Refocusing P-APBD Jatim

DPRD Propinsi Jawa Timur, dalam sepekan ini membahas seksama (namun secepat cepat) Perubahan APBD Jatim tahun 2020. Tak dinyana, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) murni tahun 2020, mengalami kontraksi drastis. Pengurangan disebabkan refocusing sampai dua kali perubahan. Kontraksi pagu alokasi rata-rata Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sampai mencapai sepertiga anggaran.

Perubahan APBD Jawa Timur, niscaya harus disesuaikan dengan ancar-ancar pendapatan daerah yang menyusut, selaras wabah pandemi CoViD-19. Terutama PAD (Pendapatan Asli Daerah). Juga kontraksi hasil retribusi, hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, serta penerimaan Dana Perimbangan. Juga anggaran lain yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Karena pendapatan menyusut, maka belanja daerah juga mengalami pengurangan.

Pendapatan Daerah yang semula diharapkan mencapai Rp 33,028 trilyun, diperkirakan akan tercapai Rp 29,501 trilyun. Susut 10,67%. Sedangkan pada belanja daerah, yang semula dicanangkan sebesar Rp 35,196 trilyun, susut sebesar 3,86%. Belanja Daerah menjadi Rp 33,834 trilyun. Penyusutan belanja daerah niscaya berdampak pada pengurangan Belanja Langsung setiap OPD. Termasuk pengurangan dalam program Penyediaan Ketenagalistrikan sampai 69,50%.

Semula program Penyediaan Ketenagalistrikan dialokasikan sebesar Rp 5,8 milyar, menjadi Rp 1,769 milyar. Akan berdampak nyata pada bantuan penyambungan listrik rumahtangga. Rasio elektrifikasi Jawa Timur hingga kini masih sebesar 97,3 persen. Sehingga masih terdapat 2,7% rumahtangga belum terakses listrik, terutama di pedesaan, pada kawasan tertinggal, dan terisolir. Jika jumlah rumahtangga di Jawa Timur sebanyak 10 juta-an, maka jumlah 2,7 persen tersebut meliputi 270 ribu rumahtangga.

Tahun 2019 pemerintah provinsi menggenjot rasio elektrifikasi dengan sasaran sebanyak 10 ribu rumahtangga. Berarti, diperlukan waktu selama 27 tahun untuk menyelesaikan kelistrikan pada tingkat rumahtangga. Tahun (2020) ini program bantuan sambungan listrik rumahtangga, pasti berkurang. Namun pengurangan tidak dapat dihindari karena suasana anggaran pemerintah wajib melakukan realokasi, dan refocusing.

Karena kegentingan, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 mewaspadai pelemahan perekonomian global. Antara lain dengan ancang-ancang defisit anggaran melebihi 3% PDB (Produk Domestik Bruto) sampai tahun 2023. PDB ditaksir senilai US$ 1,1 trilyun. Berdasar perhitungan APBN 2020, defisit semula diperkirakan sebesar Rp 307,2 trilyun (1,76% nilai PDB, dengan nilai kurs Rp 14.400 per-US%).

Perppu Nomor 1 tahun 2020 dalam Bab II tentang Kebijakan Keuangan Negara, pasal 2 ayat (1) huruf k, dinyatakan, “melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplikasi dokumen di bidang keuangan negara.” Sehingga arus (keluar dan masuk) kas negara bisa cepat (dan mudah) dilakukan. Diharapkan penanganan bencana non-alam CoViD-19 bisa direalisasi tanpa kendala dokumen keuangan. Pada pasal 3 ayat (1) juga memberi “ke-leluasa-an” pemerintah daerah propinsi, serta Pemda Kabupaten dan Kota mengelola APBD tahun 2020.

Perppu menjadi pijakan hukum kemudahan realokasi, dan refocusing. Namun patut dihindari pengurangan berlebihan, karena akan berakhir menjadi SilPA (Sisa lebih perhitungan Anggaran). Lebih lagi, serapan anggaran OPD masih rendah, belum mencapai 66% per-Agustus 2020. Serta pengucuran bantuan sosial alokasi pemerintah pusat dan daerah masih sangat lambat.

Tidak ada negara yang benar-benar siap menghadapi wabah virus corona. Juga tidak ada pemerintah daerah yang siap menghadapi dampak wabah pandemi. Karena sifat wabah selalu mendadak, masif, dan baru (belum ditemukan obatnya). Terutama dampaknya pada ketahanan kesehatan nasional, perekonomian, dan ketenteraman sosial.

Pijakan hukum pelonggaran pengelolaan keuangan daerah, telah cukup kuat. Namun bukan berarti bisa dilaksanakan semau-gue. Arus kas wajib menjamin akuntabilitas.

——— 000 ———

Rate this article!
Refocusing P-APBD Jatim,5 / 5 ( 1votes )
Tags: