PWI Kabupaten Sidoarjo Lakukan Studi ke Monumen Pers Nasional

Ketua Pengelola Monumen Pers Nasional saat menjelaskan sarana sejarah pers tempo dulu. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Ingin mengetahui keberadaan dan sejarah pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab Sidoarjo melakukan Studi Komparatif ke Monumen Pers Nasional Surakarta (Solo) dan ke Keraton Yogyakarta.
Kegiatan yang dilakukan untuk peningakatan kapasitas, wawasan dan kemampuan anggota organisasi kewartawanan tertua init diikuti sebanyak 22 wartawan media cetak, elektronik dan online yang menjadi anggota PWI Sidoarjo selama dua hari tanggal 1 dan 2 Desember 2018.
Kehadiran rombongan PWI Sidoarjo yang diketuai Abdul Rouf diterima langsung oleh Ketua PWI Solo, Anas Syahirul bersama anggota, serta Ketua Pengelola Monumen Pers Nasional Surakarta (Solo) Abdul Ghofar.
Atas kunjungan itu, Ketua PWI Sidoarjo, Abdul Rouf mengatakan, Surakarta menjadi kota tujuan studi komparatif, karena memiliki berbagai keistimewaan. Diantaranya kota ini merupakan kota lahirnya organisasi pers terbesar dan tertua di Indonesia. Termasuk berdirinya PWI terkait dan mempunyai sejarah di monument itu.
“Tujuan ini untuk mempelajari sejarah pers di Monumen Pers Nasional, sekaligus belajar ke teman-teman PWI Surakarta, tentang organisasi dan sejarah lahirnya PWI,” katanya.
Dalam sambutannya, Ketua PWI Solo, Anas Syahirul yang didampingi Ketua Pengelola Museum Monumen Pers Nasional Abdul Ghofar mencertikan kalau PWI Solo membawahi tujuh kabupaten/kota yang ada di sekitarnya.
Surakarta yang sering disebut Solo memang menjadi Kota Istimewa bagi insan pers. Selain sebagai Kota lahirnya PWI juga ada arsip-arsip berita sejak belum lahirnya PWI yang dikelola Monumen Pers Nasional. “Di kota kami ini, PWI dilahirkan. Karena itu, PWI Khusus Surakarta memiliki keistimewaan dan tanggung jawab tersendiri untuk menjaga marwah Persatuan Wartawan Indonesia,” katanya.
Sementara pengelola Monumen Pers Nasional Surakarta, Abdul Ghofar menegaskan, kalau pihaknya terus berusaha mempertahankan berita-berita media, terutama koran melalui proses digitalisasi. Saat ada yang berkunjung ke Monumen Pers Nasional meminta berita Penjebar Semangat Tahun 1937 silam, dan masih terarsip dengan baik. Termasuk peralatan liputan dan media radio tertua di Indonesia.
“Akan kami kembangkan proses digitalisasi itu. Karena semua bisa diakses lewat elektronik paper. Semua yang butuh dokumen berita, akan kami upayakan bisa ditemukan di sini asalkan ingat tahun terbitnya,” jelas pegawai Kementerian Infokom RI ini. [ach]

Tags: