PGRI Kota Surabaya Prihatin Banyak Guru Terpapar Covid-19

Martadi

Surabaya, Bhirawa
Ketua PGRI Kota Surabaya, Sumarto menyayangkan kebijakan Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang memasukan semua guru setiap harinya tanpa sistem bergilir. Bahkan pihaknya prihatin akan banyaknya guru yang terpapar Covid 19.
“Apalagi guru sendiri kurang bisa menjaga disiplin akhirnya banyak guru yang berguguran, termasuk juga para kepala sekolahnya,” ujarnya, Rabu (12/8).
Menurut Sumarto, para guru sudah mulai aktif masuk sekolah sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir. Sistem masuk guru juga tidak digilir bergantian Work From Home (WFH).
“Jangankan sudah mulai masuk tahun ajaran, liburan semester saja semua guru tetap masuk, akhirnya banyak guru yang positif Covid 19),” imbuh dia.
Maka PGRI Kota Surabaya menghimbau agar para guru tetap mematuhi protokol kesehatan selama bekerja. Pasalnya aturan pemerintah Kota Surabaya saat ini semua guru wajib masuk sekolah karena sudah masuk hari efektif.
“Sekolah juga harus disiapkan Sarpras yang memenuhi standart kesehatan tempat cuci tangan, penyemprotan, kebersihan lingkungan dan lainnya,” urainya.
Khusus TK, SD dan SMP yang menjadi kewengan Pemerintah Kota Surabaya, Sumarto menegaskan, agar tak coba – coba memasukkan siswa untuk sekolah tatap muka kalau tidak benar – benar kondisi yang memenuhi standart kesehatan disiapkan. Pihaknya berharap agar Pemkot justru membantu para orang tua yang kesulitan baik sarana HP atau paket internet dalam pelaksanaan pembelajaran daring.

Guru Tidak Dituntut Masuk Tiap Hari
Sementara itu, adanya potensi penyebaran kasus Covid 19 di sekolah, menarik perhatian Pengamat Pendidikan Kota Surabaya, Martadi. Menurutnya sesungguhnya guru tidak dituntut harus masuk setiap hari untuk memenuhi beban mengajar 24 jam. Akan tetapi diperbolehkan Work From Home, yang terpenting proses pembelajaran tetap berjalan.
“Apalagi melihat SKB Empat Menteri yang dirilis melalui SE Kemdikbud pada 7 Agustus 2020. Hal penting yang harus di pertimbangkan dalam pembelajaran di masa pandemi adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik, guru, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran,” ungkap dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini.
Seyogyanya untuk mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid 19, pemerintah juga melakukan relaksasi peraturan tentang guru. Dimana guru tidak lagi diharuskan untuk memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu. Hal ini tertuang dalam Kepmendikbud Nomor 719/2030, tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Pada Satuan Pendidikan pada kondisi khusus.
“Sehingga guru dapat fokus untuk memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam. Meskipun dalam praktiknya setiap daerah mengambil kebijakan yang berbeda, sesuai pertimbangan kondisi daerah masing – masing,” kata dia.
Sedangkan untuk langkah preventif, bisa saja diterapkan guru tidak harus setiap hari masuk, tetapi hanya masuk sesuai jadwal jam pembelajaran saja. Atau guru masuk dengan sistem shif tetapi tetap wajibkan melakukan pembelajaran jarak jauh boleh dari rumah atau di sekolah.
Pasalnya, prinsip pembelajaran jarak jauh sebenarnya tidak mengharuskan guru harus masuk ke sekolah. Mengajar bisa dimana saja, dan kapan saja. Meski mengajar dari rumah, selama proses pembelajaran bisa berlangsung dengan baik, guru harus tetap dianggap masuk.
“Untuk presensi bisa pakai sistem daring, dan di monitor melalui jurnal atau loogbook pembelajaran setiap hari. Atau setidaknya, perlu ada keluwesan bagi guru yg kondisi dirinya tidak fit, kondisi sekolah tidak kondusif maka tidak dipaksakan masuk, tetapi diberi kelonggaran untuk bisa bekerja, menjalankan pembelajaran dari rumah,” pungkasnya. [ina]

Tags: