Rumah Sakit Bisa Gugat, Dewan Siapkan Tagihan ke BPJS Kesehatan

Surabaya, Bhirawa
Defisitnya keuangan BPJS Kesehatan membuat institusi ini belum membayarkan klaim yang diajukan oleh banyak rumah sakit (RS) di Indonesia, termasuk di Jatim. Beberapa rumah sakit bahkan terancam berhenti operasionalnya akibat tunggakan tersebut.
Kali ini, RS bisa melakukan gugatan atas BPJS menyusul klaim yang belum terbayarkan. Hal ini ditegaskan Dosen Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Dr. Yulianto saat ditemui Bhirawa usai menjadi pembicara seminar hukum kesehatan yang digelar Universitas Hang Tuah di Surabaya, Sabtu (19/10).
“Rumah sakit bisa melakukan gugatan dan langkah ini sebagai upaya kepastian hukum. Awal pasti kan lakukan negosiasi. Harusnya sudah kan. Mediasi sudah. berarti upaya hukum. Bisa rumah sakit sendiri atau class action dengan Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, red) yang harus berperan. Kalau RS sendiri-sendiri, gak akan berani. Karena disitu ada hubungan atasan-bawahan,” ujar Dr.Yulianto.
Ia berharap, Persi sebagai wadah para rumah sakit seluruh Indonesia bisa mengawali class action tersebut. sebab, ia menilai selama lima tahun kebelakang, BPJS Kesehatan tidak ada perkembangan positif karena terus defisit. ia juga menilai, jika BPJS dalam perbaikan keuangan tidak segera membaik, isu ini akan menjadi bola salju yang berbahaya.
“Isu BPJS ini bola salju. Selain isu-isu lain. Sekarang coba, sudah banyak isu kan. KPK, KUHP, termasuk isu BPJS,” katanya.
Dalam melakukan gugatan, Ia menyebut ada dua tergugat yang harus disasar Persi. Pertama BPJS Kesehatan dan kedua Presiden. Ia menilai, Presiden sebagai penanggung jawab badan hukum publik ini harus ikut menjadi tergugat.
“Hasil akhirnya, begitu kita gugat, kan ada mediasi. Begitu mediasi, datang wakil dari Presiden. Misal staf istana atau dari BPJS. Disitu kita ngomong,” jelasnya.
Ia yakin, melalui mediasi dalam jalur hukum ini, solusi bisa ditemukan. Namun, jika upaya hukum tidak dilakukan, tunggakan BPJS Kesehatan pada rumah sakit tidak akan menemui jalan keluar.
Pada kesempatan itu Yulianto juga menjelaskan pemerintah dinilai bisa membantu penyelesaikan defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan lewat skema penambahan politik anggaran di sektor layanan kesehatan.
Pemerintah perlu memberi perhatian lebih pada sektor perlindungan kesehatan ketika merumuskan pembagian politik anggaran. Ini dianggapnya penting untuk memutus rantai defisit di institusi jaminan kesehatan nasional tersebut.
Sementara pihak legislatif mengaku siap melakukan penagihan langsung pada BPJS Kesehatan di kantor pusatnya atas tunggakan di sejumlah rumah sakit dfi Jawa Timur. Komisi E DPRD Jatim mengaku telah kehilangan kesabaran akan ngelurug BPJS pusat, untuk menagih hutang BPJS kepada rumah sakit.
Wakil ketua Komisi E DPRD Jatim, Artono menegaskan apa yang dilakukan oleh BPJS dengan tidak segera membayar hutangnya adalah bentuk wanprestasi yang akan mengancam keberlangsungan operasional rumah sakit tersebut.
“Ibarat orang buka usaha servis membeli oli, beli sparepart, setelah mobil sudah diservice terus gak dibayar. Akhirnya mengganggu casflow perusahaan tersebut. Sama seperti rumah sakit, akhirnya mengganggu casflow, gak bisa beli obat, gak bisa bayar tenaga honorer. Nah kalau ini tidak segera diatasi, bisa-bisa rumah sakitnya tidak bisa operasional lagi,” ungkap Artono.
Keputusan untuk mendatangi BPJS ke Jakarta ini, kata Artono, karena selama ini BPJS perwakilan Jatim selalu menjawab dengan sekenanya, dan cenderung lepas tangan.
“Kita tidak perlu panggil BPJS Jatim, tapi kita akan datangi ke Jakarta. Sebab kalau yang disini (di Jatim) saat dipanggil dan ditanya kalimatmya selalu klasik, gak punya uanglah, gak berwenanglah. Selalu begitu jawabnya. makanya satu-satunya jalan kita akan datangi Jakarta (BPJS Pusat),” tegas pria berkaca mata ini.
Politisi PKS ini berharap langkah komisi E bisa membantu rumah sakit pemprov Jatim agar ada jalan keluar, terkait persoalan keuangan di rumah sakit akibat ulah BPJS ini. “Bahkan kita akan ajak Rumah sakit yang alami tunggakan tunggakan ini,” imbuhnya.
Selama ini kata Artono, akibat BPJS nunggak, banyak pasien yang akhirnya harus antre obat karena stok menipis, juga alat medis yang rusak untuk mengganti sparepart harus juga menunggu kondisi keuangan dulu. “Kalau ini terus dibiarkan ya kasihan rumah sakit kan, dampaknya ya ke pasien juga, ke rakyat juga kan. Saya berharap akhir tahun ini atau paling lambat awal tahun depan sudah terbayarkan , agar rumah sakit bisa kembali operasional dengan baik,” tegasnya.
Lantas bagaimana kalau gagal ? “Ya harus dicari solusi yang paling mungkin oleh Gubernur. Kecuali gubernur mau nalangi dana tersebut sehingga rumah sakit kembali bisa operasional, ya nggak papa, monggo saja,” pungkasnya
Menurutnya kesehatan dalam hal ini pelayanan kesehatan adalah hak dasar manusia. Bahkan di negara-negara beradab bukan hanya hak dasar, tapi juga hak konstitusional. Hak yang diatur UU termasuk di Indonesia.
“Di UUD 1945 di pembukaan, TAP MPR, bahkan di UU, pelayanan kesehaan adalah kewajiban negara. Sehingga korelasinya, anggaran politk harus sesuai dengan itu,” ujarnya. (geh)

Tags: