Perwakilan GTT di Provinsi Jawa Timur Protes PP No 49 Tahun 2018

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Da’im

DPRD Jatim, Bhirawa
Puluhan Perwakilan Guru Tidak Tetap (GTT) dari berbagai daerah di Jawa Timur dirundung masalah. Mereka memprotes Peraturan Pemerintah Nomer 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Bahkan, pihaknya menilai PP tersebut tidak adil karena hak GTT yang lama disamakan dengan Guru yang baru lolos rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum PGRI Jatim, Edi Suyatno mengaku dalam PP 49/2018 tidak mengatur skema pengaturan GTT yang sudah lama mengabdi dengan Guru yang baru lolos rekrutmen P3K. Mengingat dalam rekrutmen memperbolehkan usia 20 tahun hingga pensiun kurang setahun
“Aturan ini tidak adil. Mereka yang lama itu rugi karena sudah mengabdi sudah puluhan tahun, haknya sama dengan yang baru lulus rekrutmen P3K sehingga merasa tidak diperhatikan GTT yang lama. Maka ini harus dipertimbangkan,” ungkap Edi, di sela-sela hearing dengan Komisi E DPRD Jatim.
Tak hanya itu, ketidakadilan PP tersebut juga karena P3K tidak termasuk pegawai yang menjaga tata usaha, laboratorium dan penjaga sekolah. Namun yang lebih ironis lagi adalah pemerintah menerapkan kontrak kerja setahun sekali, dan akan diperpanjang apabila kinerjanya baik.
“Pemerintah seharusnya menghabus sistem perpanjangan kontrak setiap tahun sekali. Kontrak seharusnya sekali sampai purna tugasnya. Atau langsung saja diakui sebagai ASN karena pemerintah menganggap sama dengan ASN,” tegasnya.
Edi meminta pemerintah memberi jalus khusus bagi guru yang tidak lolos tes rekrutmen ASN. Hal ini karena ada sekitar 4 ribu GTT di Jatim yang menanti kejelasan statusnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Da’im mengatakan, hal yang wajar jika GTT resah dengan adanya PP 49 karena pengakuan sebagai guru honorer hanya satu tahun sekal, bukan sekali dalam pengabdiannya. Pemerintah seharusnya member SK pengangkatan P3K hingga purna tugas Guru tersebut.
“PP itu sedikit melegakan karena memberi pengakuan sebagai honorer. Tapi timbul prasangka, jangan-jangan ini tahun politik karena kontraknya setahun sekali,” ungkapnya.
Mengingat hal ini menyangkut masa depan GTT maka sangat dikhawatirkan menimbulkan persoalan sendiri bagi para guru honorel itu. Komisi E akan menyampaikan ke Pemerintah Pusat agar menghapus system kontrak setahun sekali. [geh]

Tags: