Selain Pemilahan Sampah, Alat Angkut Harus Memenuhi Syarat

24-sosialisasi-perdaDari Sosialisasi Perda 4/2010 Tentang Pengelolaan Sampah Regional Jatim
Surabaya, Bhirawa
Meningkatnya jumlah penduduk di Jatim tentunya akan berdampak pada masalah social. Salah satunya terkait dengan jumlah sampah yang semakin hari semakin meningkat pula. Sementara disatu sisi lahan yang ada cukup terbatas. Untuk menyiasati masalah ini, Pemprov Jatim bersama DPRD Jatim menggagas Perda nomor 4/2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jatim. Dimana pengelolaannya dilakukan lintas kabupaten/kota di Jatim.
Saat ini pengelolaan sampah sudah menjadi isu regional. Jika masalah ini tidak segera diatasi oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan hal ini justru akan menjadi permasalahan di masyarakat. Mengingat sampah akan berdampak pada kesehatan dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya pemerintah terus mencari terobosan dalam pengelolaan sampah. Mulai dari memililah sampah makanan (bisa untuk pupuk), plastik hingga B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Dan kini pemerintah juga mulai memikirkan pengurangan sampah dengan menetapkan target secara bertahap, fasilitasi penerapan tekhnologi dan lebel produk ramah lingkungan hingga pemasaran produk daur ulang.
Anggota Komisi D DPRD Jatim, Sutiyo menegaskan saat ini belum sepenuhnya masyarakat sadar untuk mengelola sampah di rumahnya masing-masing. Ini dibuktikan, masih banyaknya sampah rumah tangga yang bercampur mulai makanan, sayuran, plastic hingga limbah B3. Padahal seharusnya dari rumah tangga inilah sudah ada pemilahan sampah sehingga memudahkan petugas untuk pengolahan sampai pada pemrosesan akhir di Tempat Penampungan Sementara (TPS).
”Hal-hal inilah yang perlu disosialisasikan ke masyarakat, agar mereka sadar jika mengelola sampah sangat penting. Dan hal ini dimulai dari rumah tangga mereka masing-masing sebelum diangkut dan dibawa ke TPS. Dengan adanya pemilahan sampah, maka otomatis petugas di TPA (Tempat Penampungan Akhir) akan lebih mudah melakukan pembakaran dan tidak khawatir terjadi polusi,”tegas politisi asal PDIP ini.
Selain pemilahan sampah, yang paling penting adalah alat angkut sampah harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Diantaranya memenuhi persyaratan keamanan, keselamatan kesehatan, lingkungan, kenyamanan dan kebersihan. Sementara untuk melaksanakan wewenang dan tanggungjawab pengelolaan sampah, Pemprov Jatim telah mengembangkan kerjasama antar kabupaten/kota, dengan cara memfasilitasi pengelolaan samaph antar kabupaten/kota, penentuan lokasi TPS terbatas.
”Yang paling penting disini adalah dengan memberikan advokasi, pendidikan, pelatihan dan sosialisasi pengelolaan sampah regional. Serta melakukan pengawasan dan mengevaluasi efektivitas, efesiensi dan mutu pengelolaan sampah lintas kabupaten/kota. Disisi lain juga perlu memfasilitasi kabupaten/kota dalam mengatasi permasalahan sampah serta bekerjasama dengan pihak ketiga dan mampu menyelesaikan perselisihan antar kabupaten/kota,”tegasnya.
Menurut politisi asal PBR (Partai Bintang Reformasi) Jatim ini, yang telah dilakukan Pemprov Jatim dalam mendukung pengelolaan sampah regional Jatim dengan dibangunnya TPA baru dengan alokasi dana dari APBN, sedang untuk fasilitas pengelolaan sampah regional akan dilakukan dengan APBD provinsi. Sedang untuk mendukung Perda tersebut, Pemprov berencana akan membagi delapan (cluster) atau wilayah kerjasama pengelolan sampah terpadu, diantaranya Surabaya Metropolitan Area (Surabaya, Sidoarjo, Gresik), Malang Raya, (Kota Malang, Kota Batu, Kab.Malang) Mojokerto (Kota dan Kab.Mojokerto), Madiun (Kota dan Kab Madiun), Kediri (Kota dan Kab. Kediri), Blitar (Kota dan Kab.Blitar), Pasuruan (Kota dan Kab.Pasuruan) dan Probolinggo (Kota dan Kab. Probolinggo.
Terlepas dari itu semua, ungkap Nizar hars didukung organisasi professional, hokum dan peraturan ditegakan, dana yang memadai, mnggunakan tekhnik operasional yang berkelanjutan dan yang tak kalah pentingnya didukung dengan peran serta dukungan semua pihak.

