‘Politik Garam’ Hadang ‘Politik Gincu’

30-iraJakarta, Bhirawa.
Visi, misi dan program dua kandidat Capres/Cawapres di bidang agama sangat kontras. Pasangan Jokowi/JK mengusung paham Islam substantif, sedang Prabowo/Hatta mengusung paham Islam simbolik. Jika meminjam bahasa Buya Ahmad Syafii Maarif, Jokowi/JK memakai “politik garam” yang terasa tapi tak kelihatan. Sedang Prabowo/Hatta memakai “politik gincu” yang kelihatan tetapi tidak terasa.
Demikian pendapat Ahmad Najib Burhani PhD peneliti LIPI, dalam dialog kenegaraan yang digelar di loby gedung DPD RI-Senayan. Hadir Ketua Program Studi S2/S3 Sosiologi Pedesaan IPB Arya Hadi Dharmawan dan Drajad Wibowo dari tim sukses Prabowo /Hatta.
Ahmad Najib melihat, perbedaan visi dan misi kedua kandidat Capres/ Cawapres dalam bidang agama. Jokowi/JK memberikan prioritas pada penanganan intoleransi keagamaan. Sementara Prabowo/Hatta hanya menyebut 1 program bidang agama yakni mendirikan Lembaga Tabungan Haji. Islam substantif dari Jokowi/JK menekankan semangat dan nilai ke-Islaman, yakni keadilan, kesejahte raan dan kemajuan. Sedang Islam simbolik Prabowo/Hatta membuat jargon dan simbol Islam jadi sangat penting. Takbir Allahu Akbar diteriak kan bertalu talu mengiring langkah mereka.
“Dapat sebutan koalisi nasionalis, seusai deklarasi Jokowi/JK naik sepeda onthel menuju KPU, alat transportasi masyarakat bawah. Beda dengan deklarasi Prabowo/Hatta yang disebut koalisi syariah. Diawali dengan pembacaan Alquran dan teriakan takbir Allahu Akbar, dilanjutkan shalat berjemaah di masjid Sunda Kelapa. Arak arakkan megah diiringi takbir ini menuju KPU. Deklarasi kedua kandidat sangat jauh berbeda,” ungkap Najib.
Disebutkan, Jokowi/JK beranggapan politik penyeragaman akan mengikis karakter bangsa dan keBhineka-an. Tentang keragaman, Jokowi/JK menilai negara abai dalam menghormati dan mengelola keragaman danperbedaan yang menjadi karakter Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Sikap untuk tidak bersedia hidup berdampi ngan dalam komunitas yang beragam telah melahirkan ekspresi intoleransi dan bentuk kebencian, permusuhan, diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap yang berbeda.
Arya Hadi Dharmawan mempelajari telaah dokumen kedua kandidat di KPU Statement Jokowi/JK bisa diikuti dengan jelas dan tegas. Namun masih banyak hal yang harus dikoreksi kembali. Seperti wajib belajar 12 tahun dari Jokowi/JK, itu belum cukup untuk SDM Indonesia yang mumpuni. Wajib belajar harus sampai Sarjana, tandas Arya. Sedang rencana pembukaan lahan 1 juta hektar dalam 5 tahun, dianggap tidak realistis. Sebab selama ini kemampuan nasional pembukaan lahan baru hanya 20 ribu hektar per taun. Juga tentang jatah 2 hektar lahan untuk petani, harus dikoreksi kembali. Sebaliknya statemen Prabowo/Hatta tidak terekspresikan, karena hanya secara umum.
Drajad Wibowo menepis semua pendapat negatif pada kubunya Prabowo/Hatta. Dia bahkan yakin pada 2015 Indonesia tidak akan punya hutang lagi “zero” utang luar negeri, katanya. Bahkan sebaliknya, dana dana Indonesia di luar negeri bakal ditarik kembali. Guna membiayai pembangunan Indonesia mulai 2015 bakal dari kocek sendiri.  [ira]

Keterangan Foto : Dari kiri Drajad Wibowo, Arya Hadi Dharmawan dan Ahmad Najib Burhani PhD saat menjadi pembicara pada Dialog Kebangsaan yang digelar di lobi gedung DPD RI-Senayan. [ira/bhirawa]

Tags: