Sarankan Pemerintah Bentuk Komite Transplantasi

DR dr Heri S Widodo MH MARS

DR dr Heri S Widodo MH MARS
Legalitas pemberian kompensasi terhadap pendonor pada transplantasi organ tubuh manusia di Indonesia masih menjadi perhatian khusus bagi DR dr Heri S Widodo MH MARS. Pasalnya, dari kesepakatan awal antara pendonor dan orang ketiga sering tak sepaham hingga kasus sampai di tingkat peradilan.
Kasus seperti itu, menurut Heri yang juga berprofesi sebagai dokter umum ini hampir setiap saat terjadi. Sebab, juga melibatkan oknum dari pihak RS sendiri.
“Setelah saya dalami kasus seperti ini sering terjadi. Karena di Malang Raya ada 100 lebih kebutuhan ginjal. Dari segi medis, tidak ada mesin yang menggantikan ginjal. Salah satu solusinya hanya transplantasi ginjal. Fenomena yang ada ini jika tidak diimbangi dengan regulasi yang baik akan terus berulang,” jabar wisudawan Magister Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 ini.
Heri mengaku pihaknya telah mengkaji dari beberapa regulasi, salah satunya di Kemenkes UU pasal 39 dimana pendonor bisa menerima kompensasi (penghargaan), tetapi tidak jelas nominalnya seperti apa. Namun, di pasal 27 dan 28 tidak boleh kedua orang melakukan perjanjian dalam bentuk apapun.
“Kasus yang terjadi karena tidak ada perjanjian diantara kedua belah pihak ini diingkari,” imbuh dia.
Maka Heri meminta agar pemerintah membentuk komite tranplantasi untuk menjembatani semua orang baik pendonor ataupun penerima. Kesehatan pendonor yang memerlukan biaya perawatan pasca pelaksanaan transplantasi juga harus dilindungi dan dijamin kesejahteraannya, apalagi jika pendonor dalam keadaan ekonomi yang sulit.
“Transplantasi organ adalah media penanganan, terutama ginjal. Sebagai gambaran, didunia kebutuhan ginjal sangat tinggi. Dari literatur yang saya baca, di Malang Raya butuh sekitar 1000an lebih per tahun 2019,” ujar Heri.
Dengan kata lain, Heri menilai tren kedepan kebutuhan ginjal akan semakin tinggi. Apalagi donor darah bukan menjadi solusi. ”Antara kebutuhan dan stok ini tidak imbang. Sehingga saya berharap Kemenkes mengkaji kembali (terkiat perjanjian) untuk Permenkes Nomor 38 tahun 2016. Komite tranplantasi nasional atau provinsi harus segera dibentuk,” pungkas dia. [ina]

Tags: