Perkawinan Anak di Bojonegoro Meningkat

Dinas P3A KB Bojonegoro gencar lakukan kampanye stop perwakinan anak.

Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Bojonegoro, Bhirawa
Pemkab Bojonegoro melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3A KB), bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), menggelar diskusi tentang Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HKTP), yang mengambil tema Perkawinan Anak, Renggut Hak Anak.
Dilaksanakan di ruang Angling Dharama Pemkab Bojonegoro, Minggu (9/12) diskusi diikuti siswa-siswi sejumlah sekolah tingkat SLTA di Bojonegoro.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas P3A KB Kabupaten Bojonegoro, Adie Witjaksono, menyampaikan bahwa perkawinan anak di Kabupaten Bojonegoro cenderung mangalami peningkatan. Data perkawinan anak tahun 2017 sebesar 11,8 persen sedangkan hingga November 2018, sebesar 13,55 persen. ” Seluruh elemen masyarakat Bojonegoro, harus bergerak untuk mengkampanyekan atau mendeklarasikan, Stop Pernikahan Anak!” tuturnya.
Lebih lanjut Adie menuturkan bahwa dalam upaya mencegah perkawinan anak, Pemkab Bojonegoro telah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 39 tahun 2016, tentang Pencegahan Perkawinan pada Anak.
Menurutnya selama ini pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, antara lain Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama dan Pengadilan Agama Bojonegoro dan stakeholder lainnya. ” Kita sudah bersinergi mengkampanyekan dan mensosialisasikan, stop penikahan anak,” imbuh Adie.
Namun demikian, lanjut Adie, peran orang tua dalam rangka mencegah pernikahan anak sangatlah diperlukan. Orang tualah yang paling berpengaruh dalam memberikan ijin kepada anaknya untuk melangsungkan pernikahan. Sehingga kepada para orang tua harus diberikan pemahaman agar mengetahui hak-hak anak, salah satunya adalah hak anak untuk memperoleh pendidikan.
“Karena kadang-kadang justru orang tua yang berkeinginan menikahkan anaknya. Jika ada anak yang menghendaki menikah di usia remaja, orang tua harus dapat mencegah,” kata Adie Witjaksono.
Pada kesempatan tersebut, Adie juga berppesan agar anak-anak menghindari terjadinya marriege by accident (MBA) atau menikah karena sudah hamil duluan, akibat melakukan hubungan seksual di luar nikah (pranikah) atau seks bebas. Kemudiah jauhi narkoba, dan hindari menjadi anak jalanan atau lebih populer disebut komunitas anak punk.
“Peran orang tua sangat-sangat dominan untuk mencegah perkawinanan anak termasuk menjauhkan anak dari kekerasan,” tuturnya berpesan.
Herna Lestari MA selaku Ketua YKP Bojonegoro menyampaikan bahwa, salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) yang terjadi di Indonesia, adalah perkawinan anak.
Menurutnya, berdasarkan data UNICEF tahun 2015, sekitar 17 persen perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Sementara data World Fertility Policies, United Nations tahun 2011 mencatat bahwa Indonesia berada di urutan 37 dari 73 negara, pada kasus perkawinan dalam usia muda, serta menempati peringkat tertinggi kedua di ASEAN, setelah Kamboja.
“Data tersebut menunjukkan bahwa rentannya kehidupan perempuan di Indonesia saat ini, karena kekerasan itu bisa terjadi di mana saja dan siapapun bisa menjadi korban, serta siapapun bisa menjadi pelaku.” tuturnya.
Lebih lanjut Herna menuturkan, bahwa banyak faktor yang mendasari terjadinya perkawinan anak. Menurutnya ada kencenderungan perkawinan anak itu terjadi karena kehamilan di luar nikah atau sudah terlanjur hamil. Selanjutnya ada kekhawatiran orang tua karena melihat anaknya sudah berpacaran, sehingga segera dinikahkan.
” Seluruh elemen masyarakat harus terlibat untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.” katanya.
Herna juga menyampaikan bahwa dalam mencegah terjadinya perkawinan anak, selain anak-anak, para orang tua juga harus tahu dan paham tentang kesehatan reproduksi. Baik sehat secara fisik, mental maupun sosial.
Sementara itu, Kabid Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Disdik Kabupaten Bojonegoro, Nandar, menyampaikan bahwa pihaknya dalam hal ini Dinas Pendidikan sangat mendukung upaya pencegahan terjadinya perkawinan anak.
Namun demikian, apabila masih terjadi kasus perkawinan pada anak atau hamil saat usia sekolah, yang berakibat anak tersebut putus sekolah, pihaknya telah melakukan upaya agar anak-anak yang putus sekolah akibat hamil tersebut, masih dapat melanjutkan sekolah.
Dalam beberapa kasus yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro, anak-akan yang putus sekolah akibat hamil, mereka tetap diperbolehkan melanjutkan pendidikan melalui pendidikan di luar sekolah atau melalui pendidikan kesetaraan. “Melalui ujian kesetaraan Paket B untuk tingkat SLTP dan Paket C untuk tingkat SLTA,” tuturnya.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HKTP), adalah kampanye global untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, yang dimulai dari 25 November sampai 10 Desember. [bas]

Tags: