akan berhasil jika dilakukan hanya oleh perpustakaan. Oleh karena itu dilakuan upaya sinergitas dengan pemangku kepentingan lain.

Literasi berbasis entrepreneurship adalah upaya pendidikan sepanjang hayat melalui peningkatan minat, kegemaran dan budaya baca. Agar ini berhasil maka upaya yang dilakukan adalah penyediaan buku buku sederhana yang tepat sesuai kebutuhan dan merupakan hasil riset terhadap usaha riil yang suskes. Ini buku harus menarik dan tidak membuat orang pusing masyarakat. Misalnya dengan memberi komposisi 60 persen gambar dan yang 40 persen teks informasi. Aspek lain yang tidak kalah penting dalam menumbuhkan minat kegemaran dan budaya baca adalah keterkaitan dengan sumber pendapatan.

Keberhasilan program literasi berbasis entrepreneurship juga tergantung dari dukungan aparat desa/kelurahan dan Pemerintah Daerah. Misalnya, adanya alokasi anggaran dan ADD untuk honorarium dan operasional perpustakaan, alokasi anggaran dari Dana Desa (DD) untuk pembangunan sarana dan prasarana juga kebijakan pengembangan perpustakaan dari pemerintah kabupaten/kota hingga provinsi. Di waktu yang akan datang, juga perlu kebijakan dari tingkat nasional yang memasukkan unsur pengembangan perpustakaan dalam penilaian SAKIP.

——- *** ——–

Tags: