PWI Rayakan HPN Santuni Anak Yatim

Malang, Bhirawa
Persatuan Wartawan Indonesia Perwakilan Malang merayakan Hari Pers Nasional 2014 dengan menyantuni anak yatim di Panti Asuhan Darul Azhar di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timue, Minggu.
Santunan yang diberikan kepada Panti Asuhan Darul Azhar tersebut berupa sembako yang terdiri dari 100 kilogram beras, 25 kilogram gula pasir, lima kardus mie instan, 10 paket minyak goreng kemasan dua litar serta kecap manis ukuran satu liter sebanyak lima box.
”Kalau tahun-tahun sebelumnya perayaan Hari Pers Nasional (HPN) kita peringati dengan berbagai kegiatan di tengah kota, seperti ziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Suropati, seminar dan kegiatan yang mengarah pada hura-hura. Tahun ini kita ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim,” kata Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Malang Sugeng Irawan di sela-sela kegiatan bakti sosial tersebut.
Ia berharap dengan doa dan berkah dari anak-anak yatim tersebut keberadaan para jurnalis anggota PWI Malang, termasuk yang bertugas di Kota Batu, akan semakin baik, tidak hanya mengejar berita semata, tapi juga peduli pada lingkungan sekitar yang membutuhkan uluran tangan.
Irawan berharap kepedulian wartawan terhadap anak-anak yatim dan kaum lemah yang membutuhkan bantuan itu tidak hanya sebatas pada saat HPN saja, tapi juga dilakukan pada hari-hari berikutnya.
Selain memberikan bantuan sembako, PWI Malang juga memberikan santunan berupa uang tunai dan makan bersama puluhan anak yatim tersebut dengan menikmati tumpeng nasi kuning.
Sebelum pemotongan tumpeng, sejumlah pengurus bersama puluhan anak yatim dan yatim piatu yang menghuni panti asuhan tersebut mendapatkan ceramah agama dari Ustadz Masuki.
“Kondisi panti yang kami kelola ya seperti ini. Kami berterima kasih atas bantuannya dan kami juga berharap bapak ibu dari pengurus maupun anggota PWI bisa memberikan perhatian pada panti yang kami kelola ini,” katanya.
Sementara pengelola panti tersebut, Zahro mengatakan dari ke-37 penghuni panti itu sebagian besar masih anak-anak, bahkan masih ada yang usianya di bawah dua tahun.
”Memang ada yang sekarang ini sudah menempuh pendidikan di SMA maupun perguruan tinggi, tapi sebagian besar adalah anak-anak. Mereka juga kami dorong terus untuk tetap sekolah, tapi ya ada saja yang tidak mau sekolah, sehingga pendidikannya kurang memadai,” ujarnya.
[mut.ant]

Rate this article!