Pengolahan Sampah Regional Belum Jalan Maksimal
Peraturan Daerah (Perda) No.4/2010 tentang pengelolaan sampah regional milik Pemprov Jatim patut dipertanyakan. Sebab, sejak empat tahun diperdakan, implementasi payung hukum atas pengelolaan sampah terpadu tersebut belum ada.
Lewat Perda tersebut mestinya Pemprov Jatim berkewajiban menggandeng kabupeten/kota yang berdekatan untuk bersatu membuat lokasi pengelolaan sampah terpadu. Misalnya Kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya, serta daerah-daerah yang berdekatan lainnya. Namun, nyatanya program tersebut tidak berjalan.
Hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur masih ngurusi sampah sendiri-sendiri. Bahkan Kota Surabaya dan Kabuoaten Gresik yang digadang-gadang menjadi percontohan juga belum membuat. Paradigma masih tetap sama. Sampah dikumpulkan, diangkut dan dibuang di tempat pembuagan akhir (TPA).
“Jawa Timur mestinya sudah punya sistem pengelolahan sampah terpadu. Sampah yang terkumpul tidak hanya dibuang. Tetapi diolah menjadi energi alternatif. Selain bahan tersedia, payung hukum atas pengolahan sampah tersebut juga sudah ada,”kritik Pengamat Lingkungan Universitas Airlangga (Unair) Suparto Wijoyo.
Di Talangangun Kepanjen, Kabupaten Malang, lanjut Suparto sudah dimulai. Di sana, sampah-sampah sudah berhasil diolah menjadi gas metan. Manfaatnya, masyarakat sekitar tidak perlu lagi membeli elpiji
untuk keperluan memasak. Sayangnya, model pengolahan sampah tersebut masih bersifat lokal perseorangan.
“Model pengolahan seperti itu yang mestinya dikembangkan di daerah lain. Sebab, selain bermanfaat secara ekonomis, pengolahan sampah tersebut juga memberi efek positif terhadap lingkungan. Jangan jadikan TPA menjadi tempat pembuangan. Tetapi menjadi proses akhir. Karena sampah akan dipilah dan diolah. Ada mekanisme keuangan di sana. Walaupun pendapatan masyarakat tidak bertambah. Namun, pengeluaran bisa dikurangi,”tukasnya.
Suparto juga mengkiritk Pemerintah Kota Surabaya terkait hal tersebut. Sebab sekalipun tersohor sebagai kota ramah lingkungan, ternyata juga belum memiliki system pengolahan sampah yang bagus. “Ada kenaifan
ekologis di Surabaya. Sebab di beberapa wilayah masih terlihat kumuh. Di antaranya adalah Waduk Morokrembangan yang penuh dengan sampah. Nambangan, serta TPA Benowo yang kian overload,”tuturnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur Indra Wiragana berdalih, tidak berjalannya pengolahan sampah regional bukan karena kesalahan Pemerintah Provinsi. Tetapi Kabupaten/Kota sendiri yang ogah melaksanakannya.
“Begitu ada perda , kami sudah berkomunikasi dengan daerah. Sosialisasi juga sudah kami sampaikan. Tetapi tetap saja tidak ada respon. Kewajiban kami hanya mengimbau. Bagaimana daerah-daerah yang berdekatan membuat pengolahan sampah terpadu. Dan itu sudah kami laksanakan,”elaknya. [cty]

Tags: