Pilkada Masa Pandemi

foto ilustrasi

Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020, sudah dimulai lagi, dengan kebiasaan baru. Yakni, protokol kesehatan menjadi “harga mati” dilaksanakan pada setiap tahapan, sampai usai penghitungan suara. Setiap orang yang terlibat proses pilkada, pemilih, penyelenggara pilkada, dan saksi wajib mematuhi protokol kesehatan. Panitia coblosan di tingkat TPS (Tempat Pemungutan Suara) wajib menyediakan sarana protokol kesehatan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima sebagian tambahan anggaran sebesar Rp 1,02 triliun. Diantaranya untuk belanja APD (Alat Pelindung Diri), yang wajib digunakan setiap anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di TPS. Setiap TPS memiliki tujuh anggota. APD juga wajib digunakan oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara, tingkat kelurahan dan desa), dan PPK (tingkat kecamatan).

Seluruh komisioner KPU propinsi, KPUD Kabupaten dan Kota, beserta seluruh staf dan karyawan, juga wajib menggunakan APD yang memadai. Begitu pula seluruh jajara Pengawas Pemilu juga wajib. Sedangkan APD saksi wajib disediakan oleh masing-masing tim sukses calon kepala daerah. Termasuk dikenakan pada saat kampanye pertemuan terbuka yang melibatkan pendukung. Seluruhnya harus sesuai protokol kesehatan.

Kampanye tatap muka dalam pertemuan terbuka masih bisa dilakukan, karena diamanatkan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota. Pasal 65, merinci tujuh jenis kampanye, termasuk pertemuan tatap muka dan dialog, serta debat terbuka antar pasangan calon yang difasilitasi KPUD. Namun Pilkada pada masa wabah pandemi juga wajib menyesuaikan dengan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Tatacara pertemuan akbar, rapat umum terbuka, tercantum dalam PKPU (Peraturan KPU) Nomor 6 tahun 2020 tentang Pilkada Dalam Kondisi Bencana Non-alam CoViD-19. Dalam PKPU pasal 64, lebih direkomendasikan dilaksanakan secara virtual melalui media daring. Jika tidak dapat diselenggarakan secara virtual, masih bisa dilakukan secara tatap muka langsung. Tetapi harus mematuhi protokol kesehatan, terutama physical distancing (jaga jarak), dan jumlah peserta maksimal sebanyak 50% kapasitas lokasi (ruang tebruka, dan gedung).

Kampanye terbuka hanya boleh diselenggarakan pada kawasan yang bebas wabah CoViD-19, berdasarkan persetujuan Satuan Tugas Penanganan CoViD-19 di daerah. Bisa jadi, kampanye terbuka akan dilaksanakan secara “kombinasi” daring (teleconference) dengan kampanye tatap muka di beberapa lokasi berbeda. Masing-masing dengan jumlah peserta yang sesuai protokol kesehatan. Cara “kombinasi” juga bisa digunakan pada debat terbuka yang difasilitasi KPU propinsi, serta KPU Kabupaten dan Kota.

Pilkada serentak (keempat) tahun 2020, akan diikuti 270 daerah. Termasuk pemilihan Walikota Surabaya, Semarang, dan Walikota Solo. Juga pemilihan gubernur di 9 propinsi, yakni 4 gubernur di kawasan Sumatera, 3 di Kalimantan, dan 2 di Sulawesi. Semula, pilkada akan digelar pada 23 September. Namun dipastikan diundur pada 9 Desember 2020. Menyesuaikan dengan tingkat pewabahan CoViD-19.

Pilkada merupakan amanat konstitusi. UUD pada pasal 18 ayat (4), menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Tetapi bukan sembarang penyelenggaraan pesta demokrasi. UUD pasal 22E ayat (1), mengamanatkan pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Terdapat frasa kata “jujur dan adil,” sebagai protokol pelaksanaan pemilu.

Ironisnya, pengunduran jadwal selama 2,5 bulan tidak mematangkan persiapan tim bakal calon (dan parpol pendukung). Terbukti Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) menemukan banyak kasus kampanye terselubung mendompleng bantuan sosial CoViD-19. Serta adanya parpol yang ditolak bergabung dalam koalisi. Menandakan semakin menguatnya politik identitas.

——— 000 ———

Rate this article!
Pilkada Masa Pandemi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